0.2 ➹

24 7 14
                                    

"Bir, udah. Soju, udah. Makanan ringan, udah. Minuman ringan, udah. Mi instan, juga udah. Apalagi, ya?" gumam Kim A-ra mengecek barang belanjaannya dalam troli sebelum ke kasir untuk membayar. Sepertinya ada yang kurang, ia tampak berpikir sejenak.

"Ah, iya. Aku harus membeli ayam nanti," ucapnya berhasil mengingat hal yang kurang tadi.

Selain stok makanan di apartemennya yang harus diisi kembali, Lucas pun juga akan mampir ke apartemen nanti siang, sekitar jam 2.

A-ra berjalan mendorong troli berisi belanjaannya menuju kasir. Cukup banyak barang yang akan dibayar, jadi lumayan berat troli tersebut untuk didorong olehnya.

A-ra tidak membeli bahan baku untuk dapur seperti sayur ataupun daging mentah. Mengapa demikian? Tentu saja karena ia tidak bisa memasak dan terlalu malas menyentuh bahan-bahan mentah tersebut. Ia lebih suka delivery makanan, atau memasak mi instan yang sama sekali tidak ribet.

Setelah mengantri untuk melakukan transaksi, akhirnya A-ra dapat bernapas lega, keluar dari pusat perbelanjaan yang padat oleh orang-orang. Menenteng tiga bungkus plastik putih berukuran sedang, menggerakkan kaki berjalan di area trotoar.

A-ra tampak kesulitan membawa begitu banyak barang belanjaan. Ditambah lagi dengan silaunya sinar matahari membuatnya semakin gerah. Ia ingin memanggil taksi, tapi tak satupun yang terlihat melewati area itu.

Untunglah hak sepatu yang digunakannya tak begitu tinggi dan pakaian senyaman mungkin, sehingga tidak begitu menambah kekesalan di siang ini. Hah, semestinya anak tengil itu juga ikut belanja bersamanya, jadi ia tak akan begitu kesulitan sekarang. Lihat saja, akan A-ra berikan pelajaran untuknya.

Aduh... berat sekali. Bagaimana aku bisa membawanya hingga apartemen? batin A-ra putus asa.

Bugh...

A-ra menjerit kaget dan hampir jatuh terjerembab saat seseorang tak sengaja menabraknya dari depan. Laki-laki itu terkejut juga karena isi dalam salah satu kantong plastik bawaan A-ra terjatuh. Memperlihatkan beberapa kaleng bir dan minuman bersoda. Laki-laki itu segera memasukkan ponsel yang tadi dipakainya terlebih dahulu sebelum membantu A-ra.

Argh! Sampah mana yang jalan tidak... makian dalam hati A-ra terhenti seketika saat melihat siapa yang tak sengaja menabraknya tadi.

"Maafkan aku. Aku sedang tidak fokus tadi." Jung-kook lekas memungut bir dan minuman yang terjatuh berserakan itu, memasukkan kembali ke kantong plastik. A-ra yang masih terkejut hanya dapat mematung tanpa tahu harus berbuat apa.

A-ra bersyukur ia tidak mengeluarkan kata makian dari mulutnya. Jika iya, dirinya akan langsung dicap perempuan yang amat kasar oleh sang pujaan.

Jung-kook memberikan barang yang terjatuh tadi dan tersenyum tak enak hati. Ia melihat bawaan A-ra begitu banyak, lantas menawarkan diri membantunya membawa barang tersebut sampai tujuan. "Kau membawa begitu banyak barang. Mau kubantu bawakan?"

"A-ah... Boleh. Ta-tapi, apa kau tidak sedang sibuk?" tanya A-ra gugup.

Ini terlalu kebetulan. Ia tidak pernah bertemu Jung-kook di mana pun, selain di kafe tentunya. Itu pun karena ia sengaja datang berkunjung demi melihat lelaki ini.

"Tidak. Aku masih ada waktu," jawabnya kemudian mengambil alih barang bawaan di tangan kanan A-ra, kantong plastik berisi beberapa botol soju.

"Sepertinya kau akan mengadakan pesta," ujar Jung-kook tersenyum manis melihat isi kantong plastik itu.

"I-iya." Terpaksa dirinya harus berbohong. Padahal, semua yang dibeli hanya untuk dirinya. Tidak untuk pesta atau semacamnya.

A-ra dalam perasaan campur aduk antara senang dan gugup berjalan beriringan dengan Jung-kook. Jika dilihat dengan jarak sedekat ini, pria itu benar-benar tampan dan menggemaskan. Dengan kemeja putih dan celana panjang hitam membuatnya terlihat semakin menawan. Tak sekali-dua kali ia mencuri-curi pandang ke Jung-kook.

KISS UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang