E-3|| Dulu?

56 4 0
                                    

"Aku di sini, menunggumu."
-Rain

•••

Pembelajaran sedang berlangsung. Semua murid Trimurti pastinya berada di dalam kelas, mengamati guru yang sedang menerangkan di papan tulis atau ada yang sedang bercerita, bahkan guru yang cuman memberikan tugas tanpa menerangkan apapun juga ada.

Tidak ada yang berani keluar kelas saat jam pelajaran, karena di Trimurti setiap dua jam sekali pasti ada guru piket yang berkeliaran di koridor sekolah. Memantau apa ada yang bolos pelajaran.

Ternyata masih aman untuk saat ini.

Eits tapi itu sebelum ada tragedi ini...

BUGG!

"AWWWW!!!!" teriak Rain.

"HUAA!!!! PANTAT INCES JADI TEPOS HUAAA!!!!" masih dengan teriakan yang membuat seisi murid di kelas dekat dengan kejadian berhamburan keluar.

Melihat Rain yang masih terduduk di lantai dan tak lupa masih mengusap pantatnya membuat semua memandangnya bingung.

"Woy Rain! lo ngapain dah duduk-duduk dilantai?" tanya salah satu murid.

Rain menoleh lalu nyengir tanpa dosa. "Ah lo mah nggak tahu trick baru yaa ngepel lantai sambil selonjoran di lantainya kan Parjo?"

"Nama gue Bastian ngapa jadi Parjo?!" jawab murid tadi seraya mendengus kesal.

"Lah gue kira si Par-"

"RAIN SINI KAMU!!!" teriak Bu Sevia dari ujung koridor serta membawa sapu yang tidak tau dari mana.

Rain menatap Bu Sevia terkejut.

"Waduh titisan sunder bolong tapi nggak beneran bolong masih kuat ngejar ternyata," gumam Rain.

"BU! KATA RAIN TADI IBU ITU TITISAN SUNDER BOLONG TAPI NGGAK BENERAN BOLOOONG!" teriak Bastian yang masih berada di luar kelas bersama murid yang lainnya.

"Wah dendam ke gue nih si Parjo," batin Rain seraya mendengus sambil melirik Bastian tajam.

Melihat Bu Sevia yang semakin mendekati Rain membuat dirinya pasrah atas hukuman yang pasti akan diberikan kepadanya.

"Rain kamu tuh ya! Diam di kelas apa tidak bisa hah?! Saya ini capek gara-gara ngejar kamu!" Bu Sevia yang masih mengatur nafasnya menatap anak didik di depannya dengan tajam.

"Ibu mah ini sekalian olahraga biar sehat," cemberut Rain lalu bangkit berdiri.

"Banyak ngomong kamu tuh. Ibu hukum kamu berdiri di lapangan sampi istirahat!" ucap Bu Sevia seraya menunjuk lapangan.

Lapangan yang sangat luas dan tentu panas matahari menemaninya. Membuat beberapa siswa Trimurti yang mendengarkan perintah Bu Sevia bergidik ngeri apalagi istirahat masih dua jam lagi.

Rain bergidik ngeri melihat lapangan itu. "Kejamnya Bu guruku ini, lihat Bu matahari tepat di atas kepala kita. Nanti kulit saya jadi terbakar gimana?"

"Alasan saja kamu ini. Tidak terlalu panas itu Rain."

"Bu Sevia nggak percayaan banget sama saya. Coba deh Ibu berdiri di sana, lalu rasakan dan resapi," tunjuk Rain ke lapangan.

Bu Sevia melotot ke arah Rain dengan berkacak pinggang. "Kamu tidak lagi ngerjain saya kan?"

"Ibu mah suudzon terus sama saya," Rain mengelus dada prihatin dengan nasibnya. Sabar-sabar orang sabar pantatnya lebar..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EccedentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang