Terjebak perasaan dunia maya

9 4 0
                                    

-- Janhan pernah menyalahkan takdir, jika harapanmu tidak sesuai kenyataan.Namun,salahkan dirimu yang berharap pada hamba sahaya,membuat sang penciptanya merasa urusan dan membuat dirimu jauh dari apa yang kamu inginkan.--

*****

Sesakit inikah saat rasa cemburu tidak bisa diutarakan secara langsung? Aku rindu keakraban kita yang dulu, aku rindu saat aku curhat padamu. Sifatmu yang awalnya dingin , kini sedikit menghangat dengan berjalannya waktu.

Kita dekat, sampai aku tidak sadar sebuah perasaan hadir tanpa permisi direlung hati. Ya, aku menyukai dirimu. Tulus, aku mencintaimu.

Kata-kata manis tidak luput dari pesanmu saat membalas pesanku, aku terjatuh, aku terjatuh dalam dalam gombalanmu, aku terjatuh dalam kata-kata manismu, aku telah membuka hati ini, hati yang pernah tersakiti. Hingga pada suatu hari engkau mengatakan sesuatu yang membuatku hatiku ingin berteriak bahagia.

"Dari mana?" tanyamu waktu itu.

"Jalan," jawabku.

"Sama siapa?" tanyamu lagi.

"Sama teman, kenapa sih, Kak?" tanyaku balik.

"Jomblo dilarang keluar, merusak pemandangan saja."

"Owh, nyesel aku ga nimbrung sama cowok-cowok yang ada di sana," ucapku.

Aku hanya ingin melihat bagaimana reaksimu pada waktu itu, akankah perasaanku terbalas atau hanya bertepuk sebelah tangan.

Aku mendengus saat pesanku hanya kamu baca, dan lima belas menit kemudian sebuah pesan kembali masuk.

"Aku cemburu, aku tidak suka kamu berjalan sama laki-laki lain kecuali, ayah, dan abangmu. Cukup mereka saja," jawabmu.

Bahagia, tentu saja, tidak hentinya aku tersenyum seorang diri sambil menatap layar handphone yang ada di dalam genggaman.

Tapi kebahagiaan itu tidak bertahan lama, saat beberapa hari kemudian kamu kembali mengabariku.

"Aku pengen curhat."

Aku tersenyum. "Iya, mau curhat apa?"

"Ternyata dia masih suka pada diriku, setelah sekian lama kami tidak berkomunikasi dan aku mencoba menggombali dirinya. Dan responnya masih sama, dia masih mencintaiku."

Hatiku mencolos, sakit itulah yang kurasakan. Nyesek, ingin sekali aku meluapkan semuanya, tapi aku kembali berpikir dirimu memang seperti ini. Mampu menggombali para kaum hawa dan kemudian meninggalkan harapan.

"Owh, yaudah balikan aja sama dia," balasku pada waktu itu. Aku masih berusaha tenang, agar kamu tidak tahu kalau hatiku sedang hancur.

"Kau tidak marah 'kan?"

"Kenapa aku harus marah, ada-ada saja."

"Kau tidak berharap padaku 'kan?"

Tanganku lemas, kau tahu aku menyukaimu walaupun dirimu tak pernah menyukaiku. Dirimu hanya datang kepadaku saat kesepian dan tidak ada tempat untuk melampiaskan perasaan.

"Ngawur banget, mana mungkin aku berharap sama kakak."

Kembali aku kirimkan balasan agar kamu tidak menunggu. Aku hanya bisa menyemangati dirimu pada waktu itu, memberi semangat agar hubungan kalian bisa kembali membaik. Aku rela kehilangan dirimu, jika perempuan lain bisa bahagia.

"Aku minta maaf, jika caraku membuat kamu berharap. Mulai saat ini, aku bakal jarang komunikasi sama kamu. Soalnya aku ingin menjaga perasaan cewekku."

Lagi-lagi kamu mengirimkan balasan, hatiku terenyuh. Begitu pentingkah dia bagimu?

"Hahaha ... iya gak papa. Aku ngerti kok, jangan khawatir."

Kuselipkan emoji ketawa agar dirimu tidak tahu kalau aku sedang menahan luka. Aku tidak kuat menahan rasa sakit ini sendiri, aku butuh teman curhat. Sangat butuh ....

"Makasih, Ya."

"Apaan sih, pakai terimakasih segala. Ngomong-ngomong cewek kaka yang mana sih, aku kepo nih."

Saat itu juga menjawab kalau aku sosmedku berteman dengannya, aku dirasuki rasa penasaran. Aku melihat fotonya yang kau kirim.

Waktu berlalu begitu saja, tanpa sadar sudah seminggu semenjak hari itu terjadi. Aku merindukan dirimu, aku merindukan sapaanmu walaupun hanya sebatas kata 'Hy'.

Hanya kenal lewat dunia maya, namun perasaan, sakit hati, terasa begitu sangat nyata. Aku tidak membencimu, karena aku sadar, harapanku terhadapmu adalah salah satu perbuatan yang salah.

Harapan yang sebenar-benarnya hanya teruntuk sang Maha Esa. Pencipta langit, bumi dan beserta isinya.

Mulai menata diri, taruhkan harapan hanya pada Pencipta bukan pada hamba-Nya. Kita tidak pernah dilarang untuk mencintai sesama, namun jagalah keterbatasan.

Pojok kamar, 30 Oktober 2020.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 08, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tiupan AnginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang