BAGIAN 1

513 15 0
                                    

Hari belum terlalu siang. Sinar matahari masih terasa hangat menyapu kulit seorang penunggang kuda berusia sekitar dua puluh dua tahun melewati ujung sebuah desa kecil, dan kini dihadapannya menghadang sebuah hutan lebat. Bila telah melewati hutan lebat ini, maka beberapa saat kemudian dia akan sampai di tujuan. Pemuda berbaju merah itu mendongak ke atas, lalu memandang ke sekeliling sambil menjalankan kudanya perlahan-lahan.
"Hm.... Menurut apa yang kudengar, jalan yang akan kutempuh melewati pinggiran hutan. Aku akan melewatinya sebelum hari mulai gelap agar kabar ini dapat tersebar," tekad pemuda yang menunggang kuda coklat itu dalam hati.
Pemuda berbaju merah itu menghela kudanya lambat-lambat untuk memberi kesempatan pada hewan itu untuk sedikit beristirahat. Beberapa orang penduduk yang habis mencari kayu bakar di pinggiran hutan memandangnya dengan heran. Satu dua orang tidak membuat penunggang kuda itu bertanya-tanya. Namun ketika hampir rata-rata orang memandangnya dengan tatapan aneh, mau tidak mau membuatnya curiga juga.
"Kenapa mereka memandangku seperti itu? Apakah selama ini mereka tidak pernah melihat orang asing berkeliaran di sini?" batin pemuda itu dengan perasaan tidak enak.
Dihampirinya salah seorang penduduk untuk mencari keterangan. Paling tidak untuk menjawab pertanyaan, mengapa sikap penduduk di sini seperti mencurigainya.
"Kisanak, kenapa orang di kampung ini memandangku dengan tatapan aneh?" tanya pemuda itu tanpa turun dari punggung kuda, pada seorang laki-laki tua yang menuntun bocah perempuan berusia lima tahun.
Laki-laki tua itu tidak langsung menjawab. Matanya lantas memandang ke arah hutan lalu beralih ke arah pemuda itu.
"Apakah kau akan menempuh hutan ini...?" orang tua itu malah balik bertanya,
"Ya! Itu adalah jalan terdekat menuju Desa Giring Sewu. Sebenarnya ada apa, Kisanak?" tanya pemuda itu lagi.
"Anak muda, sebaiknya urungkan niatmu. Carilah jalan memutar...," saran laki-laki tua itu.
"Hm, kenapa harus begitu, Kisanak? Waktuku hanya sedikit. Lantas kenapa dengan hutan itu?"
"Agaknya kau memang pendatang, sehingga tidak tahu-menahu mengenai keangkeran hutan ini...," sahut orang tua itu sambil menggeleng lemah.
"Angker? Hm... Apa yang membuat hutan itu menjadi angker...?"
"Tidak ada seorang pun yang selamat, bila berada di dekat Rimba Keramat. Apalagi bila berada di dalamnya!" jelas orang tua itu.
"Ah, aku jadi semakin tertarik. Apa sebenarnya yang membuat hutan itu begitu angker?" kata pemuda itu, sedikit jumawa.
"Maaf, tidak bisa kujelaskan. Tapi kalau ingin selamat, sebaiknya carilah jalan lain...." Setelah berkata begitu, si orang tua melanjutkan perjalanan, seraya menuntun bocah kecil itu dengan tergesa-gesa.
"Hahaha...! Ada-ada saja! Bualan orang desa memang selalu dibesar-besarkan. Aku tetap akan lewat hutan itu. Akan kubuktikan bahwa yang dikatakannya hanya omong kosong belaka!" desis pemuda itu sambil terkekeh kecil.
Pemuda itu segera menghela kudanya. Maka seketika itu juga binatang berbulu coklat ini berlari kencang. Dalam waktu beberapa saat saja, dia sudah berada dekat sekali dengan hutan lebat yang bernama Rimba Keramat. Dan kini pemuda itu menghentikan lari kudanya.
"Hm.... Inikah yang dikatakan hutan angker? Ah, kelihatannya sama sekali tidak menakutkan. Paling-paling hanya hewan buas. Dan itu hal yang biasa. Tapi berada di pinggirnya begini, mana mungkin hewan-hewan buas itu akan mengusik...," celoteh pemuda itu seperti berkata pada diri sendiri.
Kembali kudanya dihela dengan kencang, melintasi pinggiran hutan lebat di dekatnya. Bola matanya sesekali melirik. Yang ada di sekelilingnya memang suasana gelap saja. Suasana terasa sepi. Bahkan kicau burung dan unggas hutan pun seperti tidak terdengar. Namun tiba-tiba....
Slap!
"Hei?!" Pemuda itu seketika terkejut setengah mati, begitu tiba-tiba berkelebat bayangan hitam di depannya yang begitu cepat. Seketika lari kudanya dihentikan hingga membuat binatang itu mengangkat kaki depannya tinggi-tinggi. Seperti tidak percaya pada pandangan matanya sendiri, maka wajahnya diusap beberapa kali setelah kudanya bisa ditenangkan.
Slap!
Mendadak melesat kembali sebuah bayangan cahaya keperakan yang begitu cepat bagai kilat ke arahnya. Namun pemuda itu tidak kalah sigap. Dia langsung melompat dari punggung kuda, dan langsung berputaran di udara. Sehingga kilatan cahaya keperakan itu hanya lewat di bawah tubuhnya.
"Hiiih!" Dan baru saja kakinya mendarat di tanah, kembali berkelebat dua buah sinar keperakan ke arahnya dengan deras. Pemuda itu menggeram. Dia yakin, kali ini dia tidak akan salah lihat lagi. Jelas ada beberapa orang yang tidak menyukai kehadirannya dan ingin melenyapkannya. Dan sebelum dua buah sinar keperakan itu mengancam dirinya, pemuda itu sudah dalam keadaan siaga. Lalu....
Sring!
Begitu golok yang terselip di pinggang tercabut, pemuda itu mengibasnya ke depan. Seketika dua sinar keperakan yang ternyata dua buah senjata rahasia pembokongnya bisa ditangkis.
Trak! Trak!
Namun pemuda itu jadi tersentak kaget. Bahkan telapak tangannya jadi terasa perih dan terkelupas. Serangan tenaga dalam pembokongnya sungguh hebat. Malah terlihat mata goloknya jadi gompal. Maka, sadarlah dia kalau nyawanya mulai terancam. Senjata sosok-sosok yang tersembunyi ternyata memang berisi tenaga dalam tinggi. Jelas, para pembokongnya memiliki kepandaian tinggi.
Dan belum lagi pemuda itu bisa menghilangkan rasa sakit pada tangannya, mendadak melesat cepat bagai kilat tiga sosok berpakaian hitam. Begitu cepat gerakan mereka, sehingga pemuda itu hanya terkesiap saja. Dan....
Cras!
"Aaakh...!" Pemuda itu menjerit kesakitan, ketika kaki kirinya putus disambar senjata salah seorang penyerangnya. Belum lagi dia berusaha menghindar, sebuah tusukan telak menyodok dada kirinya.
Bresss!
"Aaa...!" Pemuda itu kembali memekik tertahan begitu dadanya tertembus golok panjang. Tubuhnya kontan ambruk bermandikan darah. Beberapa saat terlihat pemuda itu menggelepar meregang nyawa, lalu diam tidak bergerak lagi. Nyawanya lepas saat itu juga!
"Tidak ada seorang pun yang boleh mendekati Rimba Keramat! Hanya mereka yang sudah bosan hidup yang boleh ke sini!"
Terdengar seseorang mendengus dari salah seorang berpakaian serba hitam yang berhasil menyarangkan goloknya di dada pemuda itu. Dia kemudian melesat, disusul dua sosok tubuh berpakaian serba hitam menembus kegelapan hutan lebat itu. Lalu suasana kembali sepi, seperti tak pernah terjadi apa-apa.

132. Pendekar Rajawali Sakti : Misteri Rimba KeramatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang