Vision 8

20 2 0
                                    

Malam hening tak berbintang. Tanpa bulan dan pasukan bintangnya. Awal musim gugur yang dingin membuat malam juga bersikap dingin. Kucuran air hangat dengan suara gemercik ramai memenuhi bilik kaca. Kaca buram dengan seseorang berjongkok dan bersandar lemah dibawah kucuran air shower yang hangat. Itu aku.

Tubuh telanjang milikku, aku sandarkan pada tembok berposelen dingin. Jangan lupa tatapan kosong miliku yang menatap lututku. Aku terus berpikir tapi aku tak tau apa yang aku pikirkan. Setelah memikirkan lamat-lamat apapun yang terjadi tadi siang. Berdiam dalam hening diotakku. Aku menelan saliva kasar. Didalam otak ku hanya ada, siapa yang ada di dipantulan cermin? Apa yang terjadi padanya?

Lengan kiriku terangkat untuk mematikan kran shower yang masih terus mengeluarkan air. Mungkin Kak Pamir akan memarahiku jika tahu kalau aku hanya buang-buang air dan merenung tidak jelas dikamar mandi. Aku beranjak dari posisi jongkok dan segera keluar dari bilik kaca.

Aku mengambil handuk dan segera mengeringkan badanku. Setelah mengeringkan badan, aku membuka plastik yang membungkus lengan bawah kananku. Aku meraih underwear dan segera memakainya. Ah-aku lupa tidak membawa baju. Biarlah.

Tatapan mataku teralihkan pada cermin. Aku mendapatkan cara yang cukup tidak masuk akal saat merenung tidak jelas tadi saat di bawah shower. Aku berjalan mendekat karah cermin yang ukuranya tidak seberapa besar. Cerminnya buram karena uap yang diakibatkan heater. Aku menghembuskan napas dalam.

Aku mengambil waslap dan melap cermin sekali. Muncul celah jernih disana. Aku mengetatkan rahang. Pantulan itu, masih wajah yang sama dengan yang aku lihat di kamar mandi rumah sakit. Aku melap seluruh bagian cermin dan terlihat jelas bagian tubuhku yang telanjang dada. Aku membuang waslap tadi kesembarang arah. Sudah sejelas ini, dan wajah itu masih sama.

Itu wajahku kata Kak Pamir. Tetapi wajah yang kulihat di foto berbeda dengan yang kulihat setiap bercermin. Aku menatap sengit kearah wajah itu yang ikut menatap penuh atensi sarat pedih padaku.

"Kau siapa?" Aku bersuara. Tetapi dia yang ada di cermin tidak. Dia bungkam dengan bibir tebalnya masih diam.

"Apa maumu?" Dia sedikit memiringkan kepala, bibirnya berkedut sedikit. Dia tetap bungkam.

"Aku ingin menolongmu-"

"Tapi bagaimana aku bisa-" dia buka suara dan menyelaku.

"-kalau kau tidak mau memberitahuku-" ucapanku belum selesai tetapi tanganku terasa mati rasa. Tanganku kaku dan bergetar kuat. Ini bukan aku. Ini dia!

Nafasku memburu, sumpah demi apapun ini mengerikan. Aku seperti memberikan tanganku padanya dan aku tidak bisa mendapatkan kendali dari tanganku. Alisku mengerut dalam dan menatapnya dari pantulan bayanganku. Hidung miliknya berkedut emosi dengan bibir tebalnya yang bergetar.

Tanganku terangkat naik dan mendekati wajahku. Masih dengan gemetar yang sama, dia membawa tanganku menuju wajah bagian kananku. Tangan kananku menarik kelopak bawah matakananku dan tangan kiriku menarik alis beserta kelopak mata atasku-- membuat mataku melotot dan memerah pedih.

Ini menyakitkan demi tuhan! Aku ingin kabur. Tolong hentikan dia! Nafasku memburu lebih cepat dengan kerutan dahi semakin dalam penuh ketakutan. Dia mengendalikan jemariku agar membuat mata ini melotot lebih lebar. Air mataku menetes. Ini sakit.

Kelebatan mengerikan kembali datang. Siluet hitam dan kobaran api dimana-mana. Kaca panas dengan bocah perempuan pirang yang menggedor keluar. Denting lonceng keras dan teriakan menguasai telingaku membuat napasku semakin terasa sesak.

Aku memaksa mengambil alih tanganku dan melepaskan tarikan menyakitkan pada mata kananku. Tangan kananku meninju cermin itu agar bayangan itu hilang. Wajah sialan itu! Bayangan mengerikan itu! Gigiku bergeletak geram. Apa-apaan itu hah?! What the fuck?!

Stregone's - I See Death [SEHUN EXO] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang