06

5 2 0
                                    

Senin luar biasa datang. Pagi itu setelah upacara bendera, Sarah ngobrol denganku di lobby sekolah. Kita tidak langsung balik ke kelas, karena ada waktu satu jam untuk istirahat habis upacara.

"Kau tau, Sabtu kemarin koyok puncak ketegangan angkatan kita sama senior." ucapnya mulai bercerita.

"Yang datang cuma anak empat belas. Kami dimarahi habis-habisan." Sarah menggeleng-geleng.

"Sorry," cicitku.

"Nggak apa, kau udah ijin Sabtu pagi. Kami nggak mempermasalahkan kau. Tapi,"
Sarah mengeluarkan hapenya, lalu membuka galeri nya.

"Nih," tunjuknya padaku sebuah screenshot live instagram story milik Diana—anggota angkatanku.

"Dia kemarin live ig di cafe sama teman-teman kelasnya di jam klub mulai. Sialan anak itu."

Aku mengerjap, mencerna semua info yang Sarah beri padaku.

"Dia pake ga ijin. Tiba-tiba live ig, bikin kita yang datang klub jadi apes!"

Makin makinlah aku merasa tak enak. Harapanku sabtu kemarin nggak bakal ada sesi *bimen pupus. Nyatanya, empat belas orang apes ini malah jadi sasaran empuk senior.

"Lalu... Gimana sama Sonya?" aku ingin tau bagaimana reaksi senior saat tau Sonya tak bisa datang untuk pamit karena ikut match basket.

"Wah, itu sih udah pasti. Senior marah. Ditambah, anggota yang nggak ada kabar, main nyelonong bolos tanpa ijin yo dadi topik hot."

Ekspresi Sarah menjelaskan semuanya. Ia nampak kesal dan kecewa. Jujur, aku ikut tak enak dengan empat belas orang yang datang kemarin sabtu.

Saat itulah, aku merasa menyesal sekaligus bersyukur. Menyesal karena harus sakit, dan bersyukur karena kalau aku masuk aku bisa makin takut dengan seniorku. Huh, anggap saja aku egois, tapi sumpah aku takut banget sama seniorku sekarang. Mereka terlihat jauh-jauh-jaaauuuuhh berbeda daripada dulu waktu awal kenal.

👣

"Kon iku rek, kebacut! "

Angin sore itu tak bertiup. Membuat atmosfer diantara kami semua memanas. Aku sedikit gerah karena sore-sore begini matahari masih nyentrong tak tau malu. Perkataan Diki menohokku. Perasaanku diselimuti rasa bersalah lagi. Padahal tadi pagi Sarah sudah menenangkanku.

"Kalian itu rek, kalau ada acara, ada halangan, ada kesibukan lain yang bikin kalian gabisa ikut klub itu ijin rek." Reza menatapi kami satu-satu.

"Sabtu kemarin senior marah. Wes Sonya ga pamitan. Seng datang klub cuman empat belas anak. Dan onok seng live ig." Indra menimpali.

Mataku mencari Diana. Gadis itu presensinya tak hadir diantara kami sore ini. Kemana dia? Kabur? Atau malu karena tertangkap basah?

"Diana mana, rek?"

Kami saling berpandangan, mencoba mencari sosoknya. Namun, nihil, ngga ada dimanapun.

Kami mendesah pelan, kecewa.

Sore itu jadi sore yang entah keberapa kalinya kami kumpul. Dan sore itu, kami sangat pusing harus memikirkan masalah yang seolah datang pelan-pelan minta diselesaikan.

👣

Rabu pulang sekolah aku mengganti rok seragam dengan training hitam. Sepatu flat ku kuganti dengan sepatu olahraga bertali milikku. Bubar sekolah ini bukan untuk kumpul dengan angkatan. Melainkan latihan tambahan pbb. Entah aku harus senang atau deg-deg an. Karena aku takut bakal ada sesi marah-marah dulu sebelum latihan.

NEW ZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang