Bab 9. Lamaran Dion

495 52 2
                                    


"Begini Nak, seseorang telah menyuap anak saya untuk melakukan semua ini."

Mata Zayyan semakin terbelalak. Kaget sekaligus khawatir. Lelaki itu masih bergeming tak mampu membaca apa yang baru saja sampai di telinganya.

"Suap bagaimana yang Bapak maksud?"

Lelaki paruh baya di hadapan Zayyan, menarik napas panjang.

"Dion namanya, dia yang meminta Syauki anak saya untuk menurunkan gadis bercadar itu di tengah hutan. Pemuda itu juga yang berniat melakukan pemerkosaan pada gadis tersebut. Tolong maafkan anak saya, Nak. Tolong bebaskan dia dari semua tuduhan ini."

Lelaki itu mengatup kedua tangannya, memohon agar Zayyan mau membantunya mencabut gugatan yang sedang menimpa anaknya.

Zayyan membuang napas berat.

"Yang menuntut itu, bukan saya Pak. Tapi orang tuanya Nura, gadis yang hampir direnggut kesuciannya gegara ulah anak Bapak dan siapa tadi, Dion?" Zayyan menaikkan alis, menatap tajam ke arah lelaki itu, "tapi yang namanya sebuah kejahatan, tetap ada hukumannya, Pak. Itu supaya pelaku dapat mengambil suatu pelajaran, dan nggak menghalalkan apa yang diharamkan Allah juga negara."

Suara Zayyan terdengar berat, membuat lelaki paruh baya di hadapannya bergetar.

Syamir merasa malu pada sikapnya. Sudah jelas anaknya bersalah, tapi dia malah memohon agar dibebaskan. Permintaan macam apa ini?

"Bapak jika mau memohon, sebaiknya langsung saja ke kantor polisi. Orang tuanya Nura sudah lima belas menit yang lalu berangkat ke sana."

Tanpa pikir panjang, lelaki itu pamit dan mengambil langkah kembali menuju kantor polisi. Harapan bisa membebaskan anaknya, masih begitu mendominasi akal. Ia tahu jika sikapnya ini salah, tapi jiwa seorang ayah tentu tak akan sanggup membiarkan putranya mendekap di balik jeruji besi.

Sedang di ruangan itu, pikiran Zayyan semakin kacau.

'Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Siapa Dion? Kenapa aku semakin mencemaskan Nura?'

Zayyan menghela napas panjang, 'Ya Allah apapun yang sedang menjadi skenario-Mu, hamba mohon lindungilah dia. Bukakanlah jalan, agar kami bisa bersatu dalam ikatan suci yang Engkau ridhai.'

***

Dari balik jendela, netra kecoklatan itu terus saja mengawasi sang surya. Sinarnya meredup seiring hari yang semakin beranjak tua. Sudah lima belas menit Nura dan kedua orang tuanya berada di kantor polisi. Duduk di depan seorang lelaki berseragam yang tampak sedang menekan-nekan tuts pada papan keyboard.

"Tersangka menyebut nama Dion, Pak," ucap lelaki itu membuat jantung Nura tersentak kaget.

"Dion Alvin Nugrahakah?"

"Iya, Adik kenal dengan pemuda itu?"

Nura bergeming, lama. Perasaannya campur aduk, juga begitu penasaran, apa hubungan Dion dengan semua ini. Atau jangan-jangan, Dion adalah dalangnya?

Sepuluh jemari gadis itu saling meremas.

"Nura ...."

Panggilan sang ibunda membuat lamunan Nura buyar seketika.

"Ya, Mi?"

"Ditanyain kok malah diam?" Umi bertanya kembali.

"Tolong jelaskan, apa hubungan adik ini sama pemuda bernama Dion?" Pria penyelidik kembali melempar pertanyaan.

Nura menarik napas panjang.

"Dia teman kampus saya, Pak."

"Oh begitu. Menurut kesaksian, dia telah menyuap Saudara Syauki untuk melakukan tindakan kriminal ini. Syauki juga mengatakan bahwa Dion telah menyusun rencana untuk melakukan pemerkosaan ini jauh-jauh hari."

Ya Zauji (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang