Sore itu kami sudah putuskan untuk ke rumah Sonya. Tentu saja tidak semuanya. Bisa-bisa kami dikira mau tawuran. Hanya Diki, Indra, Sania, Meira, dan Anggi. Sedangkan sisanya, tentu saja menunggu kabar lewat grub di rumah masing-masing.
Aku tidak menawarkan diri. Karena memang aku tak seberapa dekat dengan Sonya. Lagi pun, aku masih takut ijin pulang sendiri tanpa dijemput ayah.
Tadi, Indra sempat menawariku untuk pulang bareng dia. Tapi langsung ku tolak karena apa jadinya kalau ayahku tau atau mamaku tau. Bisa-bisa di kasih wejangan atau bahkan di ceramahi, seolah aku orang yang udah melakukan zina.
Lepas sholat maghrib, hapeku tang ting tung tang ting tung terus. Bisa kutebak, grup angkatan pasti ramai. Dan benar saja. Aku nge-scroll obrolan chat itu sampai habis.
Yang bisa kusimpulkan; Sonya, dia nggak mau pamitan secara langsung besok Sabtu. Alasannya karena dia sudah janji ikutan match basket yang kebetulan jam nya sama dengan kegiatan klub paskibra.
Sialan. Umpatku dalam hati. Bisa-bisanya dia begitu. Padahal cuma minta pamitan dia ogah-ogahan. Dasar anak itu.
"Rum, udah mengaji? Tumben kau buka hape setelah maghrib?"
Suara ayahku terdengar, entah sejak kapan sudah berdiri di dekat pintu kamar yang memang tak ku tutup.
"Belum. Ini aku sedang liat tugas."
Tentu saja aku bohong. Kalau kukatakan yang sebenarnya, ayahku bakal marah.
"Ngaji dulu sana. Di sekolah sudah belajar, di rumah waktunya istirahat sama perbanyak ibadah."
Ayahku berlalu begitu saja. Aku mematikan hapeku, lalu meraih Qur'an di mejaku.
👣
"Ey Rum, nanti ada kumpul."
Aku menoleh pada Sarah—teman sekelas sekaligus teman satu klub denganku.
"Loh, bukannya kita bakal kumpul tiap senin, rabu, dan jumat?" balasku.
"Kau pasti nggak liat grub. Rame kemarin, minta bahas Sonya terus."
"Humm, oke deh, makasi ya, Sar."
Ini hari Selasa. Dimana harusnya hari ini aku bisa pulang sesuai dengan jam pulang sekolah. Tapi, mengingat ada problem di klub, tampaknya aku harus pulang telat lagi. Awas saja, kalau nanti anak yang datang nggak lengkap.
"Arum, boleh pinjam hape kau ngga?"
Nur menatap cemas padaku. Bisa kulihat dia sepertinya agak sungkan untuk pinjam hape padaku.
"Boleh, nih." kuulurkan hapeku padanya.
"Makasih makasih. Aku mau pap jawaban pe-er sejarah besok ke Sindy."
Nur melengos begitu saja.
Aku sampai lupa pe-er sejarah yang banyak itu. Mana aku belum nyicil ngerjakan pula. Disaat seperti ini rasanya aku pengen bubar sekolah langsung pulang untuk ngerjakan tugas, tapi mau gimana lagi ini.
Nur kembali, lalu dengan cepat mengeluarkan lks sejarahnya. Anjay, nih anak gerceup juga. Padahal hari ini nggak ada mapel sejarah.
"Foto yang aku pap dari Sindy aku hapus gak, Rum?" tanya Nur masih fokus menyilang jawaban pilgan di lks.
Eh? Apa aku nyontek aja ya? Ish tapi ga aku banget nyontek milik teman.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEW ZONE
Teen FictionArum tidak ingin masa SMA nya berlalu begitu saja. Sejak di terima di SMA yang ia pilih dipilihan kedua ia sudah bertekad akan membuat cerita yang berbeda dari masa SMP nya. Cukup punya teman sedikit di smp. Tapi, tidak untuk putih abu-abunya. Ia i...