part 4

39 21 4
                                    

Saat ini aku di ajak oleh kakek Xian ke tempat dimana Hyperion tumbuh. Di sepanjang perjalanan aku hanya terdiam mengagumi tumbuhan yang tumbuh  di sini. Sangat indah dan begitu natural. Mereka masih sangat alami. Terkadang aku melihat tumbuhan jamur raksaksa. Seperti jamur yang hidup 400 juta tahun yang lalu. Tingginya sekitar 24 kaki  dengan lebar 3 kaki dan bergelombol dengan jamur yang lainnya. Bahkan udara di hutan ini tetap dingin walaupun sinar matahari menyingsing di atas sana. Namun sama sekali tidak berpengaruh di bawah sini. Mungkin seperti ini lah kondisi bumi berjuta tahun yang lalu.

Kakek Xian  berjalan di depan, langkahnya dangat lambat dan hati hati. Mungkin takut ada hewan atau tumbuhan kecil yang akan terinjak. Sungguh mulia man teman.

Rona senja sudah terlihat perlahan. Sudah sore rupanya, pikirku. Aku ingin menggentikan kakek Xian berjalan, sebaiknya istirahat bukan? Tapi aku takut, karna kakek Xian yang lebih tau tentang tempat ini. Langit perlagan menggelap. Akhirnya aku memberanikan diri untuk bicara padanya.

"Kek, bukankah sebaiknya kita istirahat? Ini sudah hampir malam, lagi pula kita tidak akan bisa berjalan dalam kondisi gelap?" Dahi kakek Xian mengernyit.

"Siapa bilang kita tidak bisa berjalan dalam kondisi gelap seperti ini huh?"

"Ya...tapi kan biasanya memang begitu kan kek?"

"Kau lihat apa saja yang kita lewati sepangjang perjalanan ini?"

"Tentu saja hutan, lagian apa lagi?"

"Lebih terperinci"

Yang sedari tadi di lewati?

Aku menoleh kebelakang, ke arah jalur yang barusan kami lewati. Aku tau sekarang.

"Jamur?"

"Itu kau tau"

"Tapi kan itu hanya jamur biasa?"

"Lihatlah dulu nak" aku melihat jamur yang berada di depan kakek Xian. Mataku seketika terbelalak. Di dalam gelapnya malam jamur itu bercahaya. Tapi aku seperti mengenalinya.

 Tapi aku seperti mengenalinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Itu...bukankah  jamur peri ya kek?"

"Yah memang. Kami orang suku Karo terbiasa menggunakan jamur peri sebagain penerangan dan petunjuk disaat malam"

"Kukira jamur itu hanya bohongan" gumamku kagum. Aku berjalan mendekati jamur itu. Aku menunduk mencoba melihat jamur itu dari dekat. Ini benar benar kaindahan tiada tara. Aku baru menemukan satu yang sejenis ini. Sangat sempurna.

"Berhentilah memandanginya, dan mulailah kembali berjalan. Perjalanan kita masih panjang"

"Ayolah kek, kita iistirahat sebentar saja. Aku benar benar lelah. Setidaknya untuk mengisi perutku dan memuaskan dahaga" aku memohon kepada kakek Xian. Terlihat tidak etis memang. Tapi apa peduliku, aku hanya ingin makan.

Makan untuk hidup, hidup untuk makan.

Itu prinsip utamaku.

"Baiklah. Kita cari sungai terlebih dahulu"

HYPERION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang