Hari ini Ara sangat bahagia, walaupun kakinya masih merasakan sedikit sakit selama berjalan. Ara hanya melangkah dengan gontai menuju kelas, tetapi karena kelasnya berada di lantai dua ia menarik napas panjang.
"Bisa ke atas gak, yah?" tanya Ara pada diri sendiri. Seketika ia khawatir dengan keadaannya.
"Bisa kok."
Sahutan dari seseorang membuat Ara melihat ke belakang, Azzam menghampirinya sambil tersenyum.
Azzam menilik kaki Aratasya yang dibalut dengan perban sembari menatapnya. Aratasya yang ditatap merasa tidak nyaman, ia buru-buru memalingkan wajahnya.
"Mau dibantuin ke kelas gak?" tanya Azzam. Dia menunggu persetujuan Aratasya.
Melihat gadis itu dari jauh membuatnya berpikir untuk menghampiri. Selain itu, ia juga ingin tahu keadaan Aratasya.
Aratasya awalnya ingin menolak, tetapi melihat undakan tangga yang terlampau banyak membuatnya berpikir mengambil keputusan untuk menerima bantuan Azzam.
"Boleh, Kak." Ara memutuskan menerima bantuan dari Azzam. Setidaknya ia bisa sampai dengan selamat ke kelasnya.
Mendengar Ara menerima bantuannya, ia lantas mendekat memapah gadis itu. Ara merasakan jantungnya berdebar-debar cepat dan tidak teratur, mungkin saja Azzam merasakan degup jantung Aratasya yang berdetak tidak karuan.
Setelah sampai di kelas, Aratasya memilih duduk mematung. Ia merasa ada yang salah dengan jantungnya. Ia berinisiatif setelah pulang sekolah meminta pada ibunya untuk memeriksa jantungnya, rasanya denyut jantungnya makin menjadi.
Untung saja di kelasnya belum ada siapa pun, bisa saja teman-temannya akan menjadikannya bahan bercandaan setelah melihat keduanya.
"Gue tungguin sampai temen lo datang, yah," ucap Azzam dengan tegas. Ia tidak tega meninggalkan Aratasya sendirian di kelasnya.
Pernyataan Azzam membuatnya mengangguk patuh. Setidaknya Azzam sudah berbaik hati mengantarkannya sampai di kelas.
Keheningan menyelimuti keduanya, Aratasya hanya mengetukkan jarinya pada meja. Ia merasakan perbedaan antara Azka dan Azzam jika bertemu. Jika Azzam yang mempunyai sisi lembut padanya setiap bertemu, tidak dengan Azka yang selalu membuatnya emosi. Tetapi setelah kejadian kemarin Azka bersamanya, ia tahu Azka mempunyai sisi berbeda dari yang lainnya.
Aratasya tetap fokus pada tujuannya untuk mendekati Azzam, ia harus bisa mengorek informasi dari cowok itu. Mungkin ia harus mencoba dari sekarang pikirnya.
"Boleh aku tanya sesuatu, Kak?"
"Mau tanya apa?" Azzam menatapnya tanpa berkedip.
"Kenapa Kak Aqila emosi lihat Kak Azzam?"
Penuturan dari Aratasya membuatnya sedikit kaget, ia mencoba bersikap biasa saja. Walaupun Ara menatapnya dengan pandangan tak terbaca.
"Semenjak Hanin meninggal, Aqila memang seperti itu."
"Kenapa bisa begitu, Kak? Bukannya setiap perubahan seseorang ada sebabnya?" tanya Ara dengan beruntun.
Azzam menghela napas panjang, ia tidak ingin menyembunyikan sesuatu lagi. Mungkin sudah saatnya ia berbagi cerita.
"Sebenarnya Aqila-"
Ucapan Azzam terpotong setelah mendengar suara Adiva memanggil Aratasya. Ia berlari mendekati Ara sambil memeluk gadis itu dengan kencang.
"Berasa gak ketemu setahun aja kamu, Div," desis Ara dengan mencebik pada Adiva.
"Kangen tahu gak," sahut Adiva dengan terkekeh.
Azzam melihatnya sambil tersenyum. "Kayaknya gue balik ke kelas dulu," ucap Azzam.
Ara yang mendengar Azzam ke kelasnya membuatnya ingin menahan Azzam untuk pergi. Akibat Adiva datang membuat Azzam berhenti berbicara mengenai Aqila. Ara hanya menghela napas pasrah. Padahal ia ingin mendengarkan cerita Azzam. Mungkin ia akan bertanya lagi pada Azzam di lain waktu.
•••
Adiva mendengarkan Ara menceritakan ia dan Azzam sampai bertemu tadi, ia menangkup tangannya di dada sambil melengkungkan senyumnya. Gadis itu terlampau penasaran melihat Ara bersama Azzam, sampai akhirnya rasa penasarannya terjawab dengan cerita Aratasya.
"Hampir saja Kak Azzam cerita tentang Kak Aqila," tukas Ara sembari memainkan ponselnya.
Adiva yang mendengarnya lantas menegakkan badannya. "Terus gimana?"
Ara hanya mengangkat kedua bahunya, tanda tidak ingin menjawabnya, Adiva yang melihatnya hanya mencebik.
"Ara ayo cerita." Adiva menarik kursinya mendekati Ara. Raut wajahnya yang terlihat penasaran membuat Ara tersenyum.
"Gak ada yang diceritain, kamu sih datang-datang ngerusak suasana," ungkap Ara dengan menyandarkan kepalanya sembari berpikir. "Menurut kamu Kak Azzam mau ceritain ke aku lagi?"
Adiva mengangguk, ia yakin Azzam pasti akan menceritakannya. "Udah pasti dia mau cerita lagi, Ra. Saran aku coba kamu tanyain lagi kalo emang waktunya mendukung."
"Iya sih, kalo kamu gak datang tadi pasti aku udah dengerin ceritanya." Sekarang pikiran Ara sedang bercabang. Ia berinisiatif mendatangi Aqila juga, Ara membutuhkan alasan Aqila melarangnya dekat dengan Azzam.
Tiba-tiba Adiva menggebrak meja pelan, membuat Ara berjengkit kaget. "Apaan sih? Kalo aku jantungan gimana?" tanya Ara sembari memegang dadanya. Ara benar-benar kaget atas perlakuan Adiva.
Melihat itu Adiva tertawa. "Gak maksud buat kamu jantungan, Ra," ucapnya, "sebenarnya ... aku masih penasaran kamu kok bisa pingsan di gudang, yah?"
"Oh iya, aku belum cerita," jawab Ara. Ia juga masih bingung dengan kejadian yang menimpanya di gudang belakang.
"Kamu ngapain ke gudang belakang?" tanya Adiva menuntut jawaban yang memenuhi benaknya.
Ara menjelaskan jika Pak Burhan memintanya untuk menyimpan bola basket di gudang belakang. Ia juga menceritakan kejadian yang membuatnya merinding saat berada di tempat itu.
"Kamu lihat apa dalam gudang?" tanya Adiva dengan terkejut.
"Entahlah, aku juga gak yakin ada orang di dalam gudang." Aratasya tidak ingin memperpanjang pembahasan kali ini. Rasanya mengingat kembali kejadian itu membuatnya menjadi tidak tenang.
______________________________________
Tinggalkan jejak, yah🤗
Salam ❤️
Silvina
KAMU SEDANG MEMBACA
Aratasya puzzles
Teen FictionTeen fiction - Horor - Misteri Berawal dari keingintahuan Aratasya mengenai Aqila yang selalu menutup diri dan jarang berkomunikasi, membuatnya ingin lebih mengenal sosoknya. Ketika pertemanan mereka semakin dekat, Aratasya tidak sengaja terlibat d...