Four

11 5 4
                                    

Suasana rumah sakit semakin tegang, Bu Sinta pingsan yang melihat keadaan anaknya disusul oleh suaminya yang tidak bisa apa-apa selain berdo'a akan keselamatan anaknya.

Dan sekarang Bu Sinta dirawat di ruang Mawar no.45 dimana Galih kakaknya yang juga ayah dari Bryan menunggu dokter keluar dari ruangan adiknya.

"Pa.. ma.." salam Bryan diikuti Firza dari belakang.

"Siapa ma yang sakit?" tanya Bryan namun tak ada respon, "pa.. siapa yang sakit," lanjut Bryan lalu menengok dari balik pintu kaca ruangan tersebut namun tidak terlalu jelas.

"Tante Sinta.. dia pingsan karen.." lirih Widi ibu Bryan dengan terisak namun kepotong oleh Bryan.

"Karena apa ma?" Potong Bryan.

"Seva..dia..di ruang ICU dan kea.." papar Galih terpotong oleh Bryan.

"Seva? Dia.. kita kebawah sekarang Fir," suruh Bryan pada Firza.

Punggung Bryan sudah menjauh dari tempat sebelumnya begitu pula dengan Firza yang sedari tadi hanya diam dan mengikuti langkah Bryan dari belakangnya.

9,8,7,6,5,4,3,2,1 pintu lift terbuka, ramainya RS tersebut tidak menjadi halangan untuk Bryan berlari menuju informasi administrasi pasien.

"Maaf sus untuk pasien bernama Seva Gribble ada di ruang apa?" tanya Bryan memastikan.

"Atas nama Seva Gribble pagi tadi berada di ICU sampai sekarang juga masih disana," balas suster yang menjaga tempat administrasi pasien.

"Makasih sus," balas Firza dengan anggukan senyumnya.

Dari kejauhan ketiga orang remaja melihat Firza dan Bryan yang tampak sedang berbicara dengan seorang suster.

"Loh itu kan Bryan sama Firza, apa jangan-jangan mereka tahu Seva ada disini," cecar Lye agak kesel.

"Ga mungkinlah mereka kalo tahu pasti udah kasih tahu kita," cakap Keza positif thinking.

"Mending kita samperin aja deh," suruh Laras lalu mereka menuju dimana Bryan dan Firza berada.

Bryan dan Firza kaget akan kedatangan mereka, begitu pula dengan Firza dia seperti orang bingung.

"Bry Lo kok ga bilang kalo Seva di RS sih," cetus Lye agak kesal.

"Gue juga baru tahu Lye bokap gue cuma bilang gue disuruh kesini dan ga bilang kalo Seva di sini," jelas Bryan sama kesalnya dengan Lye.

"Udah-udah kita sekarang ke Seva aja," tegas Keza meredakan kesal antara sahabatnya itu.

"Seva di ruang ICU," lirih Bryan yang mengacak-acak mukanya.

Keza kini sudah berlari tanpa mempedulikan sahabatnya, mencari ruang ICU di RS sebesar itu tidak mudah bukan apalagi Keza baru pertama kalinya ia menginjakkan kakinya disana.

Keempatnya mengikuti Keza dari belakang yang tampak bahwa mereka sama-sama bingung keberadaan ruang ICU yang kini Seva berada.

Melewati lorong demi lorong bahkan semakin kedalam tidak ada satu tempat yang mereka cari itu temui, bahkan semakin sepi akan keberadaan orang-orang yang berjalan disana.

"Lo yakin kita bakal nemuin ruang ICU di RS sebesar ini," keluh Laras yang sedari tadi mengikuti Keza. "Apa kita ga tanya aja sama orang gitu, gue merinding deh," lanjut Laras karena semakin gelap mungkin karena sudah sore dan belum ada lampu yang menyinari lorong juga koridor disana.

"Gue juga merinding Ras," tukas Lye dengan suara amat lirih namun masih bisa didengar oleh Laras.

"Eh itu om Pratama papanya Seva," lontar Bryan yang kemudian keempat sahabatnya itu menengok ke arah yang ditunjuk oleh Bryan.

IntimateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang