cchumine proudly present
Jisoo ft. Sehun : Tersesat
Happy Reading
“Akh, aduh!”
Terdengar ringisan sedetik setelah sebelah kaki nampak tergelincir oleh tanah yang licin. Oh bagus, Jisoo yakin lututnya berdarah sekarang. Terbukti dengan rasa perih akibat goresan sesuatu keras yang ia yakini adalah batu.
“Jisoo, kamu gapapa?” pertanyaan itu membuatnya menatap sinis pria yang saat ini membantu memapah.
“Kamu kenapa nggak pinter ngasih pertanyaan, sih? Oh, aku lupa. Cowok dingin ‘kan nggak pintar bertanya,” cibirnya akibat kesal dengan pertanyaan retoris.
Laki-laki itu gantian meringis. “Aku minta maaf.” Nadanya terdengar menyesal. “Kamu boleh memarahiku, memukulku, atau apa pun itu, tapi setelah kita cari jalan keluar dari sini, ya?” ujar Sehun seraya terus memegang pergelangan tangannya dengan hati-hati
Jidoo mmencebik. “Aku nggak mau jalan lagi, capek. Kamu aja pergi, tinggalin aku!”
Ia membuang muka, sembari menahan perih. Dirinya hanya mengkode, sesekali ia juga ingin di pengertikan. Apalagi dengan sifat Sehun yang selalu dingin dan cuek, membuatnya sulit mendapat perhatian dalam bentuk manis.
“Jisoo ....”
Panggilan bernada khawatir itu tetap membuatnya kukuh di posisi merajuk. Mungkin sekarang wajah Sehun sudah memelas menatapnya, tetapi—ah, Bodoh amat. Dia bahkan tidak menyadari kakinya yang terluka.
Sehun terlalu cuek!
Jisoo mendecih, membuang muka, tidak ingin terpengaruh oleh tatapan Sehun yang melunak. Terpancar jelas kekhawatiran dan rasa bersalah.
“Aku mau lanjut, tapi,” Sehun menaikkan sebelah alis saat mendengar kata tetapi di mulut Jisoo. “Gendong aku.”
Sehun menaikkan sebelah alis. Menatap Jisoo lamat-lamat, sebelum akhirnya membicarakan suatu hal yang membuatnya menutup mulut tak percaya.
“Kamu berat, Jisoo.”
“A-apa, kamu ngomong apa barusan? Ulang—AKH SEHUN!!!” Jisoo histeris saat tubuhnya terasa ringan. “SEHUN KAMU KIRA AKU KARUNG?!”
“Baiklah.” Sehun merubah model gendongan menjadi bridal style. Ia tersenyum lembut memandang Jisoo yang tengah merona.
“Sehun! Turunin a—”
“Berhenti bicara, Jisoo. Tenagamu bisa habis.” Interupsi dari Sehun membuatnya mengangguk lesu. Ia lalu lanjut berkata, “Maaf kalau kata-kataku menyakitimu, maaf kalau selama ini aku sering mengabaikanmu karena sifatku. Kita cari pohon dengan dahan yang rindang ya, setelah itu aku bersihkan lukamu.”
Jisoo terpanah, sebelum setelah membuang muka.
“Terserah!” gumamnya sedikit merutuk. Walau dalam hati sangat berbeda dengan yang tampak.
Irisnya menatap sekeliling, yang ada di kanan kiri mereja hanyalah pepohonan tinggi dan banyak bebatuan. Sedikit rasa takut menggerayanginya, mengingat mereka telah berjam-jam tersesat di hutan tanpa ada cela untuk keluar.
Jisoo takut. Di mulai dari Sehun yang notabene seorang pendaki gunung, mengajaknya bersama-sama—hanya berdua saja—mendaki. Awalnya Jisoo menolak sebab takut dengan gelap. Apalagi mengetahui saat malam, hutan tidak memiliki penerangan selain bulan dan bintang.
Ia juga takut tersesat, dan benar saja, setengah dari perjalanan, saat tiba-tiba Jisoo merasa lelah dan berinisiatif duduk sebentar ditemani oleh Sehun, mereka tidak sadar jika telah tertinggal dengan barisan pendaki lainnya.
Sialnya kompas Sehun rusak, jarum panah terlihat patah hingga tidak bisa bergerak. Tentu saja Jisoo sangat takut dengan keburukan-keburukan selama mereka tersesat. Binatang liar, kehabisan pasokan bahan pokok, udara dingin saat malam, dan yang lebih parahnya ... oh, astaga, ia tidak boleh berpikiran aneh-aneh dalam hutan.
“Aww ...!” Sehun mengipasi area lututnya yang terlihat kala rintihan kembali terdengar. Dia membersihkan luka dengan telaten menggunakan P3K yang memang sudah disiapkan.
Dengan robekan kaus yang telah dibasahi, Sehun mulai memperban lukanya. “Maaf ... ini semua gara-gara aku. Harusnya aku nggak—”
Cup—
Sebelum kata-kata itu dilanjutkan lebih jauh, Jisoo lebih dahulu mencium kening Sehun.
“Maafin aku juga karena udah mmerepotknmu,” ucap Jisoo. “Kamu tau sendiri kalau aku manja, mudah takut, selalu bergantung denganmu. Tapi liat? Kamu masih bertahan buat aku. Ini bukan salahmu Sehun, ada juga kesalahanku yang menyebabkan kita seperti ini.”
Sehun tersenyum lembut, dan Jisoo terpesona. Jarang-jarang kekasihnya tersenyum tepat di depan matanya.
“Aku khawatir sama kamu, Jisoo.”
Jisoo menggeleng. “Aku nggak apa-apa. Aku janji nggak jutek lagi, nggak ngeluh lagi, biar kita bisa cepet-cepet keluar dari sini.”
Sasori terkekeh, membuat Jisoo mengernyitkan alis. “Lima belas tahun aku kenal sama kamu, dan dalam beberapa jam ini kamu bisa berubah jadi nggak jutek. Memangnya bisa?”
Pipi Jisoo memerah, antara ingin marah, tetapi juga malu.
“Bodoh!” rutuknya.
“Bukannya dulu yang sering membantu menyelesaikan PR-mu itu aku?”
“Berisik, Sehun!”
Sehun tertawa. Ia mengacak rambutnya. Setelahnya hanya ada senyap, sampai saat tangan kekar itu kembali mengangkatnya. Jisoo menatap dengan bingung.
“A-aku bisa berjalan sendiri.”
“Kakimu masih sakit,” jawab Sehun, terdengar sangat perhatian di telinganya. Menghiraukan jantungnya yang berpacu aneh, Jisoo menggelengkan kepala cepat.
“Aku mau jalan sendiri, Sehun. Kita bisa lebih cepat keluar kalau kamu nggak menggendongku.”
Mendengar kekeras kepalaan Jisoo, Sehun akhirnya mengangguk dan menurunkannya perlahan. Telapak tangan pria itu turun untuk menggenggam tangannya. Hangat, dan nyaman. Jantung Jisoo lagi-lagi bereaksi.
Mereka berjalan, dalam senyap, hanya ada suara-suara koloni makhluk hutan yang damai.…
Tubuh Jisoo gemetar tanpa bisa di cegah. Sehun menyalakan senter seiring dengan hutan yang semakin gelap. Ia lebih mengeratkan genggamannya di tangan pria itu, juga lebih merapatkan tubuhnya pada punggung kokoh Sehun. Ia takut kehilangan punggung itu, Jisoo takut ditinggal.
“Sehun,” bisiknya parau. Sehun mencoba menenangkan Jisoo. Namun, dirinya menggeleng. “Genggam tanganku lebih erat.”
Sehun mengangguk. “Kamu juga.”
“Kamu saja.”
“Kenapa cuma aku yang harus menggenggam mu erat?” Sehun menaikkan sebelah alis, bingung dengan hal yang diperdebatkan oleh Jisoo.
“Soalnya genggaman tanganku lemah. Kapan pun bisa terlepas, aku takut. Sedangkan kamu nggak mungkin ngelepasin genggaman ini,” jawab Jisoo dengan polosnya.
Sehun yang berada di depan tersenyum, ada perasaan hangat yang menjalar ke dalam dirinya.
“Aku nggak akan pernah ngelepasin kamu.” Begitulah jawaban Sehun.
“Sehun lihat! Apa itu cahaya?!”
Jisoo menunjukkan histeris titik cahaya di balik pepohonan; Sehun ikut memandang arah telunjuknya.
Sehun mengangguk, ia memapah Jisoo dengan hati-hati. Sampai setelah mereka sampai. Benar saja, itu adalah tenda para pendaki yang sebelumnya berangkat bersama dengan mereka. Sehun dan Jisoo berucap syukur dalam hati, Tuhan masih berbaik hati pada mereka berdua.…
“Jisoo.” Sehun berbaring di sebelah wanita yang tengah membelakanginya. Jisoo hanya diam, tetapi Sehun dapat merasakan dia masih mendengar perkataannya. “Maaf aku mengacaukan honeymoon kita, harusnya aku menurutimu pergi ke tempat-tempat yang indah.”
Sehun tersentak saat Jisoo tiba-tiba menghadap padanya. Tenda yang sebelumnya padang, tiba-tiba gelap sesaat setelah api perkemahan padam.
“Aku bahagia, kok,” bisik Jisoo. Ia tersenyum. “Denganmu aku melewati banyak hal menakjubkan. Ke mana pun aku pergi, jika itu bersamamu, aku bahagia.”
Sehun menghembuskan nafas. Mendekatkan wajah pada wanita di depannya, dan menyatukan kedua kening mereka.
Hening.
Jisoo mengintip dengan sebelah mata saat Sehun tidak bertindak lebih lanjut. Pria itu hanya menatapnya dalam.
“Kenapa?” tanya Jisoo.
Sehun menggelengkan kepala. “Kamu nggak mau marahin aku? Mukulin aku, gitu?”
“Bodoh!”—FIN—