Happy Reading Guys, "Kalo ada typo² bolehlah ditandain dikomen, makaciw:*"
Hari ini seluruh siswa/i SMA Teresa dipulangkan lebih awal dari biasanya karena para guru akan mengadakan rapat penting diSMA Mulia menjelang turnamen persahabatan antar sekolah yang sudah menjadi kegiatan rutin setiap tahun. Dan tentu saja hal itu menjadi suatu kesenangan tersendiri bagi Adimas dan murid kelas 12 IPA 2 lainnya. Walaupun kelas tersebut terbilang kelas unggulan tetapi dalam hal-hal seperti itu mereka tidak begitu membuat segalanya serius, mungkin kalo kalian tanya Jamet lelaki berambut cepak itu akan menjawab dengan logatnya yang khas.
"Menang apa enggak yang penting itu, partisipasinya." begitu kira-kira jawaban andalannya.
Tetapi jika masalah lomba Cerdas Cermat atau yang mengandalkan otak, jangan ditanya lagi, karena sudah jelas jika kelas IPA 2 tidak akan ikut berpartisipasi. Kadang para guru dibuat heran dengan kelakuan mereka, tetapi hal tersebut berhasil dibungkus apik dengan prestasi mereka dikelas.
Setelah selesai membereskan alat-alat tulisnya, Adimas langsung berdiri meninggalkan bangkunya dan berjalan menuju bangku Beni Alkatiri -Sahabat Adimas sejak kecil- kalo ada yang tanya. Kenapa Adimas harus berjalan menuju bangku Beni? Ya, karena mereka memang nggak duduk sebangku.
Jika kalian masih bertanya kenapa maka, dengan jiwa semangat yang membara mereka akan mengatakan "Gue bosen dari paud duduk sebangku sama dia mulu!"
Oke, Sudah beberapa hari ini Adimas memang pulangnya nebeng sama Beni, dan Beni pun tidak menolak toh rumah mereka juga searah, dan juga karena memang itu sudah kewajibannya sebagai seorang sahabat.
"Yuk." ajak Adimas begitu sampai dimeja Beni yang terletak dipojok sisi kiri meja barisan ketiga.
Beni yang sedang berberes (menyisir rambut klimisnya) menolehkan kepalanya menghadap Adimas. "Hari ini lo pulang sendiri aja ya dim? Gue kemaren lupa kasih tau lo, kalo hari ini gue udah janjian sama Mita -pacar Beni- mau pulang bareng." katanya sambil nyengir tak berdosa.
"Yahh, kok lo tega banget sih. Kan lo tau kalo gue lagi kere, gue juga harus ngehemat duit jajan gue. Kalo lo pulang bareng Mita, terus ntar gue pulangnya gi---" ucapan Adimas terpotong karena tiba-tiba saja Beni mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya.
Adimas menyeringai kecil "Nah gini dong," katanya sambil menyahut uang yang dikeluarkan Beni tanpa malu-malu. "Sukses yak brou." lanjutnya kemudian berlalu meninggalkan kelas sambil tertawa puas melihat wajah cengo Beni.
"Dasar. Untung temen." gumam Beni.
~~~
Saat Adimas hendak menyebrang jalan menuju Halte, sejenak ia menghentikan langkahnya karena dari kejauhan matanya tak sengaja melihat seorang gadis yang duduk sendirian dihalte dan menundukan kepalanya. Setelah melihat disekitaranya sudah sepi dan hanya tersisa dua satpam yang berjaga Adimas langsung terdiam mencoba berfikir untuk beberapa saat karena dilihat dari pakaian yang dikenakan gadis itu sudah jelas jika gadis itu bukan murid disekolahnya.
Adimas mulai menebak-nebak, ia berfikir bahwa gadis itu sedang menangis karena tubuh gadis itu gemeteran! Eh tapi---bisa jadi, gadis itu kelaparan. Tapi kalo laper kenapa nggak cari makan aja? Ahh! Adimas menjentikan tangannya keatas, atau mungkin--- gadis itu kedinginan?Adimas mendongakkan kepala keatas. Cuaca hari ini panas pake banget, ya kali gadis itu kedinginan disiang bolong gini.
"Ah. Bodoamat, ngapain juga gue malah mikirin dia." batin Adimas dan melanjutkan langkahnya kembali menuju halte.
Sesampainya dihalte, Adimas langsung duduk disamping gadis yang menurutnya aneh itu. Iya aneh, aneh karena memakai dress pesta disiang bolong begini.
"Ini perasaan gue doang atau emang biasanya gaada yang nongkrong disini sih, kok tumben halte udah sepi." batinnya sambil melihat jam yang melingkar ditangannya.
"Masih jam 14.00 loh, harusnya si masih ada yang nongki-nongki. Ah atau...mereka nongki-nongkinya diwarnet nih. Wah iya nih pasti, mana ngga ngajak gue lagi."
"Ini juga! Kenapa dari tadi angkot belum ada yang lewat, perasaan kalo gue bawa motor banyak yang lewat....Nah ini? Buset, apa uda---" gerutuan dibatin Adimas terhenti saat telinganya mendengar isak tangis.
"Hiks,"
Adimas terkesiap bingung. "Leh? Dia nangis? Nangis dong wey." lagi-lagi batinnya bertanya-tanya.
"Hiks, hiks...."
"Lah beneran nangis dia?"
Adimas memberanikan diri untuk menoleh kearah gadis itu, dan benar saja cairan bening itu berjatuhan kebawah membasahi dress berwarna putih gading yang dikenakan gadis itu. Adimas celingak-celinguk lagi kekanan dan kiri.
"Barabe nih, kalo tiba-tiba ada orang lewat. Ntar dikira gue yang bikin nangis dia." desisnya.
Tidak mau jadi korban tuduhan. Tanpa aba-aba Adimas langsung mengeluarkan sapu tangan miliknya, dan menyodorkan pada gadis itu tanpa sepatah kata.
Karena tidak kunjung mendapat respon, Adimas berdehem sejenak sebelum
membuka suara. "Nih, buat lo."Masih tidak ada respon.
"Heh?"
"...."
"Anjir dikacangin," Adimas yang sedang menahan kesal karena tidak kunjung mendapat respon. Akhirnya ia menarik tangan gadis itu dan menaruh sapu tangannya diatas telapak tangan gadis itu.
"Nih, buat ngelap air mata sama ingus lo," Katanya segera menjauhkan tangannya ketika gadis itu menatapnya terkejut. "Itu mana ingusnya banyak banget hiii. Tangannya juga dingin gitu," lanjutnya dalam hati.
"Hah?" gadis itu mengerjapkan matanya berkali-kali.
Adimas mengerutkan keningnya bingung. "Hah? Hah apaan yang hah?"
"L...o...lo...."gadis itu menunjuk kearah Adimas, "Lo lo...bis...bisa...li...liat...gu...gue?"
"Maaf tapi--lo gagu?"tanya Adimas hati- hati sambil menatap prihatin pada gadis itu.
Gadis itu menggelengkan kepalanya cepat.
"Oh kirain....sori, Terus? maksud lo tadi ngomong apaan?"
"It...itu, hngg....--"
Kerutan didahi Adimas terlihat terlipat-lipat. "Katanya nggak gagu, kalo ngomong yang jelas dong biar gue juga tau maksud omongan lo itu apa."
"I...iya sorri, gue tad..tadi cuma mastiin aja....kalo lo-- bisa liat gue?" cicitnya diakhir.
Hilang sudah sikap ramah yang Adimas coba tunjukan pada gadis yang baru saja ia beri sapu tangan itu, karena ia merasa dilecehkan gadis dihadapannya ini. "Lo kira mata gue rabun?!!" gertak Adimas. "Kok nanya gitu? Lo mau bales dendam sama gue, gara-gara gue tadi ngiranya lo gagu? Kan gue juga udah minta maaf tadi! Tau nggak lo, Secara nggak langsung juga, lo itu udah nglecehin gue!" katanya ngegas tidak peduli jika mimik wajah gadis itu berubah panik.
"Gue nggak bermaksud nglecehin lo kok, gue cuma mau mastiin aja. Lo itu beneran bisa liat gue apa nggak...dan....dan tadi, lo bisa pegang tangan gue?"
"Sinting ya lo, tadi lo kata mata gue rabun terus sekarang-- lo pikir gue hantu? Yang ga bisa pegang tangan orang git--" ucapan Adimas menggantung karena ia mendengar suara klakson angkot, dan ternyata angkotnya sudah datang. Adimas langsung masuk ke dalam angkot, meninggalkan gadis itu dengan perasaan dongkol. "Awas lo." katanya setelah mendapat tempat duduk sambil memberikan gerakan tangan mencolok mata pada gadis itu.
"Bukan lo yang hantu, tapi kayaknya itu..... gue." lirihnya kemudian meninggalkan halte.
Holla im back :)
-penulis yang tetep nulis, walaupun nggak tau ada yang suka apa nggak-Ditulis : Solo, 6 Desember 2018
Tulis ulang : 18 Juni 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD ROMANCE?
Teen FictionBercerita tentang kehidupan Adimas yang mulai terusik sejak pertemuannya dengan seorang gadis aneh disebuah halte. Gadis yang sungguh membuat telinganya langsung mengepulkan asap karena terlalu jengkel. Padahal saat itu ia sudah berniat baik pada ga...