[dark background]
"aku ga pernah kesini sebelumnya."gie memandang ten yang sibuk kagum oleh panorama binar-pendar kota dari posisi mereka saat ini— atas bukit. yang menjadi objek tanya si gadis bukan perilaku ten bak anak kecil disuguhi permen lolipop, tapi ucapannya barusan.
memikir sejenak, "aku ga kaget kalau kamu ga pernah ke sini. kamu orang baru." penyemat birulaya itu mengusap paras pucatnya kasar.
"oh, benar juga." ten mengiyakan.
lalu atensi ia alihkan pada gie di sebelahnya yang meracau. mereka duduk di atas kap mobil hasil pinjaman paksa tadi, dengan tubuh menghadap lurus ke depan berlangsungan pada kota di malam hari.
"you may already know that i'm crazy. i mean you can tell by the first impression i guess. but i don't fuckin' care 'bout your opinion tho. i live for myself. i do whatever i want."
membalas si gadis berceloteh, "can't argue about that then." ten menaruh kepala di atas bahu sempit milik gie.
"omong-omong, kenapa membahas ini?"
"just in case."
atmosfir dirundung sepi, tenggelam dari buaian hening malam. mereka senyap dalam belai angin, ten lagi-lagi berpikir. bisa dirasakan perubahan dirinya sendiri, ten merasa ia banyak berpikir dalam diam sejak pertama kali bertemu gadis di sebelah.
asa gie telah patah. ten knows.
"tujuan akhir kamu apa?"
gie menoleh singkat, lalu menggeleng tidak tahu.
"ga pernah punya. never think about that before actually.""liar."
sahut ten cepat tadi membuat gie bungkam. akalnya dirundung kelam. ini bukan bahasan yang ia paham, nafasnya menderu cepat serta mengerang geram.
"life is sucks! fuck you, world." caci-maki keluar berkelanjutan dari kurva dingin gie. suaranya melagu ancai, serta-merta amarah yang berderai.
selesai urusan caci-memaki, ten menepuk kepala gie singkat. "good girl," kemudian meninggalkan kecup di
kening gie.intensi ten hanya satu, alasan di balik patuhnya pada gie meski harus melakukan banyak hal di luar kebiasaan baik sejak tadi.
mengajak gie jujur pada dunia. tidak mengurung diri dalam sangkar berjudul 'i'm fine as long as i do whatever i want'. ten jelas tahu, gie menyerah dari pelik dunia. hidup sedikit arak-arakan dan takut menjemput kehidupan yang orang-orang sebut mimpi.
"jangan banyak berharap." gie berucap.
"pada apa?"
"aku?" bukan pertanyaan, gie hanya sedikit ragu, dalam dekap ten lugu.
belum laki-laki itu memasang tanya, gie lebih dulu menyambung suara. "kita ini sementara."
"i'm aware about that. thanks."
gie mengangguk lega, "baguslah."
bohong. ten menutup ruang jujur, dirinya sedikit tidak rela. meski baru berkenalan dalam sedikit masa.
"ugh, don't do that!" teriak gie.
gadis itu melepas diri dari ten, "don't freaking do that!" perintahnya cepat. sedangkan ten menatap bingung.
"do what?"
"your eyes, they looks like a pair of puppy eyes. especially when they are lost."
ten tergelak, menjuru ke segala arah menghantam senyap. malam itu terasa hanya mereka berdua yang bernyawa.
"kamu tadi mengucap kata-kata pengantar buat perpisahan. aku pikir wajar ada rasa sedih yang menjalar. kehilangan."
gie mendekat, lengannya meraih ten agar tidak ada sekat. "you have no idea how hard i try to not kiss you since the last our lips touched."
always hoping things would change
but we went right back to your games—
be happy! <3
© epochsolitude
KAMU SEDANG MEMBACA
strawberries & cigarettes ✓
Fanfictionikut aku berkelana, malam ini kita sewa. chittaphon's au ; selesai. © epochsolitude, 2020 06/02/20