Chapter 14

2.2K 213 19
                                    

Bella merasa begitu senang. Bisa pulang kembali ke rumah dalam keadaan yang utuh. Bibirnya saat ini bisa tersungging senyum. Bukan senyum palsu tapi senyum penuh kelegaan sudah melewati keluarga Ajeti yang bertindak seenaknya. Terutama Nyonya Ajeti yang menariknya tanpa ijin dan tanpa persetujuan banyak pihak. Ia tahu, Tuan Ajeti begitu kaget mendengar latar belakang keluarga Bella. Ia sampai melotot dan minta penjelasan istrinya apakah itu benar atau tidak. Bella sendiri tidak tahu apa niatan wanita itu, jelas-jelas masih banyak yang lebih baik darinya.

Ia tidak tahu lagi apa yang terjadi dalam keluarga tersebut setelah pintu tertutup. Tak ada lagi antar jemput. Bella harus pulang sendiri. Dan sebelum itu, ia sempatkan untuk mengganti pakaiannya di toilet luar rumah. Kemudian menitipkan dress yang dia pakai pada Pak Joko. Supir itu mengucapkan banyak terimakasih atas kesediaan Bella datang. Tak tahu lagi jika bukan Bella, mungkin ia sudah dipecat.

Tidak masalah membuka aib keluarganya, yang terpenting Bella tidak lagi berada di lingkaran edar keluar terpandang itu. Ia benar-benar tidak layak kan? Segala sesuatu yang ditutupi lama kelamaan akan terungkap. Wanita cantik berhidung mancung ini tak memikirkan bagaimana penilaian mereka terhadap dirinya. Terutama Bian, Bella tak memikirkan lagi bagaimana dirinya dimata lelaki itu. Mungkin makin jijik. Terakhir kali mata mereka bertemu adalah sebelum Bella melangkah pergi. Di mata lelaki itu ada sebuah tatapan yang tak terbaca. Datar namun tajam. Bukankah harusnya dia senang karena apa yang selama ini jadi pemikirannya menjadi kenyataan? Benar, Bella bukan berasal dari kelurga terpandang. Masa lalunya rumit dan pasti memalukan jika harus di umbar kemana-mana.

***

Wajah seorang wanita paruh baya di depan halaman rumah yang sedang menyapu terlihat oleh Bella. Ia segera memeluk nenek tercintanya dengan sangat erat.

"Yaya ngga bisa nafas La."

Bella tertawa begitu nyaring. Ia senang masih bisa melihat si wanita beruban ini di depan mata.

"Aku beli bakso Ya, yuk makan."

"Ada acara apa ini? Kamu baru jadian ya? Ini pajaknya?"  Tanya Yaya yang melihat kantong plastik di tangan kanan cucu paling cantiknya.

"Tahu dari mana itu kalau jadian ada pajaknya?"

"Itu sinetron di SC*V."

"Yaya udah ngga cocok nontonin itu, mending dengerin ceramah Ustad Sholeh aja di mesjid."

"Maksudnya bilang begitu karena Yaya udah tua? Terus harus banyak ngaji gitu?"

"Ngga begitu. Sensitif banget si."

Melihat wajah neneknya yang sudah kesal, Bella akhirnya mengajak Yaya masuk ke dalam rumah. Sudah sangat sore dan tidak baik berkeliaran di halaman rumah.

***

Duduk saling berhadapan di meja makan. Aku segera menyiapkan dan menghidangkan bakso kesukaan Yaya. Ia langsung melahapnya antusias, diikuti olehku yang pelan-pelan menambahkan bumbu sebagai penambah rasa.

Tepat setelah aku menelan bakso terakhir dalam kunyahan, ponsel milikku berdering. Ada nama Miss Andrea di sana.

"Yes Miss Andrea?... Me? ... How many days? ... Ok. Sure. ... Thank you."

Aku segera mematikan ponsel dan mengangkat pandangan ke arah Yaya. Dia masih mengunyah serius menunggu penjelasan dariku. Dia pasti ingin tahu apa yang aku katakan. Karena dia tidak terlalu bisa mengerti Bahasa Inggris namun sangat senang saat mendengarku berbicara seperti tadi. Katanya pas dan enak didengar.

"Artinya apa La?"

Sebelumnya menjelaskan padanya, aku minum terlebih dahulu. Membasahi kerongkongan dan mulut yang masih tertinggal rasa pedasnya.

Bella's Blind Love Story [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang