Chapter 4

4 2 0
                                    

Happy reading guys

Setelah puas foto bersama, Kedua orang tua Nadya datang menghampiri mereka. "Eh, Tante, Om apa kabar?" Safira memang sudah kenal dengan keluarga Nadya. Begitu pun sebaliknya.

"Seperti yang kamu lihat. Kami baik Safira." tukas ibu Nadya ramah.

Tiba-tiba smartphone Safira berdering sambil mengeluarkan nada
dering khas kesukaan si pemilik. Safira menarik dirinya ke tempat yang sepi untuk menerima panggilan tersebut. Entah siapa yang meneleponnya dan apa yang mereka bicarakan. Safira segera meminta ijin untuk pulang karena ada urusan mendadak, katanya. Hal itu dilakukannya segera setelah menutup sambungan telefon. Dia terlihat tergesa-gesa meninggalkan tempat.

"Itu Safira gak kenapa-kenapa Na?" tanya ibu Nadya yang sedang
menatap punggung Safira. Semakin jauh, semakin terlihat kecil. Lalu
sosoknya menghilang di antara ribuan orang yang berkumpul di area tersebut.

"Entahlah. Nanti Nadya tanyakan."
Memang melihatnya yang tergesa-gesa membuat Nadya menaruh rasa cemas. Namun ditepisnya dengan positive thinking. Semoga itu hanya masalah kecil dan dapat diselesaikan dengan cepat.

"Nadya, Ternyata anak ayah sudah dapat dipercaya. Ayah sangat
bangga dengan pencapaianmu, sayang. Terima kasih sudah menjaga
kepercayaan kami." Kata sang ayah dengan bangga.

"Oh ya, ayah punya hadiah buat kamu."

"Nah, itu dia" kata ayahnya. Tak lupa pula wajahnya yang berpaling
menari perhatian Nadya dan ibunya.
Di sana ada seorang laki-laki bertubuh tegap dengan setelan jas yang melekat pas di badannya. Tak lupa aura karismatiknya yang sangat pekat. Namun terlihat mematikan dan mendominasi tergambarkan ketika
pandanganmu jatuh kepadanya. Dia terus melangkah maju menuju kearah
mereka. Nadya dan kedua orang tuanya.

"Malik" reflek ibu Nadya memanggil pemuda itu.

"Ha?"

Nadya terkejut bukan main. Wajah itu. Dia...? dia adalah orang yang malam itu menyelamatkannya dari gangguan para preman jalanan.
Malik sekarang sudah sampai dan berdiri tegak di sebelah Nadya.
Sejenak ia menatap Nadya. Pandangan mereka bertemu. Saling menatap dan mengamati dalam diam.
Sedetik kemudian Malik melemparkan sebuah senyuman kepada Nadya. Senyuman yang susah diartikan. Nadya menatap ngeri hal tersebut.

Ia takut Malik mengatakan kepada orang tuanya kalau dia adalah penolong Nadya malam itu. Mengingat orang tuanya sangat menyayangi Malik layaknya anak sendiri. Nadya mulai berpikir sebaiknya dia meminta maaf atas tindakannya tempo lalu yang kurang sopan. Dia berharap Malik dapat diajak berkompromi.

"Maaf paman, bibi. Aku sedikit terlambat" kini Malik mengalihkan
pandangannya ke arah paman dan bibinya. Lebih tepatnya ayah dan ibu
Nadya.

"Tidak apa-apa. Kami senang kamu dapat meluangkan waktu untuk datang kemari"

Kali ini bukan ibu Nadya yang menjawab. Melainkan ayahnya. Sangat jarang hal itu terjadi. Pasalnya ayah Nadya adalah tipikal orang yang irit ngomong dan tidak suka basa-basi. Namun, sekarang apa yang dilihat bukanlah sebuah mimpi. Mereka terlihat sangat akrab.

"Oh ya, kamu Nadya kan?" Tanya Malik yang kini tengah menatap wajah ayu Nadya.

"Eeh, Iya" jawab Nadya gugup. Malik tersenyum melihatnya.

"Nadya, ini Malik! Dan sepertinya Malik sudah mengenalmu lebih dulu, haha"

Ayahnya malah menggoda Malik.

"Benar kan Malik?"

"Tidak paman. Karena putri paman hanya satu yaitu Nadya. Lalu siapa lagi kalau bukan Nadya" jelas Malik dengan santai.

Finally Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang