bab 10

844 40 7
                                    


*Maaf telat update, baru sembuh*

Lilitan akar pohon mulai membelit tubuh Ana. Ia yang tidak beranjak selama beberapa jam di dalam labirin tulang manusia dan memilih pasrah sampai Bagus datang menolong. Meraih pisau di kantong celananya, wanita itu berusaha memotong akar pohon yang mulai menjerat lehernya. Namun, semakin dipotong semakin erat pula benda itu mencengkeram tubuhnya.

Ketika tubuhnya hampir terbenam di dalam tanah seluruhnya. Seseorang datang menolong dan menariknya dengan kuat hingga berhasil keluar dari jerat akar pohon. Bergegas wanita itu membersihkan sisa-sisa tanah yang mengotori tubuhnya. Ia sempat merasa heran dengan kedatangan seseorang yang sama sekali tidak diduganya.

“Raka.” Ana memeluk tubuh itu seketika, “akhirnya kamu datang jemput aku.”

Tanpa menjawab sama sekali suami Ana itu memegang tubuhnya yang masih gemetar dengan peristiwa tadi. Meraih leher istrinya dengan kedua tangan. Semula Ana tidak bereaksi sama sekali tetapi ketika uluran tangan itu berubah menjadi sebuah cekikan yang perlahan terasa menyesakkan napasnya, ia pun berusaha menyadarkan lelaki di hadapannya.

“Ra-ka. Please, ini sa-kit.” Wanita itu memegang kedua tangan Raka.

Namun, tetap saja pria itu terus mencoba menghabisi Ana yang mulai hampir kehilangan kesadaran hingga tubuh itu terjatuh di tanah. Ana mencoba untuk menyelamatkan hidupnya. Berkali-kali menendang perut Raka agar genggaman tangan itu terlepas, tetapi sia-sia. Hingga tangan wanita itu meraih pisau yang sempat terlepas di tanah. Benda tajam itu ia genggam dengan sisa tenaga yang ada. Mata Raka ikut mengarah ke mana pisau itu menuju. Hingga Ana ingin menusuk bagian leher, tetapi kemudian berpindah dengan menancapkannya di bagian dada.
Cekikan itu terlepas. Raka memegang dadanya yang tertancap pisau. Perlahan kabut tipis yang mengelilingi mereka menghilang dari hadapan. Begitu juga dengan labirin tulang seketika lenyap dan berganti menjadi hutan hijau belantara. Bahkan Raka di hadapan Ana juga bertukar menjadi wujud Bagus.

“Eh, kok, bisa kamu yang tertusuk pisau. Kapan kamu ke sini, Gus?” tanyanya panik.

“Sudah, nanti saja dibahas, kita pergi dari tempat ini dulu sebelum terjebak ilusi yang lebih berbahaya lagi.” Bagus menyeret paksa Ana dan setengah berlari pergi sambil menahan luka di dadanya.

Mereka berdua berlari cukup jauh karena kabut tipis dari lembah ilusi masih tetap mengikuti langkah mereka dari belakang. Menahan tetes darah yang terus keluar dari tubuhnya. Tangan lelaki itu tetap menjaga Ana agar tidak lepas lagi dari genggamannya. Hingga mereka sampai di sebuah rumah tua yang sudah lama tidak di huni. Terlihat dari atap daunnya yang sudah hilang sebagian, juga kayu yang mulai lepas satu per satu dari pondasi utama. Pun dengan kabut tipis yang menghilang ketika mereka masuk ke dalam rumah itu.

Bagus menyandarkan tubuhnya di dinding rumah itu. Ana juga, melakukan hal yang sama, menarik napas dan meluruskan otot-otot yang tegang akibat ilusi yang mempermainkan mereka. Perlahan mata wanita itu tertuju pada pisau yang masih menancap di daging lelaki itu.

“Maaf. Aku nggak tahu kalau itu kamu, yang terlihat tadi wajah suamiku tapi entah kenapa dia berusaha bunuh aku.” Wanita itu mengeluarkan beberapa perlengkapan kesehatan ala kadar yang ada di ransel.

“Aku sudah berusaha menyadarkanmu tadi, tapi sepertinya pikiranmu benar-benar terpengaruh kabut itu.”

“Kenapa kamu diam, nggak melawan?”

“Karena kau bukan lawanku.”

Bagus menahan pergelangan tangan Ana yang hendak mencabut pisau dari tubuhnya. “Apa yang kau lakukan, aku bisa sendiri.”

“Nggak usah takut. Aku pernah ikut pelatihan PMR di sekolah dulu. Sakit sedikit, tahan, ya.” Ia membuka kaus yang dipakai Bagus.

Lelaki itu menahan napasnya ketika Ana memegang dan mencabut pisau itu. Ia menahan suaranya hingga wajahnya memerah agar tidak menimbulkan suara. Bagaimanapun juga ini adalah wilayah mahluk lain. Wanita itu bergegas menutupi luka dengan kain kassa yang sudah dibaluri alkohol. Ana mengerjap cepat ketika mendapati perubahan warna kulit Bagus, dalam beberapa kali tarikan napas kulit lelaki itu terkadang berubah menjadi warna kuning berkilau disertai bulu-bulu halus yang tumbuh.

Bermalam Di Hutan Larangan (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang