Minggu

61 7 0
                                    

Wim Alinskie, 15 November 1994, Jurusan £'¥~¥{÷£¤ (tidak terbaca karena terhapus air)

Wim.... Sepertinya aku pernah mempunyai seorang teman bernama aneh seperti itu..

Ingatanku terlonjak ke beberapa tahun yang lalu saat pertama kalinya aku naik TJ sendirian, kira-kira 8 tahun yang lalu saat aku berumur 12.

Awalnya Ayahku bersikeras untuk mengantarku pergi ke rumah sakit Glenagles dengan mobil, tapi tak disangka ada pekerjaan mendadak yang membuatnya melalaikan tugas seorang ayah untuk mengantarkan putrinya yang sakit.

Ibuku tidak ada, bukan dengan konotasi negatif. Melainkan bercerai dengan ayahku dan memilih laki-laki lain, aku tinggal dengan ayahku dan aku anak tunggal.

Dengan pengetahuan bahwa TransJakarta dapat mengantarku sampai kesana dan sedikit uang yang kusisihkan, aku nekat naik kendaraan besi beroda ini untuk membuat ayahku bangga bahwa aku sudah mandiri bisa naik angkutan umum sendiri. hehehe.. pikir Ester kecil.

Sebenarnya sakitnya cukup parah, demam disertai flu yang menyerang. Jadi ia mengenakan masker dan Plester pengompres demam.

Ia mempunyai janji bertemu dengan dokter Rian, spesialis anak. Ayahnya yang berkata demikian.

Aku menepuk meja loket dan mengintip kedalamnya dengan berjinjit, wah dingin didalam pakai ac-- pikirnya

"Adik kecil mau beli tiket? mana kakak atau orang tuamu?" sahut mbak penjual karcis

"gak punya kakak, papa kerja" balasku dengan menyodorkan uang lima ribu rupiah, "segini cukup?"

Uang itu ditukar dengan selembar kertas bertuliskan karcis berwarna putih dan beberapa lembar uang kembalian. fyi dulu TJ gak pake kartu Transpass tapi karcis.

"Terima kasih" ujarku sebelum menghilang dari antrian loket

Sambil menunggu bus datang aku membuka isi tasku dan mengeluarkan sekotak susu sapi bermerk Ultra. Ayahku tidak sempai masak makan siang, di kulkas hanya ada susu dan beberapa bahan masakan yang tak bisa kumasak sendiri, jadi aku hanya membawa susu saja.

Aku menyeruput susu itu dengan ganas tanda kelaparan, sssrtt sssrtt.

Mataku bertemu pandang dengan Mata coklat hazel yang sedari tadi memandangku sambil menggenggam erat tangan adiknya yang lebih kecil darinya, ia menelan ludah saat aku menyeruput susu.

Aku menghampirinya dan menawarkan susu itu kepadanya.

"kamu mau ini?"

ia langsung mengambil kotak susu yang kosong itu dan mengocoknya.

"Hahahaha bercanda!"

aku mengeluarkan dua kotak susu lainnya sebagai perbekalanku menuju rumah sakit, tapi ya sudahlah kukasih saja ke mereka.

"ini buat kamu sama adik kamu" sambil memberikan seulas senyum tulus untuknya.

"Yaya mau susu?" tanya nya ke adiknya, sosok anak perempuan bermata bulat berwarna coklat hazel dibelakangnya mengangguk tanda mau.

Ia mengambil satu kotak susu dan diberiknnya kepada adiknya, kemudian satunya lagi sedotannya ia tusuk dan disodorkannya kepadaku.

"Ini buat kamu aja, kamu pasti aus banget. Nyedotnya aja keras banget suaranya" tawanya sambil memperlihatkan gigi yang rapih dan putih hasil gosok gigi dua kali sehari.

"Kamu gak mau?" tanyaku polos

"Nggak, kamu kok sendirian?" balasnya mengalihkan pembicaraan,

"Iya, papaku kerja, mamaku pergi" ceritaku singkat

TeransJekateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang