Hiruk pikuk gedung ini tak membuatku sadar dari lamunanku. Bahkan gedung yang beberapa hari lalu membuatku ternganga dengan desain arsitekturnya yang aku sukai tidak membuatku menikmati pamandangan itu.
Aku memangku dagu dengan siku kanan ku yang bertopang pada besi pembatas setinggi perutku. Tangan kiriku mengelus betapa dinginya besi ini. Aku tersentak bangun dari lamunan ku saat mendengar pintu coklat dibelakangku terbuka dan menimbulkan suara debam keras saat seseorang menutupnya kasar.
"Dari hasil yang terakhir, tidak ada yang salah dengan matamu," pria tan dengan jenggot yang sudah dicukur dan meninggalkan kumis tipis. Dia menggaruk kepala belakangnya setelah membuka-buka asal map laporan medisku.
"Apa tes-nya salah?" Aku menoleh padanya yang sudah menumpu kedua siku pada besi pembatas dengan map medisku ada di tangan kananya dan tergantung lelah.
"Tes hanya membuktikan bahwa tak ada sinyal abnormal. Bukan seperti yang kau katakan. Setelah ku cek segala respon yang muncul sangat kreatif. Membuktikan kalau kau musisi," dia mengangkat kacamatanya agar kembali tersangkut diantara rambut gimbalnya. Mungkin beberapa sisiran akan membuatnya tampan- walaupun tak setampan diriku.
"Aku yakin musisi tidak akan melihat malaikat maut dan tembok hangus berganti dimensi," ucapan itu lolos dari mulutku. Aduh, licin sekali sih.
Raut muka pria Dowhan ini- seperti merendahkanku. "Ikut aku."
Pria gimbal berkulit kusam itu berjalan cepat, melewati lorong dan puluhan ruangan. Aku mengikutinya dengan segala protesanku terhadap pemikiran dangkalnya yang sungguh-- Demi tuhan, menyebalkan sekali.
"Aku bukan idiot! Aku sadar apa yang aku katakan. Otak ku memang masih memproses apa yang aku tangkap dari sekitarku-" Aku mengejarnya dan beberapa kali mendahuluinya berniat menghentikanya tetapi tetap percuma. Pria kusam itu seperti tidak peduli. Aku menariknya kasar hingga berhenti di tengah sky bridge yang pernah kulewati denganya.
"HEY!-" aku mencengkram kerah kemejanya. "-kau nyata, aku bisa melihatmu dan menyentuhmu. Memang prespektif ku masih pasif. Tapi kau nyata dalam bentuk fisik."
Aku termundur saat manusia Dowhan ini melepas cengkramanku dari kerahnya. Aku mundur hingga punggung ku menabrak pembatas besi dan kaca.
Henn Dowhan membuang pandanganya sesaat sebelum menatapku dengan tatapan yang sulit.
"Kita melihat sesuatu. Tapi cara kita melihatnya dipengaruhi apa yang kita tahu. Dan masih banyak di sekitarmu yang sangat tidka logis," aku membuang muka menatap kearah bawah dengan tatapan muak.
"Kau menghinaku? Kau mengataiku kalau aku berkhayal dan mengada-ada?" Aku menatapnya tajam, pria ini- sungguh aku ingin menendang kepala penuh kutu miliknya dan membuangnya ke bawah. Ku katakan, bahwa tinggi Henn Dowhan hanya sebatas daguku, aku dengan mudah menendang kepala kutunya. "Kau pikir, aku mau?"
"Kau pikir kau tak mungkin bisa meneruskan ini karena kau yang sebelumnya justru lebih baik," Tatapan merendahkan itu kembali lagi menghunjam mataku. "Lebih spesial- kau menemukan bahwa dirimu sama dengan kami."
"Hentika itu. Aku tak tahu kalau firma ini mempekerjakan bedebah seperti dirimu," aku berkata dengan intonasi kebencianku. Aku jarang menggunakan ini. Tapi aku terlanjur kesal dengan sampah satu ini. Aku mungkin akan meminya Kak Pamir mencabut kontraknya dengan konsultan abal-abal ini.
"Itu karena kau tidak tahu cara melihat," Lihat? Bahkan kekehan penuh hina miliknya ingin merusak telingaku. "Mengerti? Oh, Tuan Calter. Ini adalah kemajuan yang begitu pesat."
Dia menyunggingkan senyum miring miliknya dan pergi dari hadapanku. Tolong berikan azab berlapis padanya.
🌐🌐🌐
KAMU SEDANG MEMBACA
Stregone's - I See Death [SEHUN EXO] [END]
FanfictionWilleon Calter dapat melihat. Melihat bayangan-banyangan pengantar manusia pada pangkuan tuhan. Bayangan yang menurut Willeon adalah malaikat maut. Bayangan hitam kelam yang melayang didekat manusia beberapa waktu sebelum mati. [COMPLETE] - FF EXO×B...