بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Jangan gampang menyimpulkan dan banyak berpikir yang macam-macam. Sebab yang terlihat dan terdengar belum tentu benar."
Aku memejamkan mata lamat-lamat, menahan gejolak dalam dada agar tak memberontak dengan semakin kuat. Namun, usahaku sia-sia, air mata sudah mulai berjatuhan dengan begitu derasnya. Cobaan apalagi yang saat ini tengah kualami. Belum cukupkah dengan pernikahan tanpa cinta ini.
Mencoba untuk menarik napas panjang lantas membuangnya secara kasar, berharap dengan cara seperti ini aku bisa sedikit meredam rasa sesak yang kian bergejolak semakin hebat. Mungkin bagi perempuan lain ini merupakan berkah dan anugerah yang patut untuk disyukuri.
Namun bagiku tidak ....
"Btari keluar kamu!"
Aku terkesiap saat mendapati teriakan si manusia kutub utara tepat berada di depan pintu kamar mandi. Dengan tanpa berpikir panjang lagi aku segera membuang benda yang sedari tadi dipegang ke dalam tempat sampah.
Harapku hanya satu, semoga ia tak tahu akan kebenaran ini ....
"Iya," kataku saat sudah beradu tatap dengannya.
Ia sudah tampil layak dengan pakaian formal, kemeja hitam serta jas, dan celana bahan lengkap dengan sepatu pantofel. Untuk sekian detik aku terkesima, namun dengan cepat aku mengenyahkan perasaan tersebut.
Tanpa kata ia langsung menarik tanganku paksa hingga posisi kami sangat dekat dan mungkin hanya berjarak sekitar 5 cm saja. Dengan tidak tahu malunya dadaku malah berdegup kencang tak seirama. Jangan sampai ia mendengar suara detakan jantung ini.
Ia mengangkat daguku agar mendongak dan menatap ke arahnya. Pandangan itu lembut namun sangat menusuk dan membuatku takut. "Jangan pernah sembunyikan apa pun dari saya!"
Aku meneguk ludah dengan susah payah, rasanya sekujur tubuhku sudah menggigil bukan main. Ya Allah apa yang harus kukatakan?
"Mana?" tagihnya cepat.
"Negatif, Mas." Setelah mengatakan itu aku langsung menunduk dalam, tak kuasa untuk beradu tatap dengan mata elangnya.
Ia kembali mengangkat daguku, untuk kali ini sangat kasar dan terasa menyakitkan sampai aku harus menahan ringisan. "Sudah saya katakan, jangan pernah sembunyikan apa pun dari saya!"
Dadaku naik turun dengan deru napas yang sangat memburu cepat. Allahuakbar, aku mencoba untuk mencari ketenangan dengan menyebut nama-Nya.
"Jawab!"
"Negatif."
Tanpa kata dan dengan rahang yang sudah sangat mengencang ia menarik paksa tanganku untuk kembali memasuki kamar mandi. Dengan tanpa berbelas kasih ia menghempaskan tubuhku di tembok. Cukup sakit, terlebih kakiku sudah melemas karena sorot netranya yang kian menunjukkan amarah berlebih. Entah setan apa yang kini tengah bersemayam dalam diri lelaki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta | END
Spiritual[PINDAH KE MANGATOON] Aku terlalu naif dalam hal mengungkap rasa Aku terlalu sukar dalam bertutur kata perihal cinta Terlalu gemar berjibaku dalam rasa putus asa, itulah aku ... Bodoh, memang Tapi apa daya jika itu sudah menjadi sebuah keputusan ...