bab 12

845 34 13
                                    

Semilir angin membuat Bagus tersadar dari tidurnya sepanjang malam. Ia menoleh ke sebelah, wanita itu tidur tidak kalah lelap darinya. Jika dirinya tidak terluka parah semalam, bisa jadi hal-hal yang tak seharusnya terjadi akhirnya terjadi. Lelaki itu memperhatikan sekujur tubuhnya, bekas cakaran dan gigitan mahluk menyeramkan sudah hilang semuanya.

Ia berdiri mencari pakaian yang dibuka Ana semalam, sayangnya tidak bisa lagi digunakan karena sudah koyak di sana sini. Cepat Bagus mengeluarkan ujung kuku telunjuknya yang tajam. Menyayat kulit pohon tempatnya bersandar. Sayatan itu ia raut sedemikian rupa oleh jemari runcingnya, hingga akhirnya menjadi sebuah baju yang layak pakai. Pakaian yang kerap digunakannya dahulu ketika zaman belum maju seperti saat ini.

Ana menggeliat bangun, dan memperhatikan gerakan lelaki di hadapannya. Wanita itu merasa takjub dengan penampilan lelaki yang baru saja ia dekati semalam. Wajahnya bersemu merah mengingat kenekatannya semalam, bahkan meninggalkan beberapa jejak di leher lelaki berusia ratusan itu.

“Gus. Dari lahir udah jadi harimau atau gimana?” Bosan didiamkan olehnya sepanjang perjalanan, Ana nekat bertanya tentang asal-usul Bagus.

“Dari lahir aku manusia, karena sesuatu hal aku terpaksa melakoni peran sebagai manusia harimau,” jawabnya sambil berjalan lurus.

Medan yang mereka lewati kali ini mudah tanpa hambatan. Bahkan sesekali Bagus mengendus indera penciumannya, untuk mengatasi bahaya yang datang.

“Kepo donk, boleh?”
“Hmm.” Bagus menautkan dua alisnya.

“Maksud aku. Boleh tahu nggak kenapa bisa jadi manusia setengah siluman begini?”

“Aku bukan siluman. Aku lebih hebat dari mereka.”

“Ya, terserah. Yang jelas ceritain, aku maksa.”

“Kurang lebih perjalanan sehari semalam lagi, kita akan sampai di pinggir jalan. Setelah itu kau bisa kembali ke tempat tinggalmu.”

“Ya, makanya cerita. Bisa jadi kita nggak akan ketemu lagi, kecuali kalau kamu ke kota. Kalau berharap aku ke hutan ini nggak jamin, deh.” Telapak tangan Ana ingin menyentuh leher Bagus.

“Aku bukan kucing yang dijinakkan dengan cara seperti ini. Ingat, jangan menguji kesabaranku lagi seperti tadi malam. Atau aku akan melumatmu tanpa sisa.” Tangan lelaki itu mencengkeram pipi Ana hingga mengerucutkan bibirnya.

“Permintaan terakhir. Please, ceritain. Aku janji nggak akan cerita sama siapa-siapa.” Ana setengah berlari menyusul langkah besar pria harimau di depannya.

“Kau ingat masih punya satu janji untukku, kan?”

“Ingat. Nggak usah takut, pasti aku tepati.” Tangan wanita itu membentuk tanda V dihadapan Bagus, “tapi cerita dulu gimana—”

Telunjuk Bagus membungkam perkataan Ana. Lelaki itu lebih memilih mengalah daripada terus-menerus diteror oleh rengekan manjanya. Bukan ia tidak mau cerita, hanya saja jika menarik diri kembali ke belakang, ada luka besar yang menganga kembali dan terasa sakit. Bukan keinginannya sendiri memilih menjadi mahluk setengah manusia, tapi ketika rakyat dan keluarganya mengiba untuk diselamatkan, maka segala jalan terpaksa ia tempuh agar tempat mereka bersemayam tidak dirusak oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

***

Ratusan tahun lalu.

Dari atas bukit lelaki bernama lengkap Raden Bagus Arya Kusuma itu memperhatikan sebagian lahan ketika orang-orang pendatang dari negeri nun jauh di sana berhasil membeli paksa tanah rakyatnya dengan harga yang murah. Kesepakatan licik yang mereka jalankan berhasil membuat sebagian warga yang ada di bawah kekuasaannya bertekuk lutut untuk melepas lahan satu per satu.

Bermalam Di Hutan Larangan (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang