Nano-Brain

62 2 0
                                    


500 tahun setelah perang dunia ketiga berakhir, neuro-scientist menemukan 'vaksin' untuk mematikan perasaan manusia. Inovasi agar tidak mengulang kesalahan manusia yang sama di masa silam; tenggelam dalam hawa nafsu.

Jadi, seperti inilah yang tertulis di buku sejarah dunia;

1914-1918 Perang Dunia I, konflik politik ekonomi yang menyasar destruksi fisik global. Korban 10 juta tentara–belum terhitung warga sipil.

1939-1945 Perang Dunia II, picuan ulang konflik politik ekonomi yang diinvasi oleh rasa ketidakpuasaan dan kesenjangan sosial. Korban 55 juta orang.

2019-2033 Perang Dunia III, micro-war. Strategi perang oleh pelaku perang dunia sebelumnya berubah 180°. Pengalihan destruksi fisik menjadi bio-weapon. Korban 91 juta orang.

Vaksin yang mereka ciptakan, kita menyebutnya nano-brain. Robot tak kasat mata yang disuntikkan kepada setiap bayi baru lahir. Ia akan memprogram imunitas terhadap infeksi, intelektual, perkembangan minat bakat, psikologi, dan hormon.

"Mungkin kamu akan berpikir kalau dunia yang indah tanpa keributan dan pertikaian telah hadir. Ya benar. Tidak ada tilang akibat pelanggaran lalu lintas. Tidak ada makian karena seseorang lupa mengerjakan tugas kantornya. Tidak ada kekerasan dalam rumah tangga. Tidak ada children-stress akibat bullying atau tuntutan nilai dari orang tuanya. Tidak ada sekumpulan orang yang merasa salah jurusan saat kuliah. Tidak ada demonstrasi karena lapangan pekerjaan tidak sebanding dengan pertumbuhan penduduk. Tidak ada air mata saat seseorang diputus oleh pacarnya. Tidak ada hamil di luar nikah. Tidak ada pengadilan dan penjara. Tidak ada. Manusia tidak punya kendali atas emosi mereka lagi. Itu indah sekali. Hidup bagai robot."

Aku menuliskan ini untukmu kawan. Tidak ada seorang pun yang boleh membaca tulisanini. Ini berbahaya. Kupikir hanya aku... hanya aku yang bisa memiliki emosi seorang. Menikmati setiap perasaan dan keinginan. Ternyata... ternyata di luar sana banyak orang yang berpura-pura kalau nano-brain hidup atas mereka. Mereka hidup untuk diri mereka sendiri... dan untuk keinginan mereka sendiri.


_______________________________________________________



Prolog

"Apa yang kau lakukan dengan injeksi vaksin itu, Elena?"

Seorang lelaki menangkap pergelangan tangan Elena tepat sebelum jarum berdiameter 2 mm itu melubangi lengannya.

Elena mematung. Sebelumnya ia sudah sangat berhati-hati memastikan semua orang sudah pulang dari institusi. Ia bahkan yakin 1000% kalau semua neuro-scientist dan para asisten sudah tiba di rumah dari setengah jam yang lalu. Lantas mengapa, ia tiba-tiba muncul?

Berpura-pura. Tenang. Tetap tenang. Berpura-pura.

Elena mencoba menghilangkan kegugupannya, barulah ia berani menatap orang itu. Tentu dengan senyuman palsu terukir kaku di wajahnya.

"Aku menerima keluhan mengenai jarum vaksinnya. Tak kau lihat sendiri, apakah salah apabila aku mencobanya ke diriku sendiri?"

"Keluhan?"

Oh sial. Salah memilah kata lagi. "Masukan, maksudku."

Ia terdiam. Guratan otot-otot wajahnya masih sama saja. Emosi tak pernah merespon di sana. Kaku dan keras.

"Kelakuanmu aneh sekali, Elena," tukas lelaki itu sambil pergi menjauh.

Helaan nafas Elena tercekat begitu tahu kalau ia malah menarik kursi ke depan mukanya. Kemudian duduk berhadapan dengannya seperti mau mewawancarainya dengan jutaan pertanyaan.

"Kau tidak rasional dan selalu melakukan hal-hal tidak wajar."

Tersentak dengan ujarannya, suntikan di tangan Elena terlempar. Satu kata mantra mematikan, Elena yakini adalah awal dari akhir segalanya. Bagai suntikan yang pecah berhamburan ke lantai, seperti itulah nasib yang Elena tunggu di masa depan.

Anomali. Laporan. Pasukan khusus bersenjata. Vaksin yang diduga tidak efektif. Penangkapan. Kemudian orang-orang yang menghilang, tidak pernah kembali.

Sudah berapa orang yang curiga dengan tingkah lakuku? Sudah berapa orang yang mulai berpikir kalau aku tidak wajar? Aku... aku tidak mau ditangkap!!

"Elena? Jangan-jangan kau –"

Aku... aku harus pergi dari sini...!

"Ikut aku, Elena. Tempatmu bukan di sini." Pertama kalinya Elena melihat seringaian yang normalnya tidak terpatri di sana.


|| Sion ||

Nano DollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang