"Am ... nesia, Dok?" Susah payah, Surya mengulang kata itu. Seolah dia sedang berusaha memuntahkan gumpalan raksasa yang membuat tenggorokannya tercekat.
Amnesia.
Dulu, dulu sekali, Surya menganggap bahwa amnesia hanya ada di dalam film dan buku. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa kini, wanita yang dia cintai harus mengalaminya.
Hening. Sepertinya sang dokter sedang memberi kesempatan kepada Surya untuk mencerna kondisi yang dialami Zalina.
"Tapi, Dok. Waktu itu dokter bilang kondisinya stabil. Perkembangannya baik. Lalu kenapa dia jadi begini?"
Sang Dokter menghela napas panjang. "Pak Surya, otak adalah salah satu organ manusia yang paling misterius. Kerusakan otak tidak mudah diprediksi." Wanita berusia lima puluh tahunan itu membenarkan posisi kaca matanya yang sedikit melorot.
"Kecelakaan itu menyebabkan terjadinya pendarahan intrakranial. Upaya kita untuk mempertahankan Ibu Zalina dalam kondisi koma selama tiga minggu kemarin, diharapkan dapat menenangkan sistem syaraf dan memberi waktu pada otak untuk pulih dengan sendirinya, selagi pembengkakan mereda." Sang dokter lantas menunjuk area gelap pada hasil CT Scan dengan ujung jari. "Tapi bisa dilihat di sini, sepertinya jaringan yang membengkak, tertekan oleh tulang tengkorak, sehingga mengakibatkan beberapa kerusakan. Kondisi ini membuatnya kehilangan sebagian memorinya."
"Tapi, bagaimana bisa, Dok? Dia mengenal orang tuanya, dia mengenal dirinya sendiri, dan dia mengenal saya. Hanya saja ... Dia tidak ingat kalau kami sudah menikah."
"Amnesia retrograde." Sang dokter kembali buka suara. "Pada keadaan ini, pengidap tidak bisa mengingat seluruh atau sebagian informasi serta kejadian di masa lalu. Dalam kasus Bu Zalina short-term memory-nya mengalami gangguan dan memori yang hilang hanya sebagian. Ingatan terakhirnya berhenti di tahun 2013."
Sepasang bahu Surya yang tadinya tampak tegap, seketika terkulai lemas saat mendengar penjelasan dokter. Lelaki itu mengusap wajahnya yang tampak frustrasi. "Tapi istri saya bisa sembuh kan, Dok? Ingatannya akan kembali, kan?"
"Saya harap begitu, Pak. Namun seperti yang tadi saya bilang, otak adalah organ paling misterius. Kita tidak bisa memprediksi, apakah ingatan Bu Zalina akan cepat kembali atau ... sama sekali tidak kembali."
"Ya Allah." Surya memejamkan matanya. Lelaki itu berusaha menenangkan dirinya sendiri. "Apa yang bisa saya lakukan untuk membantunya?"
"Bersabar." Sang dokter memundurkan tubuhnya, bersandar pada sandaran kursi. "Saya paham, kondisi ini tidak hanya berat bagi pasien, tetapi juga untuk keluarga dan orang-orang terdekatnya. Saya harap Bapak bisa bersabar menghadapi perubahan perilaku dan mood swing yang mungkin akan dialami oleh istri Bapak. Jangan terlalu memaksa istri Bapak untuk mengingat. Kita tidak ingin terjadi kerusakan yang lebih parah."
🌼🌼🌼
Zalina menatap lelaki yang tengah tertidur di sofa kamar rawat inapnya. Wajahnya tampak sayu. Lingkaran hitam membayangi area sekitar matanya. Zalina bisa membayangkan betapa lelahnya lelaki itu. Setiap hari, sepulang kerja, Surya akan ke rumah sakit untuk menungguinya, menggantikan orang tuanya dan orang tua Surya yang datang bergantian.
Zalina menganjur napas panjang. Kemarin, dokter sudah memberinya penjelasan tentang kondisi yang sedang dia alami. Katanya, kecelakaan telah membuatnya kehilangan sebagian memori.
Wanita itu tidak habis pikir. Bagaimana hal seaneh ini bisa terjadi? Bagaimana bisa dia menikah dengan Surya? Dan, ke mana Bintang?
Sejak dirinya sadar seminggu yang lalu, belum sekali pun Bintang datang menjenguknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zalina, Tiba-tiba Menikah
RomansaZalina cinta mati kepada Bintang, kekasihnya sejak SMA. Selama sepuluh tahun, dia tidak pernah berpaling. Zalina tetap bertahan, meski selama ini harus berebut perhatian dengan tugas-tugas Bintang sebagai prajurit yang tergabung dalam Kontingen Garu...