TUNGGU

2 0 0
                                    

BRAK

Itu suara pintu yang sengaja ku banting dari dalam kamar setelah melewati pertengkaran hebat dengan ibuku di luar tadi.

Aku kesal!. sungguh, sampai aku ingin sekali menangis. Tubuhku mendadak lemas, aku menjatuhkan diri di atas kasur dan menarik selimut menutup seluruh tubuhku.

Dan detik selanjutnya tangisku pecah, sudah tak peduli lagi jika suaraku  terdengar sampai di luar rumah. Biarlah semua orang tau kalau selama keluargaku memperlakukanku  dengan tidak adil! , aku sungguh tak terima!. Pernyataan ibu tadi langsung memukul ulu hatiku.

bagaimana bisa?

kenapa mereka tega?

Tanyaku berkali-kali sambil meracau tak jelas. Benar-benar tak terima akan keputusan ibu yang memaksaku untuk tidak melanjutkan kuliah.

Aku langsung menentang perkataan ibu. Sudah tak tahan dengan perlakuan mereka terhadapku. Dari dulu aku terus saja diam dan tetap berusaha mengalah karna takut durhaka bila  melawan orang tua. Tapi kali ini aku tak bisa lagi bersabar, darahku langsung mendidih mendengar keputusan mereka. Sudah tak tahan lagi diperlakukan tidak adil oleh orang tuaku.

Ini semua karena status abangku yang masih duduk di bangku perkuliahan. Dia yang bersekolah di kampus nengri tentu mengeluarkan uang  yang tak sedikit sejumlahnya,  Ia sudah besar, seharusnya dia bekerja!.  Tapi apa? Ia selalu dengan mudah meminta kepada orang tuaku tanpa berpikir untuk membantu sedikit saja menghilangkan beban mereka.

Dan yang semakin membuat hatiku panas adalah sikap orang tuaku menanggapi tingkah keterlaluannya, mereka tak pernah menegur, tak pernah marah padanya. Hanya karna dia adalah anak laki-laki  satu-satunya di keluarga kami membuat ayah dan ibuku sangat memanjakannya sedari kecil.

Dia tidak pernah membantu, dia selalu meminta dan menunggu saja, dia tidak pernah merasa kasihan pada orang tuaku. Aku tak habis pikir bahwa orang seperti itu adalah saudaraku sendiri.

Kondisi finansial keluargaku membuat hanya Ayah dan Ibu tak punya cukup uang, bahkan hanya untuk membekaliku dalam perjalanan ke luar kota untuk berlajar.

Kenapa harus aku yang mengalami ini?.  Bukankah selama ini juga aku bekerja membantu mereka?,  bahkan tak jarang pula uang yang ku dapat dari hasil
jerih payahku dengan lapang dada ku berikan untuk membantu mereka melunasi hutang yang selangit itu, akibat abangku yang terus saja meminta dan terus meminta uang agar sampai di tangannya. Aku rela mengeyampingkan gengsi dan egoku  yang pasti dimiliki anak-anak seumuran denganku di Zaman modern ini.

Aku bisa saja tidak ambil pusing, aku bisa saja masa bodoh dengan situasi sekarang keluargaku tak tidak stabil. Tapi aku tak sekejam itu, aku punya hati nurani yang memaksaku untuk berbelas kasih.

Namun, balasan seperti inilah yang  membuatku marah, mereka tidak boleh seenaknya memperlakukanku hanya karena selama ini aku selalu berusaha mengerti. Aku menyalahkan kedua orang tuaku yang tidak keras pada saudara laki-lakiku dan aku menyalahkan abangku karna sudah gagal menjadi seorang anak yang sepatutnya dapat diandalkan. Ternyata dia sangat payah melebihi diriku yang notabenenya adalah seorang perempuan.

Aku tak pernah mengira aku akan merasakan hal seperti ini. Dalam hidupku aku tak pernah merasa sesakit ini sebelumnya, sudah cukup! aku sudah cukup muak untuk tetap diam di tempat.

Dulu aku tak pernah mempermasalahkan kondisi keluarga kami yang pas-passan beda jauh dengan kondisi keluarga teman-temanku yang serba berkecukupan, aku tak pernah merasa malu berteman dengan mereka.

Namun hari ini?
dunia menyadarkanku  bahwa materi juga merupakan bagian dari hidup. Hidup tanpa bermodalkan materi pasti akan berakhir tragis sepertiku.

Ironinya, hanya itulah alasan-alasan satu-satunya, tak ada lagi.

Aku merasa mati dan pikiranku terasa kosong. kali ini aku tak punya cari lain atau berbuat sesuatu untuk mencari solusi yang tepat.

Kembali menghutang? bahkan yang sebelumnya belum lunas ditambah lagi  dengan ayah yang hobi mabuk-mabukkan, otomastis uang kami juga habis karna itu.

Habis sudah harapanku, aku merasa gagal dan hancur kali ini. Impian yang sudah ku rangkai berunjung gagal.

Tapi tekadku sudah bulat,  aku menyibak selimut yang tadi menutupi butuhku, ku hapus kasar air mataku segera kemudian bangkit dan menegakan kepala.

SEMUANYA!!

TUNGGU AKU TAHUN DEPAN

SIAPA AKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang