2

104K 3.5K 54
                                    

Wajah cantik Arlin menyembul dari balik pintu kamar di ruang kerjaku. Ringisan khasnya nampak lucu. Namun aku menahan rona datarku.

"Om, Mama kirim pesan kalau Arlin sementara tinggal sama Om," ia menunjukkan ponselnya dan melngkah mendekat setelah menutup pintu.

"Sudah bangun?"

Ia mengangguk. Wajahnya merona.

"Sebentar, Om selesaikan pekerjaan ini dulu, nanti Om antar ke rumah kamu," ucapku kembali melihat ke layar komputer.

"Loh, Mama bilang kalau Arlin bisa tinggal sama Om Tara kok," serunya memanyunkan bibir. Kini ia berdiri di dekatku,

"Tapi baju-bajumu kan tidak ada di Apartemen Om. Atau Om saja yang menginap di rumah kamu?" tanyaku memberikannya pilihan.

"Hmm... di apartemen Om Tara saja," putusnya dengan cepat menentukan pilihan.

"Baiklah. Tunggu sebentar. Atau Arlin mau tiduran di kamar saja?"

Ia menggeleng. Tangannya meremas-remas ujung atasan seragamnya yang sudah kusut.

"Ya sudah, terserah Arlin mau menunggu di mana," kataku akhirnya, lalu memfokuskan pikiranku kembali ke layar di hadapanku.

Suasana hening. Hanya terdengar ketukan tanganku di atas keyboard. Aku larut dalam pekerjaanku sampai tiba-tiba kurasakan pijatan lembut di bahuku. Aku menoleh cepat dan melihat Arlin tengah berdiri di belakangku dan memijat bahuku dengan tangan halusnya.

SERRRR.....
Desiran halus kurasakan menyapu dari ujung kepala hingga kakiku. Sentuhan Arlin yang lembut membuat saraf-saraf tubuhku menggeliat. Kupejmkan mataku sesaat, menikmati rasa nikmat sebelum riak gejolaknya mengingatkanku bahwa dia adalah Arlin, keponakanku.

Buru-buru kututup pekerjanku yang sama sekali menggantung tanggung. Berkemas sambil berdiri hingga pijitannya terlepas.

"Pijitan Arlin gak enak ya Om?" tanyanya polos.

Dengan cepat aku menggeleng.

"Bukan. Uhm... enak kok...... sebaiknya Om antar kamu sekarang," kulihat arlojiku. Jam lima kurang. Ah, masa bodoh!

Kusambar kunci mobilku, lalu mengajak Arlin keluar.

"Saya balik dulu, Nin," pamitku pada Nindi, sekretarisku yang tengah mengarsip beberapa file.

"Oh, iya Pak," jawabnya mengangguk dengan spontan berdiri.

Aku berjalan melewatinya dengan Arlin menggamit lenganku.

Astaga! Perasaan apa ini? Desiran itu datang lagi. Dan aku mati-matian menahan diri saat kami berdua sudah berada dalam lift tertutup.

.

=====

.

Tayangan drama Korea di layar televisi 47" di depanku menampilkan adegan romantis. Dimana tokoh wanita dan tokoh pria-nya tengah berbincang ditemani dua gelas wine dan beberapa cemilan, lalu si pria menatap si wanita, wajah keduanya mendekat perlahan.

Sentuhan di lenganku membuatku menoleh. Tangan Arlin meremas lenganku, sementara matanya menatap lurus pada tayangan itu. Bibir merah muda bagian bawahnya ia gigit separuh. Sebelah tangannya nampak meremas ujung piyama atasnya.

Adegan drama itu kini makin membuat Arlin gelisah. Si pria mendorong wanitanya dan menindihnya dengan bibir saling bertaut.

Aku mengalihkan pandangan dari layar ke wajah Arlin lagi. Kedua pipi Arlin merona. Ia terlihat sangat cantik dan menggemaskan. Ia menggeser duduknya, merapat padaku. Desiran itu hadir lagi. Kali ini lebih kuat dari yang kurasakan di lift.

Mataku bersirobok dengan mata bening Arlin. Kelopaknya bergetar sayu, seperti nyala lilin yang berpendar berkedip ditiup angin. Dan keinginan itu hadir begitu saja, terkurung atmosfer dalam ruang sempit bernama hasrat.

Perlahan tanganku menyentuh pipi halus Arlin, bergeser membelai sudut dan garis bibir bawahnya. Gigitannya terlepas, menyisakan bibir merah muda yang terbuka mendamba.

Aku tidak bisa menahan diri lagi. Pemandangan itu menghipnotisku dengan kuat. Perlahan wajahku dan Arlin semakin dekat. Nafas manisnya mebangunkan setiap sel dalam tubuhku.

Tubuhku seperti tersengat jutaan voltase gairah ketika bibirku menyentuh bibir lembut Arlin. Tidak menunggu lama, aku mengulum bibirnya. Merengkuh tubuh kakunya yang menegang. Kuusap lembut punggungnya. Dadaku bergesekan dengan dada ranumnya yang kenyal. Sungguh, rasanya  duniaku berporos pada gadis dalam dekapanku.

Lumatanku makin menjadi ketika aku merasakan tubuh dalam rengkuhanku ini merileks. Bahkan Arlin  sudah mengalungkan kedua tangannya di leherku. Wajahnya tengadah menerima semua gerakan bibirku. Dan otakku serasa meledak ketika bibir mungil nan kenyal itu bergerak kaku, membalas ciumanku yang makin menggebu.

Erangan Arlin terdengar merdu di telingaku ketika tanganku bergerak meremas dadanya. Aku benar-benar sudah tidak bisa mengendalikan hasratku.

"Ugh...." aku meringis, menyurukkan wajahku ke lekuk leher Arlin, mengecup dan menghisap pangkal lehernya ketika merasakan denyutan menyakitkan pada tubuh bawahku.

"Ooommmhhh...."

Panggilan itu membuat tubuhku membeku. Aliran darahku yang deras dan panas, membeku seketika.

Ya ampun, bagaimana bisa aku mencumbu demikian panas gadis belasan yang tak lain keponakanku sendiri?

Kulepaskan  tubuh hangat itu dan bergegas beranjak ke kamar mandi.

Damar sialan!

.

.

Bersambung...

.

.

Masih pengen baca??

Tunggu lanjutannyaaa....

.

.


Lianfand
15072020

My Sexy NieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang