Prolog

8 2 0
                                    

Perkenalkan namaku Ajun, usiaku 16 tahun. Gemar sekali melukis, dan aku Tuli. Yah kalian tidak salah baca, aku tuli. aku kehilangan indera pendengaranku semenjak 3 tahun lalu. Kecelakaan maut yang merenggut nyawa ayah beserta pendengaranku. Duniaku runtuh seketika, tak ada bunyi apapun, semua hampa. Bahkan seruling yang sering ku tiup tak terdengar lagi bunyinya.Hingga suatu ketika, sebulan setelah insiden tersebut, bunda meraih tanganku, menggenggamnya dengan kuat menuliskan sebuah kata untukku cerna.

“percayalah pada bunda, Ajun akan bisa berbicara dengan siapapun walau tak bisa mendengar”. Hatiku luluh, aku ikuti mau bunda,

tuk belajar mengartikan setiap celotehan pembicara dengan cara membaca bibir mereka.
Dunia ku yang memang sudah kelabu, tiba-tiba berwarna. Aku bertemu dengan seorang gadis namanya Jingga, aku mengetahui namanya dari nametag baju almamater sekolahnya. Gadis cantik yang menjabat sebagai ketua osis sekolah menengah atas dekat dengan sanggar lukis tempatku belajar. Aku menyukainya semenjak pertama melihatnya. Gadis berkuncir satu, memiliki mata safir dan energik itu entah daya apa yang membuatku menyukainya.

Dari sini aku akan berusaha mencuri perhatiannya, mengenal lebih dekat seperti apa Jingga sebenarnya, dan untuk yang satu ini takkan ada kata menyerah hanya karena Aku tuli. Aku takkan menyerah.

Ajun & JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang