Chapter 10

2.4K 231 20
                                    

Happy reading guys.
Instagram:albian.bella
albianbella15
***

Bella merasa canggung, karena untuk kedua kalinya Ibu Anjani datang ke butik dengan tujuan menemuinya. Untuk urusan apalagi kali ini? Tidak mungkinkan menemaninya memilih pakaian? Karena masih Bella ingat, wanita paruh baya itu baru menghabiskan uang puluhan juta minggu lalu.

Bella mengelak tegas saat Santi mendatanginya di lantai dua untuk segera menemui Bu Anjani tadi. Sebagai karyawan pasti ia hanya mengikuti apa yang konsumen inginkan, apalagi hari ini Bu Jani sudah berbelanja lagi hingga 25 juta. Apakah Bella bisa menolak untuk orang yang secara tak langsung menyejahterakan dirinya? Uang memang berkuasa di dunia ini.

Saat ini Santi menemui Bella yang ada di lantai dua, mereka berdiri di anak tangga tertinggi sambil melirik ke bawah.

"Ini masih jam kerja loh San."

"Beliau mau kok Mba nunggu sampai jam makan siang, tuh buktinya dia duduk di sofa ruang tunggu."

What? Bella terperangah mendengar fakta itu. Seorang nyonya besar rela menunggu satu jam untuk bertemu dengannya? Wanita yang benar-benar biasa saja. Tidak ada hal istinewa dari Bella sehingga orang penting macam Ibu Jani ingin bertemu. Jika bukan urusan penting dan mendesak pasti tidak akan seperti ini. Lagi, wanita sosialitan kan punya ambisi tinggi. Biasanya menginginkan apapun harus segera didapat di depan mata, alias tak ada penundaan. Melongok sedikit menatap suasana lantai satu lewat lorong tangga Bella tak dapat melihat wanita yang melahirkan mantan bosnya. Ia gelisah.

"Sebenarnya ada hal apa sampai Bu Jani terus-menerus pengin ketemu Mba Bella? Aku kepo deh."

Bella tetap diam. Pikirannya ruwet jika berasumsi alasan Bu Jani datang. Bella tidak mau terlalu percaya diri. Minggu lalu ia tahu dari sumber terpercaya jika status Pak Bian duda. Apakah Bella senang? Tujuh puluh persen ia senang. Selebihnya bercampur antara sedih dan prihatin. Untuk orang sekelas bosnya dan selebgram itu mengapa bisa bercerai. Bella kira, hubungan mereka harmonis.

Apakah Nyonya Ajeti masih penasaran dengan jawabannya saat itu? Ah rasanya tidak mungkin. Pasti nyonya Jani hanya sedang bercanda. Wanita itu hanya memberi harapan palsu pada orang dari kalangan bawah seperti dirinya.

"Kenapa sih Mba? Mba utang ya? Banyak? Sampai jutaan?" Santi penasaran dengan gerak-gerik asisten Bos Besar yang mencurigakan.

"Apa sih kamu. Aku bukan kamu yang suka pinjem uang ya?"

"Nyindir nih karena aku belum balikin uangnya?"

"Berisik ah. Bukan tentang uang pokoknya."

"Lah terus? Kenapa Mba takut ketemu kalau ngga ada hubungannya dengan uang coba?"

"Ini lebih dari uang Santi. Udah ah sanah turun. Bilang, aku sibuk sampai nanti malam."

"Ok."

Bella menyingkir dari tangga menuju ruangan tempatnya biasa istirahat. Ia pusing, bukan karena selalu menggunakan bahasa inggris setiap hari dengan Miss Andrea atau karena harus membantu persiapan pernikahan adik Alan. Aneh kan? Wanita itu--Miss Andrea masih mau membantu mantan calon suaminya. Bella pusing karena dihadapkan dengan Ibu Jani. Perasannya tidak nyaman, selalu ada keraguan dan kekhawatiran berlebih ketika datang sosok-sosok kaya di hidupnya.

Haruskah Bella mendekam terus di dalam ruangan ini tanpa makan siang? Haruskah dia menghindar? Namun ia tahu pasti jika menghindar tak akan menyelesaikan masalah. Teringat apa yang ia pesankan pada Santi barusan, Bella langsung mematung. Ia tidak tahu respon apa yang Bu Jani berikan. Apakah tamparan untuk Santi, atau lengkingan suara yang memanggilnya untuk turun. Karena pasti wanita itu merasa harga dirinya jatuh hanya karena ditolak bertemu dengan wanita biasa seperti dirinya.

Bella's Blind Love Story [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang