Erinka bangkit dari duduknya.
"Gue beli makan dulu ya, Vin," ujarnya seraya menyelempangkan slingbagnya.
"Oke," sahut Alvin, ia mengembangkan senyumnya.
"Kalo ada apa-apa selama gue pergi, panggil perawat aja, ya," pesannya, dibalas dengan anggukan dari Alvin. Setelah itu, ia beranjak keluar dari ruangan serba putih dengan nomor 23 itu.
Sudah hampir empat hari Alvin berada di rumah sakit ini. Lukanya memang cukup parah menurut dokter. Jadilah ia harus di opname. Untungnya ada Erinka yang mau menemaninya di sini.
Alvin tak habis pikir. Erinka benar-benar baik padanya, sampai mau menemaninya di sini siang dan malam. Hal ini membuatnya bertambah menyukai gadis ceria itu. Meskipun ia tahu Erinka lebih memilih menyukai Aldi daripada dirinya. Mungkin hubungannya dengan Erinka memang hanyalah sebatas sahabat saja, namun tetap saja ia tak akan membiarkan Erinka mendapatkan Aldi.
Erinka berjalan di koridor rumah sakit yang tampak lengang. Langkahnya tiba-tiba terhenti ketika secara tak sengaja menemukan Deive, Aldi serta Ghina berdiri di bagian resepsionis.
Dirinya bertanya-tanya, ada keperluan apakah hingga ketiga orang itu berada di sini? Masih memakai seragam pula. Apakah hendak mengunjungi Alvin? Tidak mungkin! Alvin sudah menceritakan semuanya, Aldilah yang membuatnya berada di sini, tidak mungkin jika cowok itu datang ke sini untuk menjenguk Alvin.
Tak mau ketiganya mengetahui keberadaannya di sini, Erinka pun bersembunyi di balik dinding rumah sakit.
Samar-samar ia mendengar perbincangan antara Deive yang kelihatan panik dengan seorang perawat di sana. Tak ada nama Alvin yang tersebut dari mulut mereka, berarti tujuan mereka ke sini bukan untuk menjenguknya. Tapi untuk apa?
"Atas nama Ardiyan ada di ruang UGD," ucap perawat itu membacakan tulisan yang ada di layar komputer.
Segeralah Deive berlari menuju ruang UGD yang telah ditunjukkan oleh salah satu perawat yang ada di bagian resepsionis. Disusul Aldi serta Ghina.
Karena penasaran, akhirnya Erinka memutuskan untuk bertanya pada perawat tadi. Ia berjalan ke arahnya dengan biasa-biasa saja agar tak dicurigai.
"Suster, kira-kira saya boleh tau siapa yang dijenguk tiga anak SMA tadi?" Erinka bertanya pada salah satu perawat.
"Maaf ya, mbak. Semua data di sini bersifat pribadi, jadi jika mbaknya bukan siapa-siapanya tiga orang tadi mak-"
"Saya temannya Sus," potong Erinka.
"Apakah mbaknya bisa membuktikan?" tanya perawat itu masih tak yakin, ia tak mau reputasinya buruk hanya karena memberitahukan data pasien kepada orang asing.
"Suster nggak percayaan banget sih," decaknya sebal, sementara kedua perawat yang berada di bagian resepsionis itu geleng-geleng kepala.
Tiba-tiba tercetus sebuah ide dalam benaknya. Dengan sigap Erinka mengeluarkan kartu pelajar yang berada di dalam tasnya, untunglah Erinka selalu membawa benda kecil itu kemanapun ia pergi. Ia tersenyum puas.
"Nih, Sus! Saya nggak bohong!" serunya seraya menyodorkan kartu pelajarnya.
Salah satu perawat menerimanya dengan enggan. Ia membolak-balik kartu pelajar tersebut dengan bingung.
"Apanya yang nggak bohong?," batinnya
"Oh iya, lupa jelasin." Erinka tersadar telah membuat kesalahan sehingga membuat kedua perawat itu bingung.
"Jadi ini tuh bukti kalau saya sama tiga anak itu sekolah di SMA yang sama, tuh liat seragamnya," jelasnya rinci, dibalas dengan anggukan keduanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/221558108-288-k792889.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Annoyed [On Going]
Ficção AdolescenteSiap tertawa di bagian awal dan menangis di bagian akhir? Mari, mulai kisah ini. *** #14 in Pelampiasan [1 Sept 2020] *** Semua ini adalah tentang Deive dan Aldi, namun terpaksa keluarganya bercampur tangan dalam cerita mereka. Tidak cukup sampai di...