Bagian 11 | Permintaan maaf
***
Tidak ada salahnya kita untuk meminta maaf, bukankah setiap orang tak luput dari kesalahan? Selagi masih bisa untuk meminta maaf, maka lakukanlah!
~~Adiva mendapatkan kabar bahwa Ara sedang berada di UKS, ia memacu langkahnya dengan cepat.
Setelah sampai di UKS, Adiva lantas berhambur memeluk sahabatnya. Isak tangis menyelimuti Adiva, ia merasa bersalah telah mendiamkan Aratasya dan berujung kecelakaan.
"Maaf ... aku minta maaf, Ra," lirih Adiva yang masih memeluk sahabatnya.
"Kamu gak salah." Ara masih merasakan sakit disekujur tubuhnya. Ia tidak terlalu menggerakkan badannya selama berbaring.
"Untung saja Kak Azka ketemu kamu," kata Adiva. Gadis itu baru sadar jika Azka sedari tadi tidak berada di UKS.
Ara mengerutkan kening tanda sedang berpikir. Sejak Ara bangun dari pingsannya ia tidak menemukan siapa pun dalam ruangan ini.
"Azka?"
Adiva mengangguk sambil mengatakan jika Azka yang telah membawanya ke UKS.
"Kupikir kamu ketemu Kak Azka di kelasnya," ucap Adiva, "setelah lihat ekspresi Kak Azka yang khawatir buat perasaan aku gak enak, Ra."
"Azka khawatir sama aku?" tanya Ara tidak percaya. Selama Aratasya mengenal Azka, cowok itu hanya membuatnya emosi setiap saat.
"Iya, kelihatan banget khawatirnya. Gak nyangka Kak Azka yang kata kamu nyebelin bisa nunjukin kalo dia peduli banget sama kamu, Ra."
"Udah selesai bahas gue, yah?" tanya seorang dibalik punggung Adiva.
Keduanya terkejut melihat Azka tiba-tiba muncul, Azka yang mendengarkan keduanya berbicara mengenai dirinya hanya mengulum senyum.
"Orang ganteng emang harus jadi perbincangan siapa pun." Setelah mengatakan itu ia menyimpan makanan yang dibelinya dari kantin sekolah di meja.
Ara yang mendengarnya mendesis dan membelalak. Ingin menyahut tetapi ditahannya, Ia harus bisa menjaga ucapannya untuk saat ini.
Adiva melihat keduanya dengan tersenyum, jika dilihat Ara dan Azka cukup cocok pikirnya.
"Ra, kayaknya aku harus balik ke kelas. Ada tugas dari ibu Nila, dikumpulin di jam istirahat. Gak papa aku tinggalin, yah?" tanya Adiva yang mendapat lirikan mata dari Ara.
Gadis itu menatapnya mengisyaratkan untuk menahannya. Tetapi Adiva pura-pura tidak mengerti isyarat dari Ara, ia hanya ingin keduanya bisa berdamai dengan baik. Untuk berdamai dibutuhkan komunikasi yang baik, dengan cara ia meninggalkan Azka dan Ara akan membuat komunikasi itu berlangsung.
Tanpa meminta persetujuan Ara untuk mengiyakannya, Adiva bergegas pergi meninggalkan Aratasya. Gadis yang ditinggalkannya hanya bersungut kesal, Ara tau Adiva ingin ia meminta maaf pada cowok itu.
"Jangan ditekuk gitu mukanya, kelihatan tambah jelek," ungkap Azka yang mendapat lirikan tajam dari Aratasya.
"Dihh, biarin." Aratasya membuang mukanya ke samping.
Melihat itu Azka hanya terkekeh. "Gak ada yang mau diomongin sama gue gak?" tanya Azka sambil memperhatikan Ara.
"Gak ada," ucap Ara dengan ketus. Ia masih memalingkan wajahnya, berbicara tanpa menatap Azka.
"Kalo gak ada, gue mau balik ke kelas." Azka berdiri dari tempat duduknya lantas berjalan untuk ke luar dari UKS.
"Kok pergi sih," ucap Ara dengan memanyunkan bibirnya. Ia berharap Azka tidak meninggalkannya sendirian dalam ruangan ini, tetapi cowok itu benar-benar pergi dari UKS.
Tiba-tiba seorang yang meninggalkannya datang dengan tergesa-gesa, melihat Azka datang membuat perasaan Ara menghangat. Keduanya saling menatap dalam beberapa menit, Ara yang sadar lantas memutuskan kontak mata dengan Azka.
Azka memperhatikan Ara yang salah tingkah melihatnya, ia dengan cepat mengambil ponsel yang berada di atas meja.
"Ngapain ke sini lagi?" tanya Ara sembari memperhatikan Azka.
"Mau ambil ini." Azka mengangkat ponselnya lantas kembali duduk.
"Kata kamu mau pergi, kan? Udah sana pergi aja."
"Gak jadi, mau tunggu seseorang bicara jujur dulu." Azka mengedikkan bahu sambil menyandarkan kepalanya.
"Siapa?"
"Siapa pun yang mau jujur," kata Azka kembali menegakkan badannya. Menunggu Ara mengatakan yang sebenarnya. Azka ingin Ara bisa bersikap jujur atas apa yang ingin ia katakan pada siapa pun.
Mendengar itu Ara tau apa yang dimaksud oleh Azka, tetapi ia belum berani mengatakannya. Walaupun itu hanya permintaan maaf, tetapi bagi Ara jika seorang meminta maaf haruslah dengan sepenuh hati.
Aratasya menghela napas panjang. "Maafin aku." Ara tidak tau harus mengatakan apa lagi selain permintaan maaf yang keluar dari bibir mungilnya.
"Maaf untuk apa?" Azka hanya memancing gadis itu untuk mengungkapkan semua yang ingin dikatakannya.
"Maaf udah ketus sama kamu, pokoknya maaf kalo selama ini aku keliatan emosi di depan kamu. Tapi aku emosi karena kamu yang nyebelin tiap ketemu." Ara mengatakannya tanpa menatap lawan bicaranya. Ia merasa malu mengatakan yang sebenarnya, tetapi Ara merasa lega setelah mengatakan semuanya.
"Gitu dong, jangan suka memendam sendirian," ucapnya, "gimana udah berasa plong, kan?"
Aratasya mengangguk, karena sifatnya yang suka memendam membuatnya susah untuk mengekspresikan apa yang ingin ditunjukkannya pada setiap orang.
"Gue udah maafin lo udah lama, lagian selama ini gue juga udah salah," ungkap Azka.
Keduanya sama-sama tersenyum, mungkin setelah kejadian ini Ara bisa terbiasa bersama Azka. Pemikirannya mengenai Azka yang selalu membuatnya emosi membuatnya menarik kembali ucapannya. Cowok itu ternyata baik, hanya saja Ara selalu menganggapnya tidak baik. Ara hanya butuh pembiasaan diri untuk bersama orang baru pikirnya.
______________________________________
Tinggalkan jejak, yah🥳
KAMU SEDANG MEMBACA
Aratasya puzzles
Ficção AdolescenteTeen fiction - Horor - Misteri Berawal dari keingintahuan Aratasya mengenai Aqila yang selalu menutup diri dan jarang berkomunikasi, membuatnya ingin lebih mengenal sosoknya. Ketika pertemanan mereka semakin dekat, Aratasya tidak sengaja terlibat d...