Chapter 2

6 3 0
                                    


Sebuah jam berwarna coklat yang melingkar indah di pergelangan
tangan Nadya telah menunjukkan pukul 10 malam. Tapi belum ada tanda - tanda berakhirnya rapat yang sedang berlangsung itu. Narasumber rapat masih terus mengutarakan opini, narasi dan orientasi.Di lain sisi beberapa peserta mulai tidak tahan dengan rasa kantuk yang menyerang diri mereka. Tak terkecuali Nadya. Bukan karena lelah hari yang dilaluinya. Melainkan lelah karena bosan mendengar narasi tanpa akhir
narasumber kali ini.

“Hai, jangan tidur! haha” ujar seseorang yang duduk di sebelah NadyaSembari menyenggol lengan Nadya. Hal itu membuat sang empunya terkejut dan seketika lenyap entah kemana kabut kantuk yang sedari tadi menyelimuti dirinya.

Nadya tersenyum kepada pemuda yang telah mengusir kantuk. “Sekarang sudah enggak kok”

“Haha, kamu bosen yah, makanya sampai ngantuk berat gitu.” tebaknya asal.

“Ya begitulah.” Jawab Nadya asal-asalan. Ia merasa rasa kantuk yang sempat hilang kini telah kembali.

“Iya nih, aku juga heran. Jam segini kok belum kelar sih. Padahal biasanya udah lho.” Ujar pemuda itu keheranan.

“Kan biasanya. Bukan selalu” celetuk Nadya.

“Hhh, ya kamu benar” Terdengar kekehan pelan dari pemuda tersebut.

“Nabil” ujarnya sambil mengulurkan tangan.

“Nadya” Dia menyambut uluran tangan tersebut dengan senyum
mengembang. Berkat pemuda itu, sepertinya kabut kantuk perlahan - lahan mau meninggalkannya.
Nabil mengamati wajah Nadya sebentar. Membuat yang ditatap
mengerutkan kening. Body languagenya pun seakan-akan mengatakan kenapa? Ada yang salah dengan penampilanku?. Nabil tersenyum dengan respon tubuh Nadya. “Kamu baru yah di komunitas ini? Soalnya aku baru lihat kamu lho”

“Oo…” Sekarang Nadya tahu, apa yang membuat Nabil bersikap seperti itu. Dia tersenyum menyadari tingkahnya barusan yang terlihat berlebihan.

“Enggak juga kok. Aku udah hampir satu tahun gabung di sini.”

“…”

“Baiklah saya cukupkan sekian. Teri….”

Mereka berdua terkejut dan saling tatap-menatap. Rapat ternyata sudah selesai. Para peserta berhamburan meninggalkan tempat rapat. What the hell? Bahkan mereka tak tahu kapan pembicara mengakhiri pidatonya. Mereka terlalu asyik dengan obrolan yang mereka ciptakan sendiri sedari tadi.

“Baiklah, Nabil. Aku harus segera pulang. Sudah malam” Nadya beranjak dari tempat duduknya.

“Mau aku antar?” tawar Nabil.

“Terima kasih sebelumnya. Tapi tidak perlu. Rumahku deket sini kok.”

“Baiklah. Aku gak mau maksa. Mungkin lain kali, jangan nolak ya!”

“Gak janji, hehhe” jawab Nadya setengah bercanda.

“Udah ah, aku mau pulang. Nanti gak jadi pulang malah.” ujar Nadya. Toh,
memang begitu faktanya. Mereka sepertinya merasa saling nyaman. Terlihat dari yang mereka lakukan tadi saat acara tengah berlangsung. Mereka berdua segera maninggalkan tempat tersebut yang memang sudah sangat sepi.

Malam semakin larut. Udara yang berhembus pun terasa semakin
dingin hingga mampu menusuk tulang. Jalanan yang sepi dan hanya ada suara hewan nokturnal yang mengisi menambah kesan tersendiri. Ditambah gelap gulita langit. Sebagai akibat tak ada bintang yang menampakkan wujudnya. Entah mengapa para bintang absen malam ini. Nadya menjadi was-was dikala merasa ada yang mengikuti. Ia memilih berhenti. Bersiap untuk membalikan badan. Dan…wow

Finally Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang