¤ 10 ¤

13 4 2
                                    

Zya sedang bersantai di balkon kamarnya, mencoba menghilangkan penat yang ia alami belakangan ini.

Brukk

Pintu kamar Zya dibuka secara kasar.
'Oh Tuhan, ada apa lagi ini?' batin Zya.

Zya berjalan ke dalam kamarnya. Ia berjalan perlahan, mencoba melihat kamarnya.

Seorang wanita paruh baya mendekatinya. "Heh kamu! Apa yang kamu lakukan pada adikmu itu," ucap wanita itu dengan penuh amarah.

Zya membelalakkan matanya, ia tidak melakukan apa-apa. Setalah pulang tadi, ia selalu di kamar dan belum keluar lagi.

"Z-zya ga ngapa-ngapain," ucap Zya yang mencoba menutupi ketakutannya. Ia takut bukan karena salah, ia takut akan kemarahan sang mama.

"Bohong kamu! Kamu tidak lihat adik kamu sampai kesakitan gitu, tidak punya belas kasihan, dasar anak tidak tahu diuntung," ucap mamanya yang masih emosi.

"Tapi Zya gak ngelakuin apa-apa, Zya dari tadi di kamar," ucap Zya meyakinkan.

"Di kamar kata kamu! Dasar alesan!

Plak

Satu tamparan mendarat mulus di pipinya.

"Itu buat kamu, agar kau merasakan apa yang adikmu rasakan," ucap Mamanya.

Saat tangannya sudah melayang di udara, Zya menutup matanya, bersiap menahan sakit yang akan ia terima lagi. Namun, adiknya datang mencekal tangan mamanya yang siap meluncur itu.

"Udah Ma, aku gak apa-apa. Nanti juga ilang sakitnya," ucapnya Meisya-adik Zya sambil memelas.

'Dramaquen' batin Zya sambil tersenyum kecut.

"Mama lebih percaya sama dia?" Tunjuk Zya kepada Meisya.

"Jelas Mama lebih percaya kepadanya, dia itu anak baik, tidak seperti kamu yang urakan." Zya berusaha sekeras mungkin menahan air matanya.

'Lo kuat Zya, Lo bisa tahan ini," batin zya menyemangati dirinya sendiri.

"Kamu beruntung kali ini. Adik kamu sangat baik, kau tega melukainya?! Dasar kau anak tidak punya malu," lanjutnya lagi.

Wanita paruh baya itu berjalan keluar dari kamar Zya. Sedangkan gadis itu, menatap Zya dengan senyum penuh kemenangan.

'Sekarang Lo bisa menang Sya,' batin Zya sambil tersenyum kecut.

Zya memegangi pipinya yang terasa panas, ia sudah terbiasa akan hal ini. Ia kembali berjalan menuju balkon kamarnya.

Matanya menatap hamparan bintang di langit yang biru, suasana malam hari yang sangat ia sukai. Angin berhembus perlahan. Zya memegangi pipinya yang masih terasa panas. Tak terasa pipinya sudah basah, air matanya masih saja ke luar tanpa diperintahkan.

"Lo gak boleh cengeng, Lo kuat, Lo bisa," ucap Zya menyemangati dirinya sendiri. Tangannya bergerak menghapus jejak air matanya.

'Oma,' satu nama yang tiba-tiba terlintas di pikirannya.

Sudah lama ia tidak ke rumah omanya. Besok ia harus mengunjugi omanya. Zya menutup pintu balkon dan berjalan ke arah kasur, ia memutuskan untuk beristirahat. Kepalanya yang mulai terasa berat, membuatnya cepat terlelap.

🍀🍀🍀


"Hey." Zya terlonjak kaget saat sebuah tangan memegang bahunya. Ia menatap tajam pelakunya.

FIZYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang