03. Senja dan Sejun

156 35 54
                                    

Selalu bertemu bukan berarti berjodoh.

Sena mengetuk pintu kamarku sejak tadi, padahal aku sedang tidak mood hari ini, walau hanya sekedar berbicara dengannya.

"Kamu telat ke kampus kalo nunggui aku keluar Na," suaraku cukup keras, semoga Sena memahamiku.

"Ya udah, tapi jangan lupa makan ya, ja," ucap gadis yang selalu khawatir padaku.

"Tentu saja, aku pasti lapar dan butuh makan," seruku pada Sena.

Dari balik pintu tanpa sepengatahuan Senja, Sena pun tersenyum.

🌸🌸🌸

Pukuk 15.40 WIB

Setelah selesai dengan mata kuliahku, aku berencana langsung menyusul Sena ke kafe Kak Wooseok untuk bekerja.

Mengingat kejadian yang kemarin berputar di otakku, rasanya sangat sulit mempercayai fakta bahwa mereka menakutkan, bahkan bisa lebih dari itu.

Kemarin aku menemui Pak Jisub dan mengatakan bahwa tugas jilidan dari kelompok Kak Bona dan teman-temannya murni kesalahanku. Benar saja, aku lalai dalam menjalankan amanah. Selagi aku menjelaskan, Kak Seola datang menghampiri Pak Jisub dan ikut membantu menjelaskan, setelah itu Kak Seola benar-benar memintaku untuk percaya kepadanya agar permasalahan ini ia selesaikan sendiri.

Setelah sedikit melamun sembari berjalan, akhirnya aku tersadar. Mataku menelusuri sekeliling, banyak mahasiswa berlalu lalang dengan kesibukan masing-masing. Tiba-tiba, mataku mendapati keberadaan Kak Sejun yang berlawanan arah denganku, segera aku berjalan menuju sisi lain agar tak berpapasan dengan lelaki itu.

Ntah nasibku selalu tidak baik, Kak Sejun mengetahui keberadaanku dan tersenyum tajam ke arahku. Dengan langkah besar aku berjalan mengambil risiko kaki kananku akan terasa nyilu dan berdenyut.

"Eh pincang mau kemana lo?" Kak Sejun telah berhasil meraup pergelangan tanganku. Reflek aku menarik tangan dengan kuat dan mengusap pergelangan tanganku.

Tanpa menjawab pertanyaannya, aku pergi begitu saja, sehingga Kak Sejun membuntutiku.

Perasaanku menjadi tidak enak, aku membalikkan tubuhku ke belakang "ada perlu apa ya, Kak?" tatapanku tertuju pada bola matanya.

Kak Sejun terdiam membalas tatapanku, manik hitam legam miliknya tak sedikitpun bergerak, apa dia melamun? Pikirku-- matanya kini bergerak fokus ke hidungku, lebih tepatnya pada tahi lalatku, apakah tahi lalat ini juga mengganggu hidupnya?

Setelah beberapa saat, akhirnya Kak Sejun membuka suara, "lemah tu lemah aja, ga usah sok kuat bisa sendiri," perkataan Kak Sejun sukses membuatku bingung 'ada apa dengan lelaki ini?' batinku.

Setelah berkata seperti itu, Kak Sejun melewatiku dan melayangkan jentikan jarinya pada dahiku "Tolol," katanya.

🌸🌸🌸

Aku mengecek ponsel yang kuletakkan di dekat meja kasir, waktu menunjukkan pukul 19.30 pm dan masih ada sekita 1 jam 30 menit lagi untuk menutup kafe.

Tidak begitu ramai karena bukan waktu weekend. Aku membersihkan meja yang baru saja didatangi pengunjung, dalam beberapa detik aku mendengar suara pintu kafe yang di dorong dari luar.

Aku melihat sekilas siapa yang masuk barusan, tanganku yang sebelumnya bolak-balik mengelap meja terhenti, ketika siapa tahu orang yang datang ini.

SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang