Memerhatikan

3.2K 443 31
                                    

Nongkrong, yuk? Full tim nih, SamAn sama Albar bakal pada dateng.

Dinda menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. SamAn, Albar, Azka... Dinda... Jadi semacam tripledate gak sih jatohnya? Dinda meletakan ponsel, menghela napas berlebihan, masa tripledate, kan belum tentu Azka kepikiran ke sana.

Dering ponsel membuat Dinda kembali duduk tegak. Azka. Dinda berdecak, kebiasaan, gercep kalau soal nongkrong.

"Hallo?"

"Din!"

Dinda berdecak jengkel, "Dinda."

"Iya, Dinda," ralat Azka, "lama banget bales chatnya, hayuk buruan nongkrong, gue jemput, gue gak mau jadi kambing conge sendirian."

"Kalau gue dateng, kambing congenya jadi dua? Gitu?"

"Ya iya, hayuk lah buruan, gue otw. Wassalamualaikum."

Belum juga Dinda membalas salam, Azka sudah memutus sambungan, "kebiasaan." Dinda, meletakan ponsel, mengambil kerudung dan berganti baju dengan kaos lengan panjang + outer. Dinda masih berdandan saat Nina mengetuk pintunya.

"Mbak, ada Bang Azka nyari."

"Iya."

Dinda memoles lipstik, merapikan kerudung, baru keluar, melihat Azka sedang tertwa dengan Asri. Dari semua temannya, Azka memang yang paling akrab dengan Asri, karena sering datang menjemput untuk nongkrong, malah waktu kuliah sering datang untuk menyalin catatan, kadang nongkrong tidak jelas di rumah Dinda bersama Asri.

"Ma."

Mereka berdua menoleh. Azka segera berdiri mencium tangan Asri, "pergi dulu, Tante."

"Iya, jangan larut banget pulangnya, kasihan paru-paru kena angin malam terus."

Azka hanya terkekeh. Dinda menyalami Asri, pamit pergi. Mereka naik mobil dan langsung tancap gas. Selama di perjalanan, Dinda sering melirik Azka, tapi sepertinya tidak ada yang berubah dari sikap Azka setelah pernyataannya waktu itu. Dia terlihat santai, bersiul mengikuti alunan lagu di tape, dia juga memukul-mukul setir saat bagian drum terdengar. Benar-benar tidak ada yang berubah.

"Dinda."

Dinda terperanjat, segera mengalihkan tatapannya ke arah lain.

"Kenapa sih?" tanya Azka tanpa menoleh.

"Apanya yang kenapa?"

"Liatin gue mulu, ada yang nempel di muka gue?"

Dinda mengernyit risih ketahuan, "siapa yang liatin? Geer banget."

"Yeee bukan geer, kan siapa tahu ada yang nempel di muka gue," Azka menundukan spion tengah, berkaca, menengokan wajahnya ke kiri dan kanan, "gak ada apa-apa."

"Ya emang gak ada apa-apa," balas Dinda cepat.

Azka menoleh sekilas, menatap Dinda aneh, mengembalikan spion ke semula dan kembali menyetir sampai mobil terparkir di area parkir cafe. Mereka turun mobil bersama. Setelah Azka mengunci mobil, mereka masuk ke cafe. Memilih tempat duduk agak di pojokan, agar acara kumpul mereka tidak terganggu.

"Chat coba, masih pada di mana?"

Dinda bergumam, mengirim chat pada Alika, menanyakan keberadaan mereka.

"Di sini."

Mereka mendongak, Alika berdiri di belakang Azka, tersenyum lebar, menggoyangkan ponsel di tangannya.

"Hai, hai," Alika mencubit lengan Azka, seraya duduk di samping Dinda.

"Apa salah sayah?" protes Azka.

Mapan 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang