05

972 209 41
                                    

Namanya, Jean Anindita.

Mira mengenalnya.

Cewek itu, bukan sosok si jelita yang punya popularitas di sekolah. Well, parasnya memang cantik namun bukan apa-apa jika dibandingkan dengan teman sekelas sepupu Mira—Lio, yang konon katanya punya paras bak boneka barbie dan dikabarkan juga sedang dekat dengan si prince charming Adinata.

Jean Anindita.

Cewek itu juga bukan pula sosok si jenius, yang keberadaannya akan selalu diendus oleh setiap guru sebagai topik perbincangan. Nilai akademiknya biasa-biasa saja, namun tidak lantas cocok apabila dicap bodoh.

Jean hanyalah Jean. Si biasa tetapi tampak luar biasa jika sudah berinteraksi dengan seorang Janu Dwi Maharga.

Entah siapa Jean sebenarnya dan bagaimana caranya, keberadaan cewek itu yang mulanya hanya bak seperti kerikil di jalan, mampu mengubah sikap Janu yang sedingin dan sepekat malam menjadi sehangat dan secerah pagi.

Mira tahu. Ia bahkan sudah menyaksikannya dengan jelas lewat kedua mata kepalanya sendiri.

Dari kejauhan, dalam diam.

Bagaimana Janu bersikap lembut untuk Jean.

Bagaimana Janu tersenyum lebar untuk Jean.

Dan, bagaimana lewat sorot mata Janu, Jean berbeda untuk cowok itu.

Ini menyakitkan.

Melihat keberadaan Jean di ruang tengah rumah Haikal bersama Janu tadi setelah terakhir kali Mira melihat cewek itu satu tahun yang lalu di sekolah hari itu—ia rasa, statusnya sebagai tunangan Janu kian tak ada artinya.

Ini menyedihkan.

Disaat Mira ingin berjuang lebih keras untuk Janu—lagi-lagi, ia sudah lebih dulu menyadari kekalahan padahal ia belum melakukan apapun.

Mira kalah.

Kalah telak.

***

Bisa dibilang ini adalah kali kedua Mira bertingkah nekad setelah semalam ia pulang bersama Lio tanpa berpamitan dengan Janu.

Sore menjelang malam Mira datang.

Seharusnya Mira tahu jikalau pilihan datang ke sini—sebuah basecamp yang biasanya digunakan sebagai tempat ngumpul Janu dan 5 temannya—bukanlah pilihan yang tepat.

Persetan.

Persetan dengan hal tersebut! Mira benar-benar tidak peduli, pun saat beberapa pasang mata yang menatapnya penuh tanya ketika ia membuka pintu basecamp tersebut dengan kencang.

"Lha, Mira?!" Kaget Haikal. "Kesasar apa gimana, nih?" Cowok yang tadinya asik menggaruk-garuk pantat tersebut lantas mendekat, menatap Mira dari ujung kepala sampai ujung kaki. Begitu terus hingga tiga kali.

Barangkali Haikal merasa heran dengan kedatangan Mira yang seolah seperti hantu atau kehadirannya yang tanpa Janu di sampingnya.

Mungkin saja.

Mira tidak menjawab. Yang ia lakukan justru memindai kondisi ruangan yang ternyata begitu berantakan dengan kulit kacang tersebar dimana-mana, sampah bungkus snack dan kaleng soda tertumpuk di meja, barang-barang yang ada pun tumpang tindih tersimpan asal.

Di pojok ruangan, Mira mendapati Adinata dan Rendi yang sedang bergotong-royong beberes. Kedua cowok itu sama-sama mengulas senyum tipis ke arahnya, meskipun Mira tidak menampik jika ada secercah tanda tanya di sepasang netra keduanya.

Mira diam. Ia masih tetap menutup rapat mulutnya bahkan ketika melihat Ale dan Aji yang tertidur saling berpelukan di karpet dengan posisi yang begitu ... ambigu—yang jika dalam keadaan normal, pasti akan membuatnya berteriak histeris.

Hidden [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang