Blurb

53 8 5
                                    

Laki-laki itu berdiri. Diam. Memandang wanita yang enam bulan lalu telah resmi di nikahi. Dia, memandang sendu pada manik hitam yang duduk di bawah ayunan sembari menatap lurus ke depan.

Laki-laki itu diam. Mencoba menelaah apa yang salah pada dirinya. Apakah ia begitu buruk hingga tidak pantas mendapatkan cinta wanita hamil di bawah sana? Kesenduan itu jelas terpatri hingga menusuk hati, meski berhasil dinikahi bahkan sudah menghasilkan buah dari pernikahan mereka namun sepertinya hati wanita itu belum terpaut padanya.

Memang, selama ini wanita itu melayaninya dengan baik, dengan sepenuh hati, dengan senyum serta binar ceria yang nyatanya keceriaan itu adalah semu belaka. Bila di hadapannya penuh dengan ceria, bila di belakangnya ada setetes air jenis mengalir membasahi pipi tirusnya.

Sudah. Laki-laki itu sedang berusaha, berusaha mencari dimana letak salahnya, apakah ia telah salah menikahi wanita itu? Jika ya mengapa wanita itu sudi menerimanya? Sudi membuat komitmen sakral?

Sungguh dadanya berdenyut nyeri. Nyeri kala wanita di bawah sana menangis dalam diam sembari mengelus perut yang masih terlihat rata. Kaki berbalut kaus berwarna abu diayun-ayun seirama gerak ayunan yang dinaiki. Tangan satunya berpegangan pada besi bercat putih, hijab hitam berkibar kecil diterpa angin sore.

"Hai.., manis." wanita itu mendongak. Segera menghapus bekas-bekas air yang turun dari kelopak matanya tadi. Ia tersenyum manis, menyalami suaminya itu.

"Kapan nyampe? Kok aku nggak denger suara mobil kamu pulang"

Laki-laki itu menjawil dagu istrinya, setelahnya mengecup ubun-ubun yang terbalut hijab. "Udah adalah setengah jam, cukup puas liattin kamu nangis sendirian"

"Eh..."

"Mau cerita nggak ke, Mas?" laki-laki itu mencoba membuka topik sore hari. Mengenggam jemari kecil agar masuk ke dalam telapak tangannya, "apapun itu.. alasan mengapa kamu nangis misalnya"

Air muka wanita itu langsung berubah, menunduk menyembunyikan embun yang merebak di matanya. Siap menangis, namun ia juga tidak tega mengatakan sejujurnya. Hal yang mungkin suaminya tidak akan mungkin bisa menerima karena apapun alasan, cerita juga keegoisan itu adalah bagian dari masa lalunya. Sedangkan yang berdiri di depannya kini adalah masa depan dunia hingga insyaallah sampai pada akhirat-Nya.

Tapi wanita itu juga tidak bisa terus menutupinya, setidaknya ada alasan, mengapa ia menangis tadi. Sungguh, tidak ada niat menyakiti pria baik yang telah menikahinya itu, memberikan semua kebutuhannya dengan baik tanpa protes, tanpa banyak bertanya.

Sekarang mungkin sudah saatnya. Ia bercerita perihal sesuatu dimasa lalu yang sampai kini terus mengganjal, dan masih mengisi relung hatinya.

"Apa ini ada kaitannya dengan orang ketiga?"

Riau - 03 Juli 2020
08.01Pm

 KHR - Ketulusan Hati RAFFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang