Doll

27 5 2
                                    

Hari ini sudah hari ke-lima. Di tiap-tiap hari, ceritaku selalu berbeda dan itu cukup memusingkan. Setiap harinya aku juga harus berhati-hati agar tidak cepat tereleminasi.

Kata Mr. Black, aku adalah salah satu dari beberapa manusia beruntung yang bisa mengikuti tantangan tahunan ini. Jika aku lolos mengikuti tantangan hingga sebulan penuh, maka ada hadiah menantiku. Namun, jika aku gagal ... kematian akan menghampiriku.

Seperti hari ini, aku terbangun di atas kasur yang empuk dan nyaman. Rasanya berat untuk bangkit dan memulai hari juga tantangan baru. Aku ingin semuanya kembali normal. Tapi perjanjian sudah terikat. Tidak ada pilihan lain, maju dan berusaha sebaik-baiknya adalah satu-satunya cara terbebas dari Mr. Black.

Aku berupaya menghabiskan waktu sebaik mungkin. Mandi dengan tenang, contohnya berendam air hangat. Kalau-kalau aku ketiduran di dalam bathtub, anggap saja bonus. Kemudian sarapan pagi secara perlahan, hal sulit kulakukan beberapa hari ini. Bahkan pernah di salah satu hari aku tidak diberi makan.

"Waktumu untuk bersiap-siap hanya satu jam"

Keterlaluan. Apa dia sekarang punya kemampuan membaca pikiran manusia?

Di dalam lemari pakaian yang lumayan besar, hanya ada sebuah pakaian. Midi dress berbahan satin. Warna peach pastel yang lembut, model kerahnya cukup rendah di bagian dada, dengan hiasan bordir bunga-bunga kecil serta renda-renda cantik. Aku jadi penasaran, tantangan apa kali ini?

Baru saja keluar dari rumah mungil, penampilanku rasanya semakin dipermak oleh entah siapa. Rambutku menjadi panjang dan bergelombang cantik. Jatuh tergerai menyentuh bahu. Aku tidak bisa memastikan, apakah ada perubahan di wajahku. Di tanganku terdapat sebuah keranjang rotan yang diberi alas kain katun motif kotak-kotak.

Apakah aku akan masuk ke negeri dongeng?

Cuaca yang cerah membawa langkahku semakin pasti. Meski Aku tidak tahu ke mana tujuanku, hanya mengikuti naluri. Setelah memberitahu waktu bersiap hanya satu jam, Mr. Black tidak bersuara lagi.

"Hai, Nona Cantik. Mau ke mana?" ucap seorang pemuda di atas motor. Kemudian dia dan teman-temannya bersiul seiring langkahku mengabaikannya.

Sudah berjarak tiga rumah pun, aku masih mendengar ocehan mereka. Aku masih pura-pura tidak mendengar. Sampai, sebuah suara dengan lantangnya menyalahi pakaianku.

"Salah sendiri jadi cantik. Berpakaian pun tak sopan. Anda menjual, kami pun menawar."

Sontak saja ungkapan tak berdasar itu menghentikan langkahku.

"Yang salah adalah otak Anda-anda semua. Tolong didik otak Anda dengan baik. Jangan jadikan kaum perempuan sebagai korban kekotoran pikiran Anda. Cara berpakaian kami tidak salah, jiwa hewani Anda yang perlu dijinakkan."

Sial! Awal hariku yang indah sudah dihancurkan oleh orang-orang menyebalkan seperti mereka. Dasar mereka saja yang mesum. Mungkin saja, emak-emak dari pasar juga akan mereka godai, dengan alasan bahwa gincu para emak tersebut kemerahan.

Aku akhirnya memilih sebuah cafe kecil setelah cukup jauh berjalan dari gerombolan kucing kampung mesum.

((Kok nyalahin koechink sih? T___T))

Dari pada amarah ini semakin membara, ditambah tidak ada arah jelas hari ini akan ke mana. Aku berencana memesan minuman cokelat panas dan beberapa cake buah.

"Kau terlambat."

Suara berat yang sangat kukenal.

"Mr. Black?!"

Tuan berbaju serba hitam, sudah duduk manis di dalam cafe. Ia tengah menyesap minumannya yang kutebak kopi.

"Aku tidak tahu akan ke mana dan dari rumah menuju tempat ini, hanya dengan berjalan kaki. Tidak bi--"

"Kau tidak mengecek garasi? Sudah ada mobil kusiapkan di sana."

Dengan sembarang memotong omonganku kemudian membuatku semakin kesal sebab ia tak memberi info mengenai kendaraan yang bisa kupakai.

Menahan kesal di dada, aku memilih bungkam dan duduk di depannya. Salah kata, bisa-bisa aku akan menghilang. Seperti anak kecil yang mengadu pada orangtuanya, aku menceritakan kejadian memalukan tadi pada Mr. Black.

"Baiklah, lain kali aku akan memilihkanmu baju yang menurut mereka sopan. Jika masih ada juga yang menggodaimu, akan kuberi mantra agar kau bisa mencabut lidah mereka."

Dari kalimatnya yang panjang lebar, aku menarik satu kebenaran di sana.

"Pakaianku, Anda yang memilih?" tanyaku hati-hati. Ia mengangguk penuh percaya diri, membuatku terpaksa tertawa penuh ironi. Entah bagaimana nasibku selanjutnya, tapi hal ini tidak bisa dibiarkan lagi.

"Untuk hari-hari ke depannya. Kumohon. Biarkan aku yang memilih pakaianku sendiri." kataku penuh ketenangan yang dibuat secara spontan.

Ia menggelengkan kepala. Kembali menyesap kopinya.
"Tidak bisa. Itu sudah tugasku. Lagi pula, semua--"

Aku berhitung dalam hati agar menenangkan hatiku. Dan dihitungan ke lima, aku meledak.

"Aku ... bukan boneka!"

***
DWC Day 5

Tema :
Buat tulisan yang diakhiri dengan kata "bukan boneka"


Hello, July (30 Deadly Writing Challenge)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang