Canggung

3K 439 17
                                    

"Al."

Alika bergumam, tanpa mengalihkan perhatiannya dari adonan.

"Gimana sih rasanya nikah sama temen sendiri?" Alika menoleh, Dinda tersenyum lebar, "kepo dong."

"Hmmm, gimana ya, seru aja sih, banyak tentang Bara yang baru aku tahu sehabis nikah, kayak--"

Alika melihat ke sana kemari, membuat Dinda mengikutinya, memastikan di dapur hanya ada mereka berdua.

"Kayak apa?" bisik Dinda.

"--kayak, Bara baru bisa tidur kalau udah dikelonin." Dinda bergumam datar, Alika tertawa, "ya pokoknya seru. Kalau Bara ya, sikap dia beda banget sih dari pas jadi temen sama udah jadi suami. Gak ngebosenin, gak yang kaku juga, seru."

Dinda bergumam, menumpukan dagunya di tangan, menatap adonan, melamun.

"Emang kenapa? Move on ke temen kerja?"

Dinda menggeleng, "enggak."

"Mau kenalan sama temen kerja Bara? Atau sama temen-temen sekolah aku dulu? Eh, kemarin Samudera sama Anita juga nawarin, kan? Kamu kan suka sama dokter-dokter kayak gitu, kayak di drakor, ganteng-ganteng, pake jas putih gitu."

"Siapa yang ganteng pake jas putih?" Mereka menoleh, Bagas menghampiri mereka, melahap kue sus yang tersedia di meja. "Tunangan Dinda ganteng pake jas?"

Alika dan Dinda saling lirik. Dinda tersenyum kecil,  "udah mantan, Om."

"Oh," Bagas mengerjap salah tingkah, "maaf, Dinda, gak tahu."

"Gak apa-apa, Om, santai saja."

"Mau kenalan sama anak-anaknya temen Om? Kerjaannya arsitek juga sih, gak ada yang dokter."

"Belum mau kenalan sana-sini, Om, mau nenangin hati dulu," Dinda terkekeh.

"Ya bener gitu," Bagas melahap lagi kue sus, "jangan buru-buru, apalagi kalau hati masih belum tenang, biar gak salah pilih," Bagas mengambil piring kecil, mengambil beberapa potong kue sus, "buat Papa ya."

Alika mengangguk.

"Om ke belakang dulu, kalian lanjut aja curhat-curhatannya, Om tahan Bara di belakang biar gak ganggu kalian."

Alika berdecak, Bagas menaik turunkan alisnya, pergi dari sana. Setelah Bagas pergi, Alika menepuk punggung tanga Dinda.

"Masih sakit banget ya?"

Dinda tersenyum miris, "gak juga sih. Dari lama udah banyak yang kasih tahu, dia gitu sama asistennya, aku cuma kayak... Nunggu waktu aja sampai dia sendiri yang ngaku."

"Berarti udah dari lama gak ngarepin lanjut sama dia?"

"Iya," Dinda terkekeh pelan, "kalaupun dia gak mutusin kayak kemarin, aku yang bakal mutusin, tapi mungkin gak secepat kemarin itu."

Alika meyodorkan kue sus yang sudah diisi vla, "kamu sabar banget sih. Lima tahun gak sebentar lho."

Dinda tersenyum sekilas. "Aku gak sesabar itu sih, Al, cuma inget keluarga aja, aku takut Mama sama Papa kecewa kalau aku yang mutusin."

Alika melepas sarung tangan plastiknya, duduk di samping Dinda, "semoga setelah ini kamu dapat yang terbaik, yang gak resek, gak suka selingkuh, yang beneran sayang sama kamunya."

"Amin."

Sambil menunggu kue lain dipanggang, Alika membawa Dinda ke halaman belakang, menonton Bara dan Bagas yang bekerja bersama membersihkan taman milik Aisyah.

Dinda pamit pulang setelah sore, dia dan Alika sedang menunggu ojek online di teras saat mobil Azka parkir di depan pagar.

"Gak ada yang pesen angkot online," kata Alika seraya turun dari teras, membukakan pagar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mapan 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang