6 "Karena mereka benci ayah"

517 50 19
                                    

Jakarta.

Ezra menyembunyikan tubuhnya dibalik selimut hitam miliknya. Ia menggigil kedinginan, hidungnya juga meler,  dan matanya terasa panas.

Tok... Tok...

Ada suara ketukan dari luar kamarnya. Ezra tidak menyahut, walau ia tahu siapa yang memanggil namanya.

"Ezra. Ayo makan malam dulu."

"..." Ezra sangat malas untuk beranjak. Ia tetap dengan posisinya.

Klek...

Pintu itu dibuka. Seorang pemuda tampan, mendekati kasur Ezra lalu duduk di tepi kasurnya, "Maaf ya. Tadi kakak marah padamu."

Yah...

Yang mengunjungi Ezra adalah Rayfansyah. Salah satu kakaknya. Meski tadi Ray sempat marah, namun ada rasa menyesal setelah dirinya memarahi sang adik.

"Ezra..." panggilnya, sembari ia mengelus kepalanya.

Alis Ray saling bertautan.  Ia baru menyadari jika sang adik sedang sakit, "Kamu demam." ucap Ray.

"Kakak telepon Dokter ya." ucapnya lagi, namun Ezra malas menyahuti. Ray beranjak, sambil ia menghubungi Dokter keluarga mereka.

-
-
-

Bandung

Evan menyelimuti adiknya. Ia juga mengusap pipi cubby sang adik. Ada rasa khawatir karena wajah adiknya yang terlihat pucat.

"Hari ini kamu makan apa aja?" interogasinya.

Zura tersenyum malu, karena kakaknya sangat tahu apa yang menyebabkan maag nya kambuh.

"Tadi aku main bareng temen-temen baruku. Mereka mengajakku makan cilok-seblak terus bakso mang didin." jawabnya.

"Tuh. Pasti sambelnya kebanyakan. Iya'kan?"

Zura memegang tangan kakaknya, "Dikit kok..." ucapnya.

"Berapa sendok?" tanyanya lagi.

"Hehehehe... 10 sendok."

Bola matanya membesar. Dirinya spontan menjitak pelan kepala adiknya, "10 sendok itu gak sedikit Zura,"

"Aish. Kak... Suka sekali sih menjitak kepala ku," ucapnya dan mempoutkan bibirnya.

"Siapa suruh bandel." sahutnya.

"Sudah... Jangan mengomeli adikmu lagi Van." itu kata nenek mereka yang masuk ke kamar seraya membawa air madu untuk Zura.

"Iya nek... Maaf deh..." ucap Evan.

"Bagaimana kabar ayahmu?" tanya sang nenek yang kini duduk di tepi ranjang Zura.

"Ayah masih di Kalimantan nek." sahutnya.

"..." Zura diam mendengarkan perbincangan kakak dan neneknya mengenai ayahnya.

Zura sebenarnya rindu, namun ia lebih baik memendam rasa rindunya. Karena ja berpikir;  dirinya tidak penting bagi Alam.

"Aku ngantuk kak, nek. Zura tidur duluan ya." ucapnya.

Mereka mengangguk, "Tidurlah. Malam ini kakak temenin kamu tidur." kata Evan. Zura mengangguk, lalu ia memejamkan matanya.

-
-
-

Jakarta

Seorang pria duduk di tepi ranjang untuk memeriksa Ezra yang terbaring sakit. Ray dan Dika mengamati ekpresi dokter keluarga mereka yang sepertinya akan menyampaikan kabar buruk. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

"Azura Dan Ezra" (JINKOOK Brothership)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang