11

826 190 27
                                    

Katanya, terlahir dari orang tua dengan keluarga yang cukup terpandang menjadi semacam privilage untuk Mira. Menjadi hal yang patut untuk disyukuri karena tidak semua orang bisa merasakannya.

Merasakan banyak kemudahan dari keistimewaan yang Mira dapat dari nama orang tuanya. Belum lagi status mereka yang menjadi donatur tetap di sekolah. Bukankah itu menjadikannya populer?

Namun sering kali, Mira juga merasa ingin mengeluh.

Tertekan menyambangi hati, beban berat terasa dipunggung ketika marga di belakang namanya seolah melekat. Selalu disangkut-pautkan dan mengikut setiap langkah Mira bak bayangan.

Mira lelah. Ia lelah dengan orang-orang yang tidak selalu melihat dirinya sendiri sebagai Mira, melainkan sebagai seorang Ajidarma. Tidak berhenti sampai disana, mereka juga dengan mudah meragukkannya bahkan ada yang terang-terangan memberi ia olokan apabila citra seorang Ajidarma tidak tertebar kuat dalam dirinya.

Kalau begini, Mira jadi teringat rangkaian perkataan Jean waktu lalu, yang begitu memukul telak dirinya.

Terdengar kejam namun memang benar adanya.

Yang perlu lo pahami baik-baik adalah ... tanpa marga 'Ajidarma' dibelakang nama lo, sebenernya lo nggak bisa jadi apa-apa.

Sebenernya lo nggak bisa jadi apa-apa.

Lo nggak bisa.

Jadi,

Apa-apa—

Cukup. Menundukkan kepala, Mira memejamkan mata rapat. Sebelah tangannya terulur diatas dada, menekankannya, berharap rasa sesak yang terasa membelenggu disana berkurang—walau rasanya itu percuma.

Mengatur nafasnya beberapa kali, Mira akhirnya memberanikan diri membuka mata. Dimana bayangan wajahnya yang mengabur yang terpantul pada air kolam yang nampak bercahaya karena terkena sorot lampu—ditengah-tengah suasana yang begitu gelap gulita tanpa ada cahaya yang menyorot diatas sana—kembali tersaji.

Angin malam berhembus lamban dan perlahan, tetapi mampu menerbangkan helaian anak rambut Mira yang tergerai. Biar bagaimanapun rasa dingin itu ada, bahkan terasa seperti menusuk tulang akan tetapi dirinya merasa enggan mengangkat kedua kakinya yang tercelup di air sebatas bawah lutut.

Ada jeda beberapa waktu untuk Mira memandangi pantulan wajahnya di air sebelum ponselnya yang berada di saku piyama tidur berbunyi berulang-ulang. Menandakan ada spam chat yang masuk.

Liona Ajidarma: [Sent a picture]

Liona Ajidarma: ANJING. BRENGSEK. BAJINGAN.

Liona Ajidarma: 😠😡😠😡

Liona Ajidarma: Sorry Kak Mira:(

Liona Ajidarma: Tadinya mau kusimpan sendiri, tapi...

Liona Ajidarma: Aku bener2 dah gak tahan liat kelakuan tunangan kakak!

Liona Ajidarma: 😕😕😕

Mira meneguk ludahnya kasar. Belum, ia belum melihat foto yang sepupunya kirimkan namun deretan pesan Lio dibawahnya sudah lebih dulu membuat jantungnya berdegup cepat.

Hidden [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang