0.1 ➹

45 5 16
                                    

Seruputan matcha latte terlihat begitu lezat dengan panas dan manis yang pas. Suasana hati gadis itu sedang bagus. Ditambah dengan lelaki tampan bertubuh tinggi yang sedang menyeduh dua gelas kopi panas untuk pelanggan, ditatapnya tak lepas tanpa disadari oleh pria itu. Tangan kiri menopang dagunya santai, lantas tersenyum simpul.

Manis sekali, melebihi gula manapun, batin Kim A-ra dalam hati.

Angin di luar kafe sangat dingin, tak heran Jeon Jung-kook sedang sibuk-sibuknya malam ini. Lumayan banyak yang datang demi segelas kopi ataupun coklat panas. Apalagi, mengingat hari ini akhir pekan. Di hari biasa, pengunjung kafe miliknya bisa dibilang tak begitu ramai. Tidak seramai kafe lainnya.

A-ra melirik jam tangan yang melekat indah pada pergelangan tangannya. Ah, sudah waktunya seorang Kim A-ra pergi setelah duduk dalam kurun waktu hampir dua  jam. Pegal? Tentu saja tidak, gadis itu sudah melihat lelaki pujaannya. Itu sudah lebih dari cukup. Ia harus pergi sekarang.

Segera berdiri dari duduk cantiknya, mengambil tas kecil dan menyampirkan benda itu di bahu kanan. Tak terlewat seruputan terakhir sebelum ia melangkah dari meja favoritnya. Meja yang terletak di sudut kanan. Dari sana, ia dapat melihat jelas rupa Jung-kook, tanpa ada halangan apapun karena meja di kafe itu memang tidak banyak.

Kim A-ra akhirnya berjalan keluar melalui pintu utama kafe. Saat dirinya mendorong pintu, terdengar suara Jung-kook seperti biasanya, mengucapkan salam kepada pelanggan.

"Terimakasih sudah berkunjung!"

A-ra berhenti mendorong pintu untuk keluar, menolehkan kepalanya sejenak ke arah Jung-kook sebelum benar-benar meninggalkan kafe 'Euphoria' itu. Jung-kook tak lagi melihat, ia kembali sibuk dengan aktivitasnya. Ya, untuk apa pria itu memperhatikannya? Ia sendiri bahkan tak layak mendapat perhatian siapapun. Itu sudah sepantasnya.

Gadis yang berusia belum genap 22 tahun itu terus melangkah cepat menuju sebuah klub malam, 'Wings Club'. Angin malam yang bertambah dingin membuat A-ra merinding dan lebih merapatkan jaket kulit yang dikenakannya sedari tadi.

Jalanan semakin malam semakin ramai oleh orang-orang, bukannya sepi. Ya, begitulah Seoul. Selalu saja ramai oleh manusia berlalu-lalang.

Sampailah A-ra akhirnya, sebuah lorong gelap yang dijaga dua pria bertubuh kekar dan berpakaian hitam. A-ra mengangguk memberi salam pada dua pria tersebut. Mereka sudah sangat mengenal perempuan di depan mereka, lalu balas mengangguk juga, memberi jalan masuk.

A-ra masuk ke lorong yang diterangi empat buah lampu remang pada bagian sisi-sisinya. Lorong tersebut tidak panjang. Kurang lebih hanya lima meter panjangnya hingga terlihat dua pintu besar serta seorang pria bertubuh kekar dengan handsfree menempel pada telinga di penghujung lorong. Lorong itu tidak panjang agar dapat langsung diketahui ketua tim keamanan klub jika terjadi keributan di luar sana.

"Hai, Jack!" sapa A-ra ramah menghampiri pria tersebut.

"Hai, A-ra. Bagaimana kabarmu hari ini?" balas Jack tak kalah ramah sambil membukakan pintu bagian kiri. Pintu bagian kanan untuk exit. Di atas kedua pintu besar terdapat tulisan "Wings Club" yang mengeluarkan cahaya terang keunguan.

"Baik," jawab A-ra mengulas senyum dan berjalan masuk melewati Jack.

Siapapun yang masuk, akan disuguhi dengan musik berdentum yang keras, bau alkohol juga pekat tercium. Lampu disko yang lebih dominan warna ungu terlihat menarik. Orang-orang menari-nari riang mengikuti irama dari DJ klub, ataupun hanya duduk meneguk bir atau koktail ditemani oleh wanita-wanita berpakaian terbuka.

Klub itu juga menyediakan kamar bagi pengunjung dengan harga tinggi karena lengkap akan pelayanan dan furnitur terbaik. Hanya orang-orang berdompet tebal yang menyewa kamar tersebut, untuk melakukan hal yang bisa dianggap "wajar" ataupun mengadakan pertemuan khusus.

KISS UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang