"Kok gue sih?!" Deive nampak kesal, ia menyodorkan kembali sejumlah kertas yang ada ditangannya.
Zahra menerima kertas-kertas tersebut dengan ragu, ia bingung. Kalau bukan Deive, siapa lagi yang mau membantunya?
Sejenak keduanya saling diam, membuat suasana depan ruang OSIS menjadi kembali hening.
"Yah, bantuin dong Deive, please, gue nggak ada laptop," pinta Zahra memelas.
Deive tampak berpikir. Ia merutuki sang pemimpin rapat yang memilih Zahra sebagai sekretaris. Kan kasihan dia tidak punya laptop tapi disuruh mengerjakan bagian penulisan! Apalagi proposal! Apakah ini yang dinamakan keadilan? Ish sok banget si Deive:v
"Tapi kan gue bukan anggota OSIS Ra!" Deive cemberut.
Bisa-bisanya ia disuruh mengerjakan proposal untuk program kerja yang akan diselenggarakan OSIS sedangkan dirinya sama sekali tak pernah ikut dalam keanggotaannya.
"Bantuin dikit doang Deive, gue juga bakal ikutan bikinnya kok," ujarnya memperjelas, namun tak kunjung mendapat respon dari Deive.
"Kok lo tega sih sama gue Deive." Kedua mata Zahra nampak berkaca-kaca.
"Ih, kok lo nangis sih, kan gue jadi nggak tega." Deive panik.
Kedua tangan Deive memegang bahu Zahra, ia mencoba menenangkannya. Ah! Deive jadi merasa tidak enak. Yekan lu bukan makanan neng.
"Ya udah, iya gue bantuin," ujar Deive akhirnya, membuat Zahra sontak mendongakkan wajahnya menatap Deive dengan girang.
"Ah makasih." Zahra memeluk Deive erat.
"Iya sama-sama."
🌵🌵🌵
Di kelas tidak ada!
Bahkan ketika di kantin ia menanyai Dika serta Elno pun tak ada yang tahu pasti di mana keberadaan Aldi saat ini. Padahal kan, ia hanya ingin menyerahkan kotak bekal yang lupa ia berikan pada Aldi pagi tadi.
Deive menyerah, ia sudah memutari sekolah ini dengan kotak bekal ditangannya. Tentu saja hal ini menyita perhatian banyak orang yang secara tak sengaja bertemu dirinya selama ia berjalan.
Deive lelah. Saat ini dirinya tengah terduduk di bangku panjang dekat parkiran untuk beristirahat.
Sebenarnya, kemanakah Aldi pergi? Apakah ia membolos sekolah setelah menemuinya ke kelas tadi pagi?
Deive menghembuskan nafasnya penat. Ia menunduk memperhatikan kotak bekalnya dengan senyum masam. Ia teringat akan Erinka. Apakah ia terlalu egois dengan masih saja dekat dengan Aldi? Serta membiarkan sahabatnya itu dalam keadaan yang, entahlah.
Tapi Deive harus bagaimana? Haruskah ia melepaskan Aldi begitu saja? Setelah perjuangannya yang mati-matian dan setelah Aldi mulai menganggapnya?
Argh! Deive pusing! Mengapa semuanya jadi rumit seperti ini?
🌵🌵🌵
Ghina berjalan ke kelas Deive dengan bernyanyi riang gembira. Hari ini ia benar-benar senang! Bagaimana tidak? Sang pacar baru saja meneleponnya dan mengajak dirinya untuk kencan malam ini! Huaaaa, bahagianya diri ini!!! Udah bucin, lebay lagi.
Dengan penuh percaya diri Ghina duduk di kursi milik Deive, sembari memainkan ponselnya dengan earphone melekat di kedua telinganya.
Tanpa memedulikan kakak-kakak kelasnya yang tak berhenti menyebutkan namanya didalam obrolan mereka, Ghina justru bersenandung ria menikmati lagu yang tengah didengarkannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/221558108-288-k792889.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Annoyed [On Going]
Teen FictionSiap tertawa di bagian awal dan menangis di bagian akhir? Mari, mulai kisah ini. *** #14 in Pelampiasan [1 Sept 2020] *** Semua ini adalah tentang Deive dan Aldi, namun terpaksa keluarganya bercampur tangan dalam cerita mereka. Tidak cukup sampai di...