Bright merapikan bajunya. Sebuah kemeja santai dengan motif garis-garis. Kak Ja bilang, ini adalah baju Papo yang dipakai waktu pertama kali bertemu dengan keluarga Baba. "Baju keberuntungan ini.'' ujar Kak Ja sambil tersenyum. Bright sendiri ikut tersenyum saat mengingat kakaknya tersenyum, suatu hal yang jarang dilakukan kakaknya.
Ia mencium bajunya sendiri untuk memastikan badannya tetap wangi setelah ia menghabiskan setengah botol parfum milik Papo. Bright memantapkan nyalinya sebelum akhirnya turun dari mobil BMW nya.
Kini ia berdiri di depan sebuah rumah tingkat dua yang terlihat minimalis dengan taman yang hijau di depan pintu rumah. Terdapat pagar berwarna hitam yang tinggi, namun ada tombol bel di dekat pintu pagar. Tangan Bright berhenti saat jarinya sudah mendekati tombol bel. Lagi-lagi ia gugup. Bright berjalan di depan pintu pagar, berjalan mondar-mandir untuk meringankan kegugupannya.
Bright sempat berfikir keputusannya untuk langsung menemui orang tua Win adalah keputusan yang salah, namun Kak Ja juga mengingatkan ''justru dengan kamu langsung menemui orang tuanya kamu membuktikan kamu serius sama Win. Percaya ama kakak, kamu dapat kepercayaan dari orang tua Win maka tidak ada yang bisa menghalangimu.'' Bright menghela nafas sekali lagi sebelum akhirnya memencet tombol bel.
Tak berapa lama kemudian pintu rumah terbuka dan keluarlah seorang pria dengan menggunakan celemek berwarna putih dan memegang pisau di tangan kanannya. "Siapa?'' pria itu bertanya pada Bright namun Bright sudah terlanjur pingsan melihat celemek dan pisau yang dipakai pria itu berlumuran darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandangan Pertama
Fiksi RemajaBright jatuh cinta pada Win, atas saran kakaknya ia pun mendatangi rumah Win untuk meminta ijin orang tua Win agar Bright bisa mendekati Win. Tak disangka orang tua Win gualaknya...