Chapter 8

2.2K 236 20
                                    

Happy reading
albianbella15
Instagram:albian.bella
***

Tanpa mengatakan apapun lagi, Pak Bian akhirnya menarik koper miliknya menjauh. Menolak paper bag berisi jaketnya yang berniat aku kembalika . Walaupun aku tahu pasti ia masih memiliki banyak benda tersebut. Dan perlu diingat lagi, Pak Bian tak berkata meminjamkan atau memberikan jaketnya padaku. Tiba-tiba saja dilempar ke arah bahuku. Jadi sudah sepatutnya barang ini aku kembalikan ke sang pemilik kan?

Hanya punggung lebarnya yang bisa aku pandangi sekarang, menjauh dan makin kecil. Mataku turun menatap paper bag yang ada di tangan kanan, kemudian menghela nafas kasar. Akan aku simpan. Siapa tahu, suatu saat benda ini akan kembali ke pemiliknya.

"Kamu siapa?"

Baru saja aku menunduk untuk memasukkan kembali paper bag ke dalam koper. Suara seorang wanita terdengar seperti bertanya kepadaku. Karena penasaran dan tidak terlalu berharap dalam posisi setengah berjongkok kepalaku terangkat. Menyusuri perlahan dari kaki hingga wajah wanita itu.

"Ibu bertanya sama saya?"

"Apa ada orang lain yang lebih dekat dengan saya selain kamu?"

Aku kembali menarik zipper koper, dengan mata tetap tertuju ke arah wanita berambut pendek tadi.

"Mmm, saya Bella." Kataku setelah berdiri dengan benar di hadapannya. Sekarang aku tahu jika tinggi badannya hanya sebatas dagu, pun dia sudah menggunakan heels.

"Saya ngga tanya nama kamu. Kamu siapanya Bian?"

Ah, aku baru mengingat. Jika wanita ini yang tadi Pak Bian panggil Mah, mungkin ibunya. Aku sampai tak sadar karena begitu larut dalam perkataan pria tegap itu yang menyakitkan.

"Saya bukan siapa-siapanya. Baru mengenal bapak tadi di dalam pesawat."

Apakah aku salah mengatakan itu? Karena masih jelas tadi teringat jika Pak Bian mengatakan tak mengenalku. Lebih baik aku juga mengatakan hal yang sama, agar tidak terjadi banyak pertanyaan. Wajah wanita paruh baya itu tak berubah sedikitpun. Tetap tenang dan berwibawa seperti seorang ibu pejabat dengan tangan tertekuk mengait tas mahal.

"Kamu pikir saya percaya? Saya mendengar sendiri apa yang kamu katakan tadi dengan anak saya."

"Oh tentang itu..."

"Pulang Mah. Kita harus menghindari orang asing yang sedang pura-pura dekat dengan kita."

Aku tak percaya. Kejadian tadi begitu cepat. Saat sedang memikirkan penjelasan apa yang masuk akal agar wanita ini segera pergi, Pak Bian tiba-tiba datang menarik lengan ibunya. Sebelum itu, lebih dahulu ia membisikkan kalimat tadi di telinga ibunya. Tidak tepat disebut bisikan, karena aku mendengar dengan jelas apa yang dia katakan. Aku terperangah, masih belum bisa mencerna setiap kalimat yang terucap dari mulut sang direktur.

Bibirku tersenyum miris. Menertawakan diri sendiri yang lagi-lagi tak pernah mendapat perlakukan manis orang yang ku cintai. Sekali saja berbicara dengan suara datar yang tak menyindir. Aku akan sangat senang Pak Bian.

Mencoba menguatkan diri, aku menarik nafas panjang dan menghembuskan perlahan. Menghilangkan rasa panas yang hampir meluruhkan air mata ini diam-diam. Jangan terlalu bodoh menjadi wanita Bella. Kataku merutuki diri. Dengan susah payah aku menarik dua koper besar menuju pintu keluar, berjalan di belakang pasangan ibu dan anak dengan tetap menjaga jarak sekitar 10 meter. Seperti yang dilakukan Ariel, aku berjalan mengikuti jejak seseorang. Mencium wangi parfume yang masih tertinggal, walaupun sangat tipis.

Aku merindukan masa-masa bekerja di bawah perintahnya. Merindukan saat meeting dimana aku duduk bersebelahan dan mendengar suaranya yang berat dan tegas bernegosiasi. Pria itu pintar, pergaulannya luas dan berasal dari keluarga yang berada. Sangat amat jauh dariku yang hanya hidup bersama nenek. Aku tidak tahu takdirku akan berakhir dengan siapa. Berakhir dengan siapapun nanti, aku harap orang itu akan sama juga mencintaku.

Bella's Blind Love Story [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang