Hukuman Again!

50 15 26
                                    

kalo dipikir nih ya, sebentar lagi kan saya lulus dari sini. Jadi saya harus punya kesan tersendiri di sini, biar tetap dikenal kalo nanti saya udah jadi orang sukses. Saya yakin bapak guru dulu waktu sekolah juga pernah ngelakuin kenakalan kan?

Louis Revano Mahendra
______________________________________________

Vano membelalakkan matanya, ia pun membalikkan badannya dan melihat Pak Adi yang tepat berada di depannya sambil berkacak pinggang.

Vano pun menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Bingung akan berbicara apa nantinya.

"Ehh bapak ... hehe," jawabnya sedikit gugup.

"Louis Revano Mahendra!! Ngapain kamu di sini di jam KBM sedang berlangsung? Ngapelin pacar kamu bilang?" tanya pak Adi lagi dengan sorot mata membunuh.

"Hehe enggak pak ... bercanda doang," ucap Vano cengengesan.

"Ikut saya ke ruang BK sekarang juga!" pinta Pak Adi memaksa.

"Tapi pak--" Vano memasang muka melas, namun tak mempan untuk pak Adi mengasihaninya.

"Nggak ada tapi-tapian! Ikut saya sekarang!" Pak Adi menarik paksa pergelangan tangan Vano, hendak menyeretnya menuju ruang BK.

"Aduh! Aku juga manusia, punya hati punya rasa," gumamnya.

"Gausah nyanyi!" sindir pak Adi.

'Kayak kambing gue diseret-seret kek gini! Batin Vano.

Sesampainya di ruang BK, Vano mendapatkan omelan-omelan dari guru BK nya serta beberapa wejangan untuk memotivasi Vano. Vano memperhatikan dengan seksama apa yang dikatakan oleh gurunya.

"Kamu ini sebenernya anak yang pandai, tapi kenapa ulahmu seperti ini?" tanya pak Gibran---guru BK di sekolahnya.

"Saya ini cuma nyari pengalaman pak." jawabnya singkat.

"Pengalaman kamu bilang?" tanya pak Gibran setengah emosi.

"Gini deh pak... kalo dipikir nih ya, sebentar lagi kan saya lulus dari sini. Jadi, saya harus punya kesan tersendiri di sini, biar tetap dikenal kalo nanti saya udah jadi orang sukses. Saya yakin bapak guru dulu waktu sekolah juga pernah ngelakuin kenakalan kan?" lanjutnya.

"Iya, kok tau?" ucap pak Gibran. "Eh. Kamu ini! malah mengalihkan pembicaraan saya! Sekarang kamu saya hukum membersihkan seluruh toilet yang ada dikoridor kelas 12 IPS!" bentak gurunya.

"Banyak banget pak, astaga! Nggak bisa dikurangin gitu? Masa saya laki-laki disuruh bersihin toilet. Anjlok harga diri saya pak!" Protes Vano.

"Nggak ada anjlok-anjlok! Orang kamu nggak saya suruh lompat-lompat." jawab gurunya.

"Ya bukan itu pak maksud saya. Nggak ada hukuman lain pak? Yang  anti-mainstream gitu" pintanya lagi.

"Yasudah. Kamu saya hukum hormat di tengah lapangan sampai jam istirahat kedua! Nggak ada protes-protes lagi."

"Lah? Itu mah mainstream banget pak!" protesnya langsung mendapatkan tatapan tajam dari pak Gibran. "Iya pak." Vano beranjak pergi meninggalkan ruang BK, lalu melaksanakan hukumannya.

Vano melangkahkan kakinya gontai. Cuaca hari ini sangat terik, ini semua karena ajakan Sada yang menggiurkannya. Ingin rasanya ia mengumpati sahabatnya itu. Entahlah ia sedang malas terkena hukuman, minggu lalu ia dihukum menata seluruh buku-buku yang ada di perpustakaan karena ulahnya bolos mata pelajaran, dan nongkrong di kantin dekat kelasnya.

Sesampainya di lapangan, ia berdiri menghadap tiang bendera, dan mengangkat satu tangannya untuk mengambil posisi hormat.

"Anjay panas banget lagi," gumamnya.

Jam digital di pergelangan tangannya menunjukkan angka 09:25 WIB. Itu berarti 5 menit lagi bel istirahat pertama akan segera berbunyi. Ia telah menyiapkan mental untuk menanggung malu karena dilihat banyak pasang mata di seluruh sekolahnya.

Saatnya istirahat pertama dimulai..

Suara sound itu membuat seisi kelas mendadak sangat gaduh. Pasalnya, jam istirahat adalah waktu dimana kebahagiaan dimulai. Mereka terbebas dari mata pelajaran yang membuat pusing serta kantuk yang tak kunjung hilang. Ketika bel istirahat berbunyi, disitulah mata-mata kantuk menjadi bersinar sangat terang.

Begitupun kelas XII IPA 1, Reva dan teman-temannya keluar dari kelas untuk menuju kantin. Suasana kantin sudah sangat ramai, karena kantin ini merupakan satu-satunya kantin yang berada di antara koridor kelas 12 IPA dan IPS, sehingga kantin menjadi sangat ramai terpenuhi oleh siswa-siswi 12 IPA dan IPS.

Reva menyusuri seisi kantin, hingga matanya menemukan Sada dan Bima yang sedang duduk di salah satu kursi yang berada di pojok kanan. Mereka hanya berdua, tanpa berlama-lama Reva segera menghampiri mereka berdua.

"Loh, Rev? Mau kemana?" tanya Sita penasaran saat melihat Reva melangkahkan kakinya.

"Nyamperin Sada," jawabnya menoleh sekilas, lalu melanjutkan langkah kakinya menuju bangku yang ingin dituju.

Sesampainya di sana, Reva tak mendapati Vano di antara mereka. Biasanya mereka bertiga selalu bersama, hanya saja Tyo tak pernah membolos seperti apa yang dilakukan Vano dan Sada.

"Sat ... Vano mana?" tanya Reva to the point.

"Dihukum noh," jawabanya sambil menggerakkan dagunya ke arah lapangan.

"Dimana? Kok bisa?" tanya Reva khawatir.

"Di lapangan. Tanya sendiri sono!"

Reva menghentakkan kakinya keluar dari kantin, melihat kearah lapangan, lalu kembali memasuki kantin dan membeli sebotol pocari sweat dingin. Setelah membayar minumannya, Reva kembali berlari keluar kantin dan menuju ke lapangan.

Reva melihat ekspresi Vano yang sedang hormat menghadap ke arah tiang bendera. Keringat yang bercucuran membasahi sebagian bajunya, serta wajah yang nampak memerah. Ia pun mendekati kekasihnya dan menempelkan botol minumannya dipipi kiri Vano. Vano yang merasakan kesejukan dari pipi kirinya, ia pun menoleh dan mendapati Reva yang sedang berdiri di sampingnya.

"Ngapain?" tanyanya menoleh, masih dengan posisi hormat.

"Lo yang ngapain? Gimana bisa dihukum?" tanya Reva ketus.

"Nglakuin kesalahan." Vano mengalihkan pandangannya, dan kembali fokus menghadap bendera yang bergerak terbawa angin.

"Ikut gue ... kita neduh dulu." Reva menarik pergelangan tangan Vano yang otomatis membuat Vano mengikuti langkah kakinya.
Reva membawanya ke tepi lapangan dan berteduh pada pohon yang menjulang tinggi di belakangnya.

Mereka duduk berdampingan, lalu Reva membukakan botol minum yang sedari tadi dipegang olehnya.

"Nih... minum dulu," ucap Reva memberikan minumannya untuk Vano.

"Makasih." Vano menerima pemberian Reva, lalu meneguknya sampai tersisa sedikit. Lalu beranjak membuang botol minumannya yang telah kosong ke tempat sampah yang berada tak jauh darinya.

"Gue balik ke lapangan dulu." ujarnya meninggalkan Reva yang masih setia duduk di bawah pohon.

"Bisa nggak sih lo ngehargain gue? Seenggaknya duduk dulu disini, ngehargain perhatian yang gue kasih buat lo." ucapnya sedikit menggunakan nada tinggi.

"Gue nggak minta lo buat kesini!" bentaknya.





To Be Continue...
______________________________________________

Tunggu next part okay!
Cek typo, krisarnya boleh bangett
Salam manis🤗

22 Juli 2020
Alina

MUNGKIN NANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang