Prolog

3.4K 254 137
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Kita memang berpijak pada bumi yang sama, tapi kita berdiri pada takdir yang berbeda. Aku yang sepenuh hati mencintaimu, tapi kamu yang tak berbelas kasih membenciku."

Menikah adalah impian setiap insan, sesuatu hal yang identik dengan kebahagiaan dan juga rasa sukacita sepasang anak manusia yang saling mengasihi serta mencintai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menikah adalah impian setiap insan, sesuatu hal yang identik dengan kebahagiaan dan juga rasa sukacita sepasang anak manusia yang saling mengasihi serta mencintai. Tapi sepertinya itu tak berlaku bagiku, sebab kini aku harus berlapang hati untuk menerima sosok pria pengganti yang sudi menikahiku. Miris. Itulah takdir yang harus kujalani kini.

Belum lagi aku pun harus bisa menguatkan diri, terlebih saat ia mengucapakan kobul salah sasaran. Bukan namakulah yang disebutkan, melainkan nama perempuan lain yang kuyakini sudah bertahta di hati lelaki bernama lengkap Bagas Manggala Putra tersebut. Aku hanya bisa menunduk dalam menahan malu. Rasanya air mata sudah mendesak dan ingin meluncur bebas.

"Saya terima nikah dan kawinnya Nisrina Misha bin—"

Untuk yang kedua kalinya ia kembali menyebut nama perempuan itu. Hatiku kian menjerit pilu, bahkan desas-desus para tamu undangan pun kian bermunculan.

"Btari Ayu Larasati, itulah nama putri saya!" desis ayah terdengar tajam dan menusuk. Pandanganku bertemu dengan netra beliau yang begitu menyiratkan ketegasan.

"Harap tenang dan jangan membuat kegaduhan!" instruksi pak penghulu karena situasi yang semakin keos tak terkendali.

"Istigfar dan tenangkan diri terlebih dahulu. Saya tuliskan kobulnya, dan Nak Bagas hanya tinggal membaca saja," tutur pak penghulu yang dibalas gelengan oleh lelaki tak berurat malu tersebut.

"Tidak perlu!"

Ayah menghela napas berat lantas berucap, "Ini adalah kesempatan terakhir kamu, jika gagal maka secara otomatis pernikahan pun batal."

Dadaku semakin bergemuruh dengan begitu hebat, terlebih kala melihat wajah datar Bagas yang mengangguk mantap. Allahuakbar. Semoga untuk kali ini ia tak membuatku malu lagi.

Tangan Ayah dan Bagas saling berjabatan tak lama dari itu suara lantang ayah mulai terdengar. "Ananda Bagas Manggala Putra bin Lesmana Bagaskara saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri kandung saya Btari Ayu Larasati binti Bayu Anggara dengan maskawinnya berupa intan mulia seberat 10 gram dan seperangkat alat salat, tunai."

Hening! Tak ada sahutan darinya, aku hanya mampu memejamkan netra lantas tak lama dari itu terdengar helaan napas panjang dan ia pun berucap, "Saya terima nikah dan kawinnya Btari Ayu Larasati binti Bayu Anggara dengan maskawin tersebut, tunai."

"Bagaimana para saksi, sah?"

"Sah!"

"Alhamdulillah, baarakallahu laka wa baarakaa alaika wa jamaa bainakumaa fii khoir."

Tak ada sedikit pun keberanian untuk melihat ke arahnya, bahkan walau hanya melirik saja. Aku tak cukup memiliki nyali untuk bersitatap langsung dengan mata elang tajamnya.

"Silakan ditandatangani terlebih dahulu," ujar pak penghulu seraya menyerahkan dua eksemplar buku nikah beserta berkas-berkas lainnya.

Tanpa kata kami mengikuti instruksi yang diberikan beliau, tak ada senyum bahagia, yang ada hanya wajah masam penuh rasa terpaksa. Itulah yang kulihat kala tak sengaja melihat Bagas dari sudut netra.

Pak penghulu meminta kami agar saling memasangkan cincin. Bagas menurut dan ia lebih dulu melakukan hal tersebut. Tak ada kelembutan, bahkan ia menarik tanganku dengan kasar serta memakaikan cincin tersebut secara cepat tak sabaran.

Aku tak ingin kalah dan terlihat lemah, dan aku pun melakukan hal yang serupa. Senyum miring sangat tercetak jelas di bibir Bagas. Mendadak nyaliku mulai menciut, bahkan aku menunduk dalam takut.

Bagas menarik kepalaku lantas mendaratkan sebuah kecupan di kening. Singkat dan lembut, hal itu jelas berdampak buruk bagi kesehatan jantungku yang kini tengah bertalu-talu tak tahu malu.

Setelahnya aku pun menarik tangan kanan Bagas lantas menyalaminya dengan khidmat. Kurasakan elusan lembut tepat di puncak kepala tapi detik berikutnya ia pun berdesis pelan, "Jadilah istri penurut. Jangan pernah berani menentang ataupun membangkang!"

Hatiku serasa ditikam ribuan ton baja. Kukira ia akan mengucapkan kalimat-kalimat manis penuh cinta, atau mungkin sebuah doa yang menenangkan hati serta jiwa. Namun ternyata tidak. Hanya kalimat sarkas penuh intimidasilah yang kuterima. Selamat menikmati penderitaan baru Btari, dan semoga takdir cinta tak membuatmu kian terluka.

 Selamat menikmati penderitaan baru Btari, dan semoga takdir cinta tak membuatmu kian terluka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum ketemu lagi sama aku, di cerita baru. Bagaimana nih dengan prolognya? Kira-kira mau dilanjut apa cukup.

Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan jejak🤗

Takdir Cinta | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang