Kala itu, harusnya aku mendengar.
Kala itu, harusnya aku merasakan.
Renjana telah bersuara.
Menentang mahligai rasa,
Yang menyeruak bagai panggilan nestapa.
Tuan,
Menjura Sang Hati dalam teduhmu,
Karsa-nya melebihi Sang Kala untuk masuk jauh ke dalam dirgantara cinta.
Aku memilihmu,
Mendekati binasa yang teramat pedih.
Namun, hatiku telah mencapai kulminasi.
Mencampakkan berbagai asumsi.
Di bawah kuasa Sang Maharani,
Semua ala-mu tertutup apik dalam gulita hati.
Semua yang aku mohonkan kala itu,
Tidak disahkan oleh Sang Pencipta kehidupan.
Kala itu, telingaku tengah tertutup rapat,
Aku dibutakan oleh semburat gelap yang nampak putih diiringi lokananta.
-dari semoga, untuk sesal
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanodya Patah Hati
Poetry"Semua terasa nyata, hadir dalam balutan taksa" -Wanodya, dari kala sesal.