Iris Cokelat

22 4 0
                                    


Lingga menarik Ilana ke warung belakang sekolah atau markas Nemesis itu, keadaan warung yang sepi membuat Lingga bebas bicara dengan Ilana yang kini sudah menatap Lingga sambil mendengus,

Anehnya Lingga tidak keberatan selalu melihat ekspresi itu di wajah Ilana yang kini sudah menghempaskan tangannya kemudian cewek itu menunduk.

"Lo jahat." Ilana mengatur nafasnya kemudian cewek itu menatap kesal Lingga yang akan berbicara itu, "Lo kenapa cuma teriak nama gue? Yang mulai kan kak Wenda, lo nggak lihat gue ditampar? Lo-----

Lingga menarik Ilana untuk duduk di bangku depannya dan dalam sedetik cowok itu menarik bangku Ilana maju kearahnya sehingga kini kedua kaki Ilana sudah diapit oleh kaki Lingga dan cewek itu sudah panas-dingin di tempatnya,

"Apa lagi?" Tanya Lingga tenang dan tidak terlihat keberatan dengan posisi mereka sedangkan Ilana sendiri sudah bergerak gelisah, "Lingga, lo---ish lo ngapain sih? Mundur dikit,"

Lingga menggeleng dan tetap pada posisinya sedangkan Ilana sudah memutar bola mata, "Lo mau di tampar?" Ancam Ilana yang membuat Lingga memajukan wajahnya dan cowok itu memberi pipinya ke depan wajah Ilana hingga membuat Ilana menahan nafas,

"Tampar,"

Ilana mengangkat tangannya dan mendorong wajah Lingga untuk mundur kemudian cewek itu meremas jari-jarinya dengan gugup sebelum kembali berbicara dengan pelan,

"Gue masih marah,"

"Iya makanya tampar gue biar pipi kita sama-sama sakit." Balas Lingga cepat sehingga membuat Ilana menatap cowok itu dengan wajah memerah malu.

"Nggak usah, gak perlu." Ilana mendengus diakhir kalimatnya kemudian cewek itu melipat tangan di depan dada dan menatap Lingga yang sudah menatapnya datar,

"Sakit?" Tanya Lingga tanpa ekspresi dan Ilana yang di tanya sontak menkerjap-kerjapkan matanya agar air mata tidak jatuh, ditanya seperti itu disaat kondisinya sakit tentu saja akan membuat Ilana menangis jika tidak mengingat siapa cowok di depannya ini.

"Nggak akan terasa sakit kalau tadi lo biarin gue botakkin tuh cewek," Cetus Ilana kemudian cewek itu terdiam saat tangan Lingga terangkat dan diluar dugaan cowok itu mengelus pipi Ilana, "Makanya jangan cari masalah,"

Lantas Ilana melotot dan mendorong dada cowok itu, "Siapa yang cari masalah? Udah gue bilang dia duluan yang nampar, lo belain dia kan? Lo benci banget sama gue apa gi----

"Kata siapa?" Tanya Lingga tidak suka dan Ilana sudah mengerjap bingung sebelum cewek itu bertanya lugu, "Siapa apa?"

Lingga mendengus dan berkata dengan sabar, "Kata siapa gue benci sama lo?"

"Udah kelihatan kali," Jawab Ilana tidak peduli kemudian cewek itu terdiam begitu baru menyadari luka di pelipis Lingga,

"Ini kenapa?" Tanya Ilana hendak menyentuh pelipis Lingga namun cowok itu lebih cepat mendorong tangan Ilana dan kini Ilana sudah menatap Lingga.

Tatapan keduanya saling mengunci satu sama lain dan Lingga kembali membuka suara,

"Kenapa suka banget menyimpulkan segala sesuatu sesuka lo?" Tanya Lingga membuat Ilana menggigit bibir bawahnya gugup sebelum cewek itu menunduk dan menjawab dengan pelan,

"Bukannya segala tindakan adalah jawaban dari penilaian yang ada?"

"Apa yang lo nilai dari tindakan gue hanya itu?" Tanya Lingga terdengar cukup kesal dengan perkataan Ilana barusan dan kini Ilana sudah mengangguk ragu-ragu.

"Iya, mungkin begitu."

Jika tidak mengingat sosok didepannya ini adalah cewek maka sudah pasti Lingga akan memaki namun mengingat ini adalah Ilana yang gampang terkejut membuat Lingga menghela nafas berat dan berusaha meredam amarahnya.

LINGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang