Part 9 : Angkasa

32 5 3
                                    

Alysa mengedarkan pandangannya. Ia berada di sebuah kamar dengan bau maskulin yang melekat. Matanya tertuju pada seorang laki-laki yang sedang tertidur di sofa. "Ini dimana? Kenapa ada Varo?"

Ceklek.

"Eh? Ica sudah bangun?" Itu Vania, ia masih setia memanggil Alysa dengan sebutan Ica.

"Udah Tante. Mmm, ini dimana Tan?" Alysa masih celingukan sejak tadi.

"Ohh iya, ini kamar Varo. Kamu sedikit demam, ini Tante buatin bubur buat Ica." Vania berjalan ke arah Alysa. Ia pun menyuapi Alysa bubur buatannya. Vania mengusap lembut rambut Alysa yang bergelombang.

"Ica panggil Tante, Bunda aja ya?" Ucap Vania yang masih setia mengusap lembut rambut Alysa.

"Iya Tant- eh Bunda!"

"Engghhh." Varo mengerjapkan matanya berkali-kali, menyesuaikan cahaya yang masuk ke indra penglihatannya.

"Sa? Angkasa? Sudah bangun nak?" Kata itu keluar dari bibir Vania. Varo memang sering di panggil Angkasa oleh Bundanya itu, walaupun Varo kurang suka dengan sebutan itu. Kata Angkasa membuatnya kadang jatuh ke masa lalu.

Disisi lain, saat Alysa mendengar Vania memanggil nama itu ia merasa sesak di dadanya. Jujur, Alysa tidak mengingat apapun, yang jelas dadanya terasa sesak. Tatapannya tak lepas dari sosok Varo. "Apa ini? Mengapa terasa sakit? Siapa Angkasa yang gue cari? Kenapa semua orang selalu nutupin cerita tentang Angkasa?!"

Varo bangun dari tidurnya. Ia menoleh ke arah Vania. Sekilas, ia dapat melihat Alysa yang membuang muka saat ia menoleh. "Alysa masih marah sama gue?"

"Ya Bun?"

"Kamu mau tetep fitting baju?"

"Ikut aja."

Vania menghela nafasnya pelan. Ia menoleh ke arah Alysa yang menunduk.

"Ca?" Tak ada jawaban.

"Ica?" Masih tak ada jawaban.

"Alysa?" Kali ini, sang pemilik nama masih tetap diam.

"Alysa." Ucap Vania sedikit berteriak.

"EH IYA BUN?" Alysa menoleh. Ia terlonjak mendengar sang calon mertua sedikit berteriak kepadanya.

"Bengong mulu, kalian tetap mau fitting baju hari ini?" Alysa berpikir sebentar. Sebenarnya kepala Alysa masih terasa pusing, namun ia ingin berjalan-jalan. Ia merasa suntuk. "Mmm, boleh deh Bun."

"Yaudah kalian langsung ke butik Mama kamu. Takut kemaleman. Angkasa jagain Ica ya! Jangan lecet sedikitpun." Varo menengok ke arah Alysa, sorot matanya menunjukkan dirinya sedang tak baik-baik saja. Varo berdehem kemudian mengangguk.

—•—

"Halo a-l-y alias Aly!" Ucap Santiara, seorang pegawai di butik kepemilikan keluarga Atmara.

"Ih aku Alysa!" Alysa merenggut sebal, karena ia selalu dipanggil 'Aly' oleh Santiara.

"Yauda iya, maaf ya Alysa sayang. Nanti aku beliin kamu es krim deh!" Itulah jalan ninja Santiara agar Alysa tidak ngambek. Karena bagaimanapun Alysa selalu luluh jika sudah diberi es krim.

"Gak, Kak Titi boong mulu. Minggu kemaren juga es krim yang Kak Titi janjiin gak dikasih."

"Loh? Mbak udah ngasih es krim nya ke Alfa. Waktu itu kamu tidur Al."

"BANG ALFA? KENAPA DIKASIH KE BANG ALFA SIH?" Setelah Alysa menyelesaikan kalimat terakhirnya Varo berdehem.

"Dimana?"

ValysaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang