08

917 191 24
                                    

Biar bagaimana pun menurut Mira, Rendi bukan orang asing. Cowok itu teman Janu, tidak ada yang aneh dengan tumpangan yang Rendi tawarkan. Begitu juga tidak ada salahnya Mira menerimanya, kan?

Tapi ada apa dengan sepupunya.

Beberapa menit sudah berlalu, di kamar Lio, Mira masih sesabar itu duduk di pinggiran ranjang namun kedua matanya mengikuti pergerakan cewek itu yang mondar-mandir.

"Lio, kamu sebenarnya kenapa?" Entah, sudah keberapa kali Mira menanyakan pertanyaan tersebut. respon Lio masih sama, cewek itu menatapnya seolah ia adalah seorang tersangka.

"Sana nanya sama tembok."

Mira mengerjap. Bingung.

"Kamu nggak suka aku main ke sini?" Memang, tadi Mira menyuruh Rendi untuk mengantarnya ke rumah Lio. Bukan hanya karena lebih dekat. Ia juga tidak ingin orang rumah bertanya mengapa orang lain, bukan janu yang mengantarnya pulang dan kemana cowok itu?

Mira tidak ingin berbohong, ia juga tidak ingin mengatakan yang sejujurnya atau semuanya akan menjadi masalah.

"Beneran?" Mira masih memastikan.

"..."

"Ya, udah."

"..."

"Aku pulang sekarang aja—"

"Kak Mira diam!" seru Lio galak, lupa kalau sepupunya itu tidak biasa dibentak. Cewek itu melihat Mira yang kaget dan seolah mau menangis.

"Lio ..."

"Ya, ampunnn!" Seru Lio geregetan, cewek itu mengambil duduk di samping Mira lalu mulai memukul-mukul guling. "Sumpah rasanya mau kayang!"

"Kamu kenapa?"

"Harusnya aku yang nanya gitu sama kak Mira!" Sembur Lio, berhenti sejenak namun tangannya itu terlipat di dada.

"..."

"..."


"Lio, aku beneran nggak tahu yang kamu maksud apa," jujur Mira.

Bahu Lio menurun. Cewek itu menyerah, sepertinya sepupunya memang setidak peka itu. "Kak Mira."

"Kenapa, Lio?"

"Kak Mira nggak ngerasa ada yang perlu dijelasin sama aku, gitu?"

"Ada yang harus aku jelasin?" Dengan polos Mira balik bertanya.

"Ada!"

"Emang apa?"

"Emang apa?" Lio mengulang pertanyaan Mira dengan nada yang menyebalkan.

Mira cemberut. "Lio ..."

"Emang apa, Kak Mira tanya?" Ulang Lio penuh penekanan, kedua tangannya melempar guling, gantian jadi mencakar udara. Meski ingin, tidak mungkin juga kan mencakar sepupunya. Bisa habis kalau beneran cewek itu melakukannya. Rasanya Lio mau mengamuk. "Dengerin baik-baik!"

Mira menurut seperti seorang balita. Ia bahkan sempat-sempatnya mengambil guling yang dilempar sepupunya lalu mendekap di dada, dan entah kenapa hal tersebut menambah kadar kekesalan Lio.

Hidden [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang