Bagian 9 | Permulaan

14 1 0
                                    

Ara menggelengkan kepalanya, berusaha melupakan saran dari Adiva. Untuk mendapatkan maaf ia harus lebih dulu meminta maaf pada cowok itu. Syarat yang diberikan Adiva berhasil memenuhi otaknya.

Gadis itu menyandarkan kepalanya di kursi sambil mengayunkan kakinya. Untung saja kursi ini berada tidak jauh dari lapangan, jadi Ara bisa melihat teman sekelasnya sedang bermain basket. Melihat Adiva sedang berbicara dengan teman-temannya yang lain membuat Ara dongkol, ia seperti diasingkan dari sahabatnya sendiri.

Beberapa menit kemudian bel masuk berbunyi, semua teman sekelasnya berlari menuju kelas meninggalkan Ara. Gadis itu mengambil keputusan untuk meminta maaf setelah jam istirahat, ia masih mengumpulkan niat untuk berhadapan dengan Azka. Ara lantas berjalan meninggalkan lapangan, belum beberapa langkah seseorang memanggilnya dari belakang.

"Aratasya."

Mendengar namanya dipanggil, ia memutuskan berbalik melihatnya.

"Iya, Pak?" Melihat Pak Burhan dihadapannya ia lantas mendekat. Ara yakin setelah ini ia akan mendapatkan perintah dari gurunya.

"Boleh kamu bantu saya bawa bola basket ini ke gudang? Berhubung kamu belum masuk kelas," ujar Pak Burhan.

"Iya boleh, Pak." Bola basket yang berada ditangan gurunya sudah berpindah pada Aratasya.

Setelah Pak Burhan berterima kasih pada Ara. Gadis itu bergegas menuju gudang belakang dengan membawa dua bola basket. Awalnya ia kesusahan membuka pintu gudang, setelah mencoba semua kunci barulah ia berhasil membukanya.

Bunyi suara pintu dibuka berhasil memekakkan telinga Ara, gudang tua ini cukup membuat tengkuknya merinding. Penerangan seadanya menambah kesan buruk, Ara mencari rak penyimpanan bola basket. Setiap langkahnya menimbulkan bunyi yang tidak enak didengar.

Setelah mendapatkan rak tempat menyimpan bola basket, ia segera melangkah meninggalkan tempat tersebut, tetapi sebelum ia memutar balikkan tubuhnya ia melihat sekelebat bayangan.

Dengan penerangan minim cahaya dalam gudang, membuatnya harus melangkahkan kakinya sedikit demi sedikit mencapai sekelabat bayangan yang ia lihat tadi.

"Siapa di sana?" tanya Ara dengan sedikit gelisah. Melihat tidak ada pergerakan sama sekali, semakin membuat jantungnya berpacu dengan cepat.

Setelah sampai di rak paling ujung, seketika indra penciumannya menangkap bau anyir yang membuat jantungnya berdetak tak karuan. Perasaannya mulai cemas, ia berusaha untuk berlari meninggalkan gudang tetapi kakinya tersangkut pada salah satu ubin lantai yang berlubang.

Ara jatuh terjerembap dengan meringis, kakinya merasakan nyeri tak tertahan. Ia bangkit agar bisa berdiri, tetapi setiap ia mencobanya Ara kembali tersungkur.

Setelah mengumpulkan kekuatannya, ia mencoba sekali lagi untuk berdiri. Untung saja kakinya bisa berpijak dengan baik setelah percobaan berulang kali. Belum beberapa langkah rak yang berisi bola basket tempat ia menyimpan tadi roboh. Ia tidak sempat menghindar dari rak tersebut, membuat tubuhnya terkapar lemah karena tertimpa rak itu. Ia bisa merasakan sakit di seluruh tubuhnya, sebelum akhirnya ia merasakan gelap.

______________________________________

Adiva

Tinggalkan jejak untuk vote dan komentar ❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tinggalkan jejak untuk vote dan komentar ❤️

Salam
Silvina

Aratasya puzzlesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang